Sri Susuhunan Paku Buwono XIII Wafat: Profil, Penyebab, dan Lokasi Pemakaman di Imogiri

- Minggu, 02 November 2025 | 07:50 WIB
Sri Susuhunan Paku Buwono XIII Wafat: Profil, Penyebab, dan Lokasi Pemakaman di Imogiri

Berita Duka: Sri Susuhunan Paku Buwono XIII Wafat di Usia 77 Tahun

Kabar duka datang dari Keraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat. Sri Susuhunan Paku Buwono XIII, raja Keraton Solo, telah meninggal dunia pada hari Minggu pagi, 2 November 2025. Beliau wafat dalam usia 77 tahun.

Keperadian Sang Sinuhun merupakan duka yang mendalam bagi seluruh masyarakat Jawa, khususnya para abdi dalem dan keluarga besar Keraton Surakarta. Beliau dihormati sebagai sosok penjaga nilai-nilai luhur dan adat istiadat budaya Jawa.

Lokasi dan Waktu Meninggalnya Paku Buwono XIII

Berdasarkan informasi yang terhimpun, Sri Susuhunan Paku Buwono XIII menghembuskan napas terakhirnya di Rumah Sakit Indriati Solobaru, Sukoharjo, tepat pada pukul 07.29 WIB.

Rencana Ritual Adat dan Pemakaman di Imogiri

Ucapan belasungkawa telah mengalir dari berbagai pihak, termasuk tokoh adat dan pejabat daerah. Keraton Kasunanan Surakarta kini mempersiapkan serangkaian ritual adat untuk mengantarkan kepergian raja mereka.

Jenazah almarhum Paku Buwono XIII akan disemayamkan terlebih dahulu di dalam keraton sebelum kemudian dimakamkan di Astana Imogiri, Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta, yang merupakan pemakaman tradisional bagi raja-raja Kasunanan Surakarta dan Kesultanan Yogyakarta.

Menurut kerabat keraton, KPH Eddy Wirabhumi, pemakaman rencananya akan dilaksanakan pada hari Selasa, 4 November 2025. "Sedang dibicarakan pagi ini. Kemungkinan besar di Hari Selasa. Selasa besok kebetulan Selasa Kliwon. Kemungkinan besar di atas jam 13.00," jelasnya.

Profil dan Perjalanan Hidup Paku Buwono XIII

Sri Susuhunan Paku Buwono XIII memiliki nama lahir Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Aryo (KGPAA) Hangabehi. Beliau dilahirkan di Surakarta pada tanggal 28 Juni 1948, sebagai putra sulung dari raja sebelumnya, Sri Susuhunan Paku Buwono XII.

PB XIII naik takhta menggantikan ayahandanya pada tahun 2004. Awal pemerintahannya diwarnai dengan periode dualisme kepemimpinan, yang dikenal publik sebagai era "Raja Kembar". Hal ini terjadi karena Paku Buwono XII wafat tanpa menunjuk putra mahkota secara definitif, sehingga memunculkan klaim dari adik almarhum, KGPH Tejowulan.

Konflik internal keraton ini akhirnya menemui titik terang pada tahun 2012 melalui sebuah rekonsiliasi yang difasilitasi oleh Pemerintah Kota Surakarta. Hasilnya, KGPH Hangabehi ditetapkan sebagai satu-satunya pemegang gelar Sri Susuhunan Pakubuwana XIII.

Sepanjang masa pemerintahannya, PB XIII dikenal sebagai pribadi yang tenang dan sangat menjunjung tinggi keluhuran budaya Jawa. Didampingi oleh permaisuri, Gusti Kanjeng Ratu (GKR) Pakubuwono, beliau aktif memelihara dan melestarikan berbagai upacara adat dan tradisi keraton, seperti upacara Sekaten dan peringatan Tingalan Jumenengan Dalem.

Di bawah kepemimpinannya, Keraton Surakarta semakin memperkuat perannya sebagai pusat budaya Jawa. Beliau mendorong kolaborasi dengan pemerintah setempat dan para seniman muda untuk menghidupkan kembali kesenian tradisional, termasuk karawitan, tari klasik, dan pagelaran wayang kulit. PB XIII juga dikenal karena kebijakannya yang membuka akses seluas-luasnya bagi masyarakat untuk belajar dan mengenal warisan budaya keraton melalui berbagai program wisata dan edukasi.

Halaman:

Komentar