Kasus yang menjerat Hasto Kristiyanto, Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan, semakin menyedot perhatian publik. Setelah sebelas kali persidangan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta Pusat, kasus ini tak hanya menyangkut aspek hukum, tetapi juga muatan politik yang disebut-sebut terkait kekecewaan Presiden Jokowi terhadap gagalnya wacana tiga periode.
Firman Tendry Masengi, S.H., M.H., CLA, CTL, praktisi hukum sekaligus aktivis ProDem, dalam keterangannya menyebut ada nuansa pembunuhan karakter dalam kasus Hasto Kristiyanto. “Kasus ini mencerminkan penganiayaan dengan instrumen hukum sekaligus character assassination,” ungkap Firman kepada www.suaranasional.com, Ahad (18/5/2025).
Ia menilai bahwa sulit untuk menghapus kesan adanya dendam politik dalam proses hukum yang menjerat Hasto.
Dakwaan terhadap Hasto Kristiyanto melibatkan dua tuduhan utama:
- Obstruction of Justice (Pasal 21 UU Tipikor) – Hasto diduga menyuruh stafnya, Kusnadi, untuk menyembunyikan barang bukti terkait Harun Masiku.
- Suap Politik (Pasal 5 UU Tipikor) – Hasto dituduh mengetahui atau terlibat dalam pemberian uang kepada Komisioner KPU melalui Saeful Bahri.
Namun, ada sejumlah temuan menarik dari sebelas kali persidangan yang telah digelar:
- Kusnadi sebagai saksi kunci mengatakan, “Saya tidak pernah menerima perintah eksplisit dari Hasto.”
- Barang bukti disita tanpa prosedur hukum yang sah, bahkan tanpa surat penyitaan.
- Tidak ada bukti elektronik atau saksi yang menguatkan keterlibatan Hasto dalam transaksi suap.
- Penyidik KPK yang hadir sebagai saksi dinilai mengaburkan objektivitas karena juga berperan sebagai pelaksana penyitaan.
Firman Tendry mengungkapkan tiga kemungkinan arah vonis dalam kasus ini:
- Bebas Murni (Vrijspraak) – Jika hakim menerapkan prinsip in dubio pro reo dan melihat tidak adanya bukti yang kuat.
- Lepas dari Segala Tuntutan Hukum (Onslag) – Jika perbuatan tidak memenuhi unsur tindak pidana.
- Vonis Bersalah (Veroordoling) – Jika hakim memutuskan Hasto bersalah, kemungkinan hukumannya ringan, mengingat tidak ada bukti eksplisit yang memberatkan.
Firman juga mengungkapkan adanya potensi intervensi politik dalam kasus ini. Ia menjelaskan, “Jokowi disebut kecewa terhadap PDI Perjuangan pasca-gagalnya rencana tiga periode.” Selain itu, KPK yang sedang dalam sorotan publik bisa saja memanfaatkan kasus ini untuk memulihkan citra.
Harun Masiku, sebagai pelaku utama, hingga kini belum juga ditemukan, namun sorotan penyidik dan media tetap terfokus pada Hasto.
Jika vonis bersalah dijatuhkan tanpa bukti kuat, maka publik akan mempertanyakan independensi peradilan. Sebaliknya, jika Hasto dibebaskan, hal ini bisa menjadi bukti bahwa hukum masih bisa ditegakkan secara objektif.
Apapun hasilnya, vonis Hasto Kristiyanto akan menjadi tolok ukur: apakah hukum dapat berdiri tegak atau tunduk pada tekanan politik.
Sumber: suaranasional
Foto: Firman Tendry Masengi (IST)
Artikel Terkait
Pemberian Gelar Pahlawan Nasional ke Soeharto Tidak Tepat
Mengenal Eigendom Verponding: Warisan Kolonial Belanda yang Masih Menjadi Masalah
Diduga Diterlantarkan, Pasien RSUD Madina Meninggal Dunia
BREAKING NEWS! Kaesang Pangarep Kirim Isyarat Tinggalkan Persis Solo