PARADAPOS.COM - Sungguh miris, program Pemberian Makanan Tambahan (PMT) untuk balita dan ibu hamil untuk tekan stunting justru diduga jadi ladang korupsi sejak 2016.
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dikabarkan tengah menyelidiki dugaan tindak pidana korupsi dalam program yang dilaksanakan oleh Kementerian Kesehatan (Kemenkes) itu.
“Tindak pidana korupsi terkait itu masih lidik,” kata Plt Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK Asep Guntur Rahayu di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Kamis (17/7/2025) malam.
Meski enggan menjelaskan detail, Asep menyebut pengadaan makanan untuk ibu hamil dan bayi menjadi fokus penyelidikan.
"Clue-nya adalah makanan bayi dan ibu hamil," tegasnya.
Adapun penyelidikan telah berjalan sejak awal 2024, dengan indikasi kasus bermula dari rentang tahun 2016 hingga 2020.
Program PMT sendiri selama ini diberikan dalam bentuk biskuit, susu, telur, dan makanan bergizi lain dengan tujuan memperbaiki status gizi dan menekan angka stunting.
Namun efektivitas program tersebut sebelumnya telah dikritisi langsung oleh pimpinan KPK.
Pada Maret 2025 lalu, Ketua KPK Setyo Budiyanto sempat menyebut bahwa distribusi makanan dalam program PMT cenderung lebih banyak biskuit ketimbang susu, yang justru berpotensi tidak memberi dampak signifikan terhadap penurunan stunting.
“Dari tahun ke tahun, penurunan stunting tidak banyak,” ujar Setyo dalam rilis resmi (10/3/2024).
Dia pun menyinggung agar program serupa seperti Makan Bergizi Gratis (MBG) tak mengulang kesalahan yang sama dan benar-benar memperhatikan kualitas serta komposisi makanan yang dibagikan.
“Pastikan kandungan makanan betul-betul dikaji dan disesuaikan, agar benar-benar memberi manfaat bagi anak dan ibu hamil,” tegas Setyo.
Hingga saat ini KPK belum mengumumkan siapa pihak yang terlibat atau potensi kerugian negara dari kasus ini.
Namun, penyelidikan yang dilakukan secara senyap ini bisa menjadi awal dari pengungkapan korupsi di sektor kesehatan yang selama ini luput dari sorotan.
Tempus delicti
Kemenkes menegaskan bahwa kasus dugaan korupsi itu terjadi sebelum era Menkes Budi Sadikin, yakni periode 2016-2020.
Pun Kemenkes menghargai proses penyelidikan perkara tersebut. Dia menegaskan pihaknya menyerahkan proses hukum tersebut kepada KPK.
"Kasus tersebut terjadi pada periode tahun 2016-2020, sebelum era kepemimpinan Menkes Budi Sadikin. Kami menghargai dan menyerahkan proses penyelidikan kasus tersebut yang dilakukan sesuai kewenangan KPK," kata Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Publik Kemenkes, Aji Rokomyanmas dikutip Senin (21/7/2025).
Pihaknya telah melakukan pengawasan terhadap dugaan kasus tersebut dan telah melaporkan hasilnya ke KPK.
Hal itu akan dijadikan landasan dalam perbaikan tata kelola dan kepatuhan terhadap regulasi di masa mendatang.
"Jika memang terbukti ada pelanggaran hukum, tentu harus mengikuti proses penindakan hukum lebih lanjut," jelasnya.
Berdasarkan informasi yang dikumpulkan, kasus ini merujuk pada salah satu program Kementerian Kesehatan dalam upaya menurunkan angka stunting pada 2016-2020.
Program ini digelar pada era Menteri Kesehatan 2014-2019 Nila Moeloek hingga Menteri Kesehatan 2019-2020 Terawan Agus Putranto.
"Masih lidik [penyelidikan] ya," kata Asep.
Siapa yang mengajukan?
Berdasarkan data yang diterima Monitorindonesia.com, DPR RI melalui Komisi IX diduga kerap mengajukan permohonan logistik PMT BUMIL, PMT Anak Sekolah, MP ASI dan APD Pekerja kepada Direktur Bini Gizi Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI.
Hal itu dilakukan dalam rangka kunjungan kerja (Kunker) di Daerah Pemilihan (Dapil) Jawa Tengah VII meliputi, Kabupaten Banjarnegara, Kabupaten Purbalingga, dan Kabupaten Kebumen.
"Sehubungan dengan kegiatan Kunjungan Kerja Ke daerah Pemilihan Anggota DPR RI sebagaimana tugas, fungsi, dan wewenang Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia berdasarkan Undang-undang No. 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD RI, dan DPRD, serta Keputusan DPR RI No. 1/DPR RI/2009-2010, maka kami bermaksud mengadakan sosialisasi kesehatan ibu dan anak, edukasi pola makan sehat seimbang dan pemberian MP AS di wilayah Dapil Jawa Tengah VII (Kabupaten Banjarnegara, Kabupaten Purbalingga, dan Kabupaten Kebumen)," tulis permohonan itu yang ditandatangani Anggota Komisi IX DPR RI dari Fraksi NasDem Amelia Anggraini pada tanggal 2 Februari 2017.
"Oleh karena itu, mohon kiranya Kementerian Kesehatan, RI dapat membantu dalam hal logistik; MT BUMIL = 20 ton; PMT ANAK SEKOLAH = 20 ton; MP ASI = 20 ton; ADP Pekerja = 20 ton," tambahnya.
Anggota DPR RI yang sama juga melalui Komisi IX mengajukan permintaan obat-obatan kepada Dirjen Kefarmasian dan Alat Kesehatan Kemenkes RI.
Hal itu dilakukan dalam rangka bakti sosial masa reses di Daerah Pemilihan Jawa Tengah Vil yang meliputi 3 kabupaten yaitu Kabupaten Kebumen, Kabupaten Banjarnegara dan Kabupaten Purbalingga.
"Diberitahukan dengan hormat, bahwa kami akan melaksanakan kembali Bakti Sosial di Daerah Pemilihan Jawa Tengah VIl yang meliputi 3 (tiga) kabupaten yaitu Kabupaten Kebumen, Kabupaten Banjarnegara, Kabupaten Purbalingga pada masa reses sidang III tahun sidang 2016-2017 yang akan dilaksanakan pada bulan maret 2017".
"Sehubungan dengan itu kami mengharap bantuan saudara kiranya dapat menyediakan kebutuhan untuk kegiatan bakti sosial di masyarakat tersebut berupa obat-obatan," tulis permohonan itu yang juga ditandatangani Anggota Komisi IX DPR RI, Amelia Anggraini pada tanggal 2 Februari 2017.
KPK ingatkan potensi korupsi
KPK sebelumnya telah mengingatkan pentingnya pengelolaan anggaran dalam program penurunan prevalensi stunting.
Koordinator Harian Strategi Nasional Pencegahan Korupsi (STRANAS PK) Niken Ariati mengingatkan, pengalokasian dana yang cukup besar perlu diikuti pengelolaan dana yang baik.
"Hal ini yang menjadi titik rawan terjadinya korupsi. Sehingga perlu upaya lebih lanjut untuk dapat menciptakan penanganan stunting dan pengelolaannya yang bebas dari risiko korupsi," ujar Niken, di Gedung Merah Putih KPK, pada Januari 2023 lalu.
KPK melalui Kedeputian Koordinasi Supervisi mendapatkan informasi adanya laporan Inspektorat Pemerintah Daerah terkait pengadaan pada program penurunan prevalensi stunting yang tidak memberikan manfaat optimal.
Selain itu, penganggaran program ini juga bukan menjadi prioritas pada beberapa Pemda.
Meskipun, program ini menjadi prioritas nasional.
"Kemudian dari identifikasi yang KPK lakukan, terdapat beberapa praktik dalam upaya penanganan prevalensi stunting yang berisiko menimbulkan korupsi. Praktik tersebut dapat dilihat dari tiga aspek, yaitu anggaran, pengadaan, dan pengawasan," bebernya.
Pada aspek penganggaran, Niken menuturkan temuan lapangan menunjukkan adanya indikasi tumpang-tindih perencanaan dan penganggaran antara Pemerintah Pusat dan daerah.
Selanjutnya, pada aspek pengadaan, adanya pengadaan yang bersumber dari DAK non fisik masih belum berjalan optimal.
Kemudian, terdapat pengadaan barang yang tidak dibutuhkan
Sebagai contoh, untuk program Pemberian Makanan Tambahan (PMT) yang diseragamkan ke seluruh daerah tanpa analisis kebutuhan objek.
Hal ini membuat pengadaan barang yang tidak berguna bagi masyarakat.
Pengadaan alat peraga (pendukung kampanye) juga bersifat sentralistis, yang menyebutkan, terdapat keterbatasan peran vendor.
Vendor yang menyediakan alat tersebut harus mendapat lisensi dari BKKBN.
Sementara pada aspek pengawasan, belum ada pedoman teknis untuk Aparat Pengawas Internal Pemerintah (APIP) dalam melakukan audit atau pengawasan khusus terkait pelaksanaan program.
"Praktik-praktik dalam aspek tersebut sangat berisiko menimbulkan penyimpangan yang berujung pada tindak pidana korupsi. Hal ini tidak bisa disepelekan karena akan berdampak pada pelayanan kesehatan gizi yang masyarakat dapatkan," kata Niken.
Dari berbagai temuan tersebut, KPK kemudian menyampaikan beberapa rekomendasinya.
Pada aspek penganggaran, KPK merekomendasikan adanya integrasi perencanaan dan penganggaran antara pusat dan daerah untuk mencegah terjadinya tumpang tindih alokasi anggaran.
Juga dibutuhkan peran Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) dalam menyusun Pedoman Penyusunan APBD-nya.
Niken bilang, tim Stranas PK akan mendorong integrasi perencanaan dan penganggaran melalui format digital, mulai dari level desa hingga pusat.
"Termasuk monitoring proses penyusunan RKP, Renja, RKA dan DIPA, sehingga ke depan tagging anggaran untuk stunting benar-benar mendukung penurunan prevalensi stunting," tandasnya.
Jauh sebelum diumumkan penyelidikan KPK tersebut, Monitorindonesia.com, pada 30 Agustus 2024 silam pernah memberitakan "Siapa Penikmat Biskuit Program Stunting Kemenkes senilai Triliunan Tiap Tahun (1)"
Saat itu Monitorindonesia.com mengonfirmasi danatau meminta tanggalan kepada Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Sadikin dan Sekjen Kemenkes, Kunta Wibawa. Namum tidak memberikan komentar.
Sumber: monitor
Artikel Terkait
Roy Suryo Tiba-tiba Muncul di Polda Metro Jaya: Bukan Pemeriksaan
Vonis Sudah Diskenario, Tom Lembong Korban Kriminalisasi
Ahli Hukum Didorong Eksaminasi Putusan Tom Lembong
Pengamat: Karena Ada Korban Tewas Dalam Pesta Pernikahan Anak Dedi Mulyadi, Harus Ada Tersangka!