Surat Pengajuan Pencabutan Laporan Sudah Di Ajukan Sejak Tanggal 27 April 2025 Oleh Rara Marhaen Tapi Badai Ntb Belum Juga Dibebaskan Oleh Kapolres Kota Bima

- Rabu, 07 Mei 2025 | 13:45 WIB
Surat Pengajuan Pencabutan Laporan Sudah Di Ajukan Sejak Tanggal 27 April 2025 Oleh Rara Marhaen Tapi Badai Ntb Belum Juga Dibebaskan Oleh Kapolres Kota Bima


Hingga saat ini, publik masih mempertanyakan alasan di balik belum dibebaskannya Saudari Badai Ntb oleh pihak Kepolisian Kota Bima, meskipun seluruh mekanisme hukum melalui pendekatan restorative justice telah ditempuh dan disepakati oleh kedua belah pihak yang bersengketa. Fakta bahwa Kapolres Kota Bima belum mengambil langkah pembebasan menunjukkan adanya indikasi kuat bahwa institusi penegak hukum ini mengabaikan prinsip-prinsip dasar restorative justice, yang secara formal diatur dan didorong oleh Kejaksaan Agung, Mahkamah Agung, serta Polri sendiri.

Dalam kasus dugaan penganiayaan dan pengerusakan yang melibatkan Saudari #Badai_NTB terhadap Saudari Rara Marhaen, proses hukum tidak hanya berjalan secara prosedural, namun juga secara substansial telah menemui titik damai. Kedua belah pihak telah menyatakan kesediaan untuk menyelesaikan perkara melalui jalur damai, yang ditandai dengan:

1. Adanya permohonan maaf dan perdamaian terbuka di antara pelaku dan korban;
2. Penandatanganan dokumen perdamaian secara formil dan materil oleh kedua belah pihak;
3. Tidak adanya keberatan dari pihak korban untuk melanjutkan perkara ke proses litigasi, sebagaimana menjadi syarat utama dalam penerapan restorative justice;
4. Pertemuan mediasi yang difasilitasi oleh tokoh masyarakat, yang kemudian menghasilkan kesepakatan damai yang sah secara sosial dan moral.

Namun sangat disayangkan, hingga narasi ini ditulis, Saudari Badai masih belum dibebaskan. Ini menunjukkan bahwa Kapolres Kota Bima tidak hanya mengabaikan semangat keadilan restoratif, tetapi juga menciptakan preseden buruk bagi penegakan hukum yang humanis dan berorientasi pada penyelesaian konflik secara damai.

Padahal, dalam Perpol No. 8 Tahun 2021 tentang Penanganan Tindak Pidana Berdasarkan Keadilan Restoratif, dijelaskan bahwa aparat penegak hukum memiliki kewenangan untuk menghentikan proses hukum apabila telah tercapai perdamaian yang sah dan memenuhi syarat. Apabila hal ini dikesampingkan tanpa alasan yang dapat dipertanggungjawabkan secara hukum maupun etika, maka dapat dinilai sebagai pelanggaran terhadap asas proporsionalitas, legalitas, dan akuntabilitas dalam menjalankan tugas kepolisian.

Lebih dari sekadar persoalan hukum, ini adalah soal keadilan sosial. #Badai_Ntb telah menunjukkan itikad baik untuk menyelesaikan masalah secara damai, korban pun telah memaafkan, dan masyarakat telah menerima penyelesaian ini. Maka tidak ada alasan rasional dan legal bagi pihak Kepolisian Kota Bima, terutama Kapolres, untuk terus menahan seseorang yang telah berdamai dalam kerangka hukum yang sah.

Jika pendekatan hukum restoratif terus diabaikan, maka akan terjadi degradasi kepercayaan publik terhadap institusi kepolisian. Kepolisian bukan hanya alat negara, melainkan pelayan masyarakat yang menjunjung tinggi keadilan. Oleh karena itu, sudah saatnya Kapolres Kota Bima mengevaluasi ulang keputusan ini dan bertindak sesuai dengan hukum yang hidup di masyarakat hukum yang berkeadilan dan bermartabat. ( Andi Putra Utama )

Komentar