Hikmahanto Soroti Kasus Tom Lembong: Tanpa Niat Jahat tapi Divonis Bersalah

- Rabu, 23 Juli 2025 | 09:30 WIB
Hikmahanto Soroti Kasus Tom Lembong: Tanpa Niat Jahat tapi Divonis Bersalah


Guru Besar Ilmu Hukum UI, Hikmahanto Juwana, bicara soal kasus dugaan korupsi importasi gula yang menjerat Menteri Perdagangan (Mendag) RI 2015-2016, Thomas Trikasih Lembong atau Tom Lembong. Dalam kasus itu, Tom Lembong divonis 4,5 tahun penjara.

"Saya bukan ahli ataupun pakar hukum pidana. Namun sebagai seorang yang memegang gelar Sarjana Hukum saya terusik dengan putusan hakim dalam kasus Tom Lembong yang memvonis Tom Lembong bersalah meski tidak ada Mens Rea atau niat jahat," kata Hikmahanto dalam keterangannya, Rabu (23/7).

Padahal, kata Hikmahanto, unsur adanya niat jahat sangat penting dan harus ada dari pelaku yang dijerat dengan pasal 2 UU Tindak Pidana Korupsi (Tipikor). Pasal ini terkait dengan perbuatan yang menyebabkan kerugian negara.

"Sangat penting dan harus ada," kata dia.

Delik korupsi dalam Pasal 2, lanjut Hikmahanto, harus ada niat jahat dan tidak bisa disamakan dengan lainnya, seperti Pasal 359 KUHP yang mengatur matinya orang tanpa adanya mens rea. 

"Pasal 359 mempidana pelaku yang menghilangkan nyawa orang lain karena kesalahan atau kealpaan. Kesalahan atau kealpaan di sini merujuk pada tidak adanya mens rea namun ada actus reus atau perbuatan jahat.

Hikmahanto mencontohkan, jika konteksnya adalah pidana dalam hal hilangnya nyawa orang, maka ada tiga varian pendekatan. Pertama, adanya mens rea dan actus reus sebagaimana diatur dalam Pasal 338 dan 340 KUHP.

Kedua adalah ada mens rea namun actus reus tidak menghasilkan sepanjang mens rea sudah ada permulaan pelaksanaan. 

"Misalnya orang hendak membunuh dengan racun namun racun tidak memadai. Maka orang tersebut dikenakan Pasal 53 KUHP tentang percobaan juncto Pasal 338 KUHP," kata dia.

Ketiga, adalah karena kealpaan atau kekhilafan sebagaimana diatur dalam Pasal 359 KUHP.

Nah, menurut Hikmahanto, Pasal 2 UU Tipikor tidak dapat dipadankan dengan perbuatan yang mengakibatkan hilangnya nyawa. Padanan yang tepat adalah ketentuan Pasal 362 KUHP tentang Pencurian.

Dalam konteks pencurian maka mens rea harus ada. Tidak mungkin seseorang mencuri karena kealpaan atau tidak ada mens rea.

Oleh karenanya, menurut Hikmahanto, dalam perumusan Pasal 362 KUHP, juga Pasal 2 UU Tipikor, tidak ada kata 'dengan sengaja' di mana kata ini merujuk pada harus adanya mens rea sekaligus actus reus.

"Tanpa adanya kata 'dengan sengaja' tidak berarti tidak perlu ada mens rea. Justru sebaliknya dengan tidak ada kata "dengan sengaja' mens rea sekaligus actus reus dari pelaku wajib ada," kata dia.

Menurut Hikmahanto, tidak adanya kata 'dengan sengaja' dalam Pasal 362 KUHP dan Pasal 2 UU Tipikor lebih karena bagaimana perumus UU merancang pasal.

"Bila dalam Pasal 362 KUHP atau Pasal 2 terdapat kata 'dengan sengaja' berarti perumus harus merumuskan pasal di mana ada 'karena kealpaan' atau 'karena kesalahannya', di mana tanpa mens rea dapat dipidana," ucapnya.

Padahal, menurutnya, dalam pencurian atau merugikan keuangan negara tidak mungkin tidak ada mens rea.

"Oleh karenanya tidak heran bila banyak pihak mempertanyakan bagaimana mungkin tanpa mens rea, Tom Lembong divonis bersalah berdasarkan Pasal 2 UU Tipikor," pungkas Hikmahanto. 

Soal Mens Rea Jadi Memori Banding Tom Lembong

Terkait vonis 4,5 tahun penjara, Tom Lembong sudah mengajukan banding. Salah satu yang disorot adalah soal mens rea.

"Contoh paling utama adalah seperti yang sudah disampaikan setelah putusan kemarin, tidak adanya mens rea, tidak adanya niat jahat. Tapi, Pak Tom dalam putusan pertama itu dikatakan secara bersama-sama melakukan tindak pidana," kata kuasa hukum Tom Lembong, Zaid Mushafi, di Pengadilan Tipikor Jakarta, Selasa (22/7).

"Bagaimana bisa juga tindak pidana itu terjadi tanpa dilakukan adanya niat jahat. Niat ini kan harus ada buktinya, buktinya apa? Adanya sebuah perbuatan. Nah, dari perbuatan-perbuatannya ini, itu bukan perbuatan-perbuatan untuk niat jahat," jelas dia.

Selain itu, Tom juga mempersoalkan dirinya divonis penjara padahal tidak menikmati uang hasil korupsi.

Sumber: kumparan
Foto: Guru Besar Hukum Internasional Universitas Indonesia Hikmahanto Juwana. Foto: Puspa Perwitasari/ANTARA FOTO

Komentar