Presiden Prabowo Subianto resmi melakukan reshuffle kabinet jilid II pada Rabu, 17 September 2025 kemarin.
Namun, langkah reshuffle kabinet tersebut menuai sorotan tajam dari berbagai kalangan yang menilai pergantian menteri kali ini tidak menghadirkan perubahan signifikan sebagaimana yang diharapkan publik.
Sejumlah pihak menilai reshuffle kali ini tidak lebih dari sekadar rotasi jabatan, bukan peningkatan kualitas kabinet.
Kritik muncul karena beberapa menteri yang diprediksi akan diganti justru bertahan, sementara figur pengganti yang diharapkan publik tidak masuk dalam jajaran baru.
Erick Thohir Digeser, Publik Nilai Sekadar Transisi?
Salah satu pergeseran yang paling disorot adalah posisi Erick Thohir.
Ia diberhentikan dari jabatan sebelumnya dan dialihkan menjadi Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora).
Banyak pengamat menilai langkah ini hanya sebagai bentuk transisi politik, bukan pengurangan pengaruh kelompok lama.
Erick Thohir sendiri dianggap masih bagian dari kekuatan politik yang berafiliasi dengan pemerintahan sebelumnya.
Qodari Jadi Kepala Staf Presiden, Dinilai Kontradiktif!
Yang paling mengejutkan adalah pengangkatan Muhammad Qodari sebagai Kepala Staf Presiden.
Qodari dikenal sebagai sosok yang mendorong wacana perpanjangan masa jabatan presiden hingga tiga periode pada era Jokowi.
Keputusan ini memicu kekecewaan masyarakat sipil karena dinilai bertentangan dengan semangat demokrasi.
"Pengangkatan Qodari dianggap menunjukkan bahwa Presiden Prabowo tidak peka terhadap tuntutan reformasi, khususnya dari generasi muda yang selama ini menolak ide perpanjangan masa jabatan,” ujar salah satu pengamat politik, Rocky Gerung.
Reshuffle Dinilai Bukan 'Radical Break'
Sejak awal, publik menanti adanya 'radical break' atau terobosan besar dalam kabinet Prabowo.
Akan tetapi yang terjadi justru dianggap sebagai reshuffle biasa tanpa arah baru.
"Jokernya tetap itu-itu saja," kritik Rocky Gerung.
Kekecewaan ini semakin menguat karena susunan kabinet dinilai masih didominasi oleh figur-figur yang dekat dengan lingkaran kekuasaan lama.
Publik pun mempertanyakan ketegasan etis Prabowo dalam membawa arah pemerintahan ke depan.
Dampak Politik dan Tantangan Internasional
Reshuffle jilid II ini juga diprediksi berdampak pada citra Indonesia di mata internasional.
Dalam waktu dekat, Presiden Prabowo akan menghadiri sidang PBB dan berpidato soal demokrasi Indonesia.
Meski demikian, kritik atas pengangkatan figur yang dianggap anti-demokrasi bisa memunculkan pertanyaan tajam dari komunitas global.
Aktivis masyarakat sipil menilai, jika kabinet baru tidak menegaskan komitmen terhadap demokrasi, maka indeks demokrasi Indonesia bisa semakin merosot.
Bahkan, muncul kekhawatiran akan adanya gelombang protes baru dari kalangan mahasiswa dan generasi muda yang menuntut perbaikan sistem politik.
Publik Masih Menunggu Langkah Tegas Prabowo
Kini, sorotan publik tertuju pada langkah lanjutan Presiden RI, Prabowo Subianto.
Apakah ia benar-benar akan mengambil jarak dari rezim lama dan membawa arah baru yang lebih demokratis, atau justru terjebak dalam pragmatisme politik.
Bagi masyarakat sipil, reshuffle seharusnya menjadi momentum untuk memperkuat demokrasi, bukan sekadar mempertahankan status quo.
Jika tidak ada perubahan signifikan, bukan tidak mungkin gelombang kritik dan protes akan kembali menguat di jalanan.
Sumber: disway
Foto: Rocky Gerung -Rocky Gerung Official-YouTube Channel
Artikel Terkait
ICW Laporkan Korupsi Pengurangan Porsi Makanan Haji Rp 255 M, Serahkan 3 Nama Terduga Pelaku
VIRAL Aksi Penghapusan Mural One Piece di Sragen, TNI Klaim Sukarela Tapi Kok Dikawal dan Diawasi?
Pengibar Bendera One Piece Diburu Aparat, Soleh Solihun: Kalau Bendera Ormas sama Parpol Boleh
Fantastis! Dilaporkan Tom Lembong, Lonjakan Harta Kekayaan Hakim Dennie Arsan Fatrika Jadi Sorotan