PARADAPOS.COM - Kisah Serda Satria Arta Kumbara, mantan anggota Marinir TNI AL yang kini bergabung sebagai tentara Rusia, terus menjadi sorotan publik. Namanya viral di media sosial setelah mengaku ikut bertempur dalam konflik Rusia-Ukraina. Ia menyatakan keterlibatannya sebagai bagian dari operasi militer khusus yang dilakukan Rusia (Russian Special Military Operations).
Satria sebelumnya merupakan anggota aktif di Inspektorat Korps Marinir (Itkormar) Cilandak, Jakarta Selatan. Namun karier militernya berakhir tragis saat ia dinyatakan desersi sejak 13 Juni 2022 karena tidak hadir bertugas lebih dari 30 hari berturut-turut.
“Serda Satrya desersi terhitung mulai tanggal 13 Juni 2022 sampai sekarang,” ungkap Kadispenal Laksma I Made Wira Hady Arsanta Wardhana, Sabtu (10/5/2025).
Ia pun disidang secara in absentia oleh Pengadilan Militer II-08 Jakarta dan dijatuhi hukuman satu tahun penjara serta pemecatan dari dinas kemiliteran pada April 2023.
Bukan Tentara Bayaran: Klaim Satria sebagai Tentara Organik Rusia
Setelah kasusnya mencuat ke publik, banyak yang menyebut Satria sebagai tentara bayaran. Namun ia membantah keras tudingan tersebut dan menyatakan bahwa ia adalah tentara resmi yang terdaftar di Angkatan Darat Rusia.
“Saya bukan tentara bayaran, saya tentara organik di AD (Angkatan Darat) Rusia,” tegas Satria, Sabtu (10/5/2025).
Dalam klarifikasinya kepada Republika.co.id, Satria menyebut bahwa dirinya direkrut secara formal oleh militer Rusia.
Meski belum jelas apakah ia telah mengganti kewarganegaraannya, akun TikTok @zstrom689 memperlihatkan dirinya dalam balutan seragam militer Rusia dan berpose di medan perang bersama tentara lain.
Gaji Fantastis yang Menjadi Sorotan
Salah satu aspek paling menarik dari kisah ini adalah besaran gaji yang diterima Satria. Berdasarkan unggahan akun X @tribunpontianak, disebutkan bahwa Satria menerima gaji sekitar Rp50 juta per bulan sebagai tentara Rusia.
Sementara itu, laporan dari The New Voice of Ukraine menyebutkan bahwa Rusia merekrut antara 8.000 hingga 9.000 tentara kontrak tiap bulan, total sekitar 130.000 orang per tahun. Panglima Tertinggi Ukraina, Oleksandr Syrskyi, bahkan menyebut bahwa motivasi utama mereka adalah uang.
“Uang selalu menjadi motivator bagi mereka,” katanya dalam wawancara dengan LB.ua, 9 April 2025.
Di beberapa wilayah, gaji tentara kontrak Rusia bahkan dilaporkan bisa mencapai USD 40.000 atau sekitar Rp600 juta per bulan. Namun, laporan dari The Moscow Times menyebutkan bahwa gaji tersebut hanya berlaku untuk posisi tertentu dan tidak semuanya mencapai angka itu.
Status Kewarganegaraan dan Kekhawatiran Diplomatik
Keputusan Satria untuk bergabung dengan militer asing menimbulkan kekhawatiran diplomatik, terutama karena status kewarganegaraannya belum jelas. Kementerian Luar Negeri RI menyatakan tidak memiliki catatan resmi terkait keberangkatannya ke Rusia.
Berdasarkan undang-undang di Indonesia, bergabung dengan militer asing tanpa izin presiden bisa menjadi alasan pencabutan kewarganegaraan.
Hal ini memunculkan polemik, mengingat Satria adalah mantan personel militer terlatih yang sebelumnya bertugas di institusi pertahanan Indonesia.
Tentara Bayaran Rusia dan Perbedaan dengan Satria
Rusia dikenal memiliki kelompok tentara bayaran seperti Wagner Group yang sempat dipimpin oleh Yevgeny Prigozhin sebelum tewas dalam kecelakaan pesawat pada 2023.
Wagner dikenal sebagai unit tempur elit non-resmi dengan imbalan bayaran tinggi yang merekrut mantan tentara berpengalaman dari berbagai negara.
Namun, Satria menegaskan bahwa ia bukan bagian dari kelompok seperti Wagner.
Dengan menyatakan dirinya sebagai tentara organik AD Rusia, ia mencoba membedakan dirinya dari pasukan kontrak bayaran yang tidak berada langsung di bawah struktur resmi militer Rusia.
Fenomena Global dan Daya Tarik Finansial
Perjalanan hidup Satria Arta Kumbara mencerminkan dinamika kompleks konflik global yang mampu menarik individu dari berbagai latar belakang, termasuk mantan prajurit dari negara lain.
Dengan iming-iming gaji tinggi, kondisi seperti ini dapat menimbulkan potensi ketegangan baru, termasuk dari sisi keamanan dan loyalitas.
Meskipun Satria mengklaim bergabung secara legal, keputusan ini tetap menimbulkan perdebatan publik, baik dari sisi moral, hukum, hingga hubungan antarnegara.
Kasus ini juga menjadi refleksi tentang bagaimana dampak perang tidak hanya dirasakan di medan tempur, tetapi juga dalam urusan diplomasi internasional dan identitas kebangsaan.***
Sumber: rmol
Artikel Terkait
Megawati Sindir Jokowi soal Ijazah Palsu: Kalau Ijazahnya Betul, Kasih Aja
PKS Dorong Menkes Segera Uji Coba Vaksin TBC Bill Gates
Jokowi Bertemu Dosen Pembimbing, Kasmudjo: Saya Itu Ngajari Jujur
Indonesia Dinujum Bakal Berubah Jadi Kerajaan Lagi setelah Hancur Habis-habisan