PARADAPOS.COM - Pemeriksaan mantan Presiden Joko Widodo (Jokowi) oleh Bareskrim Polri menuai sorotan tajam dari berbagai kalangan.
Salah satunya datang dari pengamat politik dan media Asia Tenggara, Buni Yani.
Dalam pernyataan terbarunya, Buni Yani mempertanyakan logika di balik penyelesaian 22 pertanyaan dalam waktu hanya satu jam.
Ia menilai hal tersebut sulit diterima akal sehat, terutama jika merujuk pada standar dan praktik umum penyidikan atau penyelidikan hukum di Indonesia.
“Biasanya penyidik atau penyelidik memerlukan waktu lumayan panjang untuk menyelesaikan satu pertanyaan, karena mereka juga harus mengetik jawaban dari orang yang dimintai keterangan,” ungkap Buni Yani kepada media, Selasa (20/5/2025).
Ia menambahkan, setiap proses klarifikasi atau pemeriksaan hukum seharusnya disertai pendokumentasian yang teliti dan sistematis, yang secara alamiah menyita waktu.
Dengan latar belakang tersebut, pemeriksaan terhadap Jokowi yang diklaim menyelesaikan 22 pertanyaan hanya dalam waktu 60 menit menjadi bahan pertanyaan publik.
“Ini pemeriksaan, konfirmasi, ngobrol-ngobrol biasa, atau apa?” tanya Buni dengan nada retoris.
Pernyataan Buni Yani mewakili keresahan banyak kalangan yang menilai bahwa aparat penegak hukum masih belum sepenuhnya independen ketika berurusan dengan sosok Jokowi.
Selama satu dekade kepemimpinannya, tak sedikit pihak yang menuding Polri kerap berfungsi sebagai “kaki-tangan kekuasaan”, bukan sebagai lembaga penegak hukum yang objektif dan kredibel.
Kejanggalan dalam pemeriksaan Jokowi ini menjadi batu uji keseriusan reformasi internal Polri.
Tidak sedikit pihak yang berharap bahwa pergantian pemerintahan pasca 2024 akan menjadi momentum bagi institusi kepolisian untuk membangun ulang kepercayaan publik.
Menurut Buni Yani, langkah awal yang perlu diambil oleh Polri adalah membuka akses informasi seluas mungkin kepada publik terkait proses pemeriksaan tersebut.
“Jangan sampai publik hanya mendapatkan versi yang sudah direkayasa atau disusun untuk kepentingan pencitraan. Kalau memang 22 pertanyaan bisa diselesaikan dalam 1 jam, tunjukkan transkripnya. Apa saja yang ditanya, dan bagaimana respons Jokowi,” jelasnya.
Ia juga menegaskan bahwa reformasi di tubuh Polri tidak bisa ditunda lagi.
“Polri harus segera membenahi diri. Ini kesempatan untuk memperbaiki citra, untuk menunjukkan kepada rakyat bahwa mereka adalah lembaga milik negara, bukan milik seorang mantan presiden,” tegasnya.
Reaksi publik di media sosial menunjukkan skeptisisme yang tinggi terhadap efektivitas pemeriksaan tersebut.
Banyak yang mempertanyakan apakah proses tersebut benar-benar dilakukan secara prosedural, atau sekadar formalitas belaka demi memadamkan tekanan publik terhadap isu-isu tertentu yang menyangkut Jokowi.
Dalam situasi di mana kepercayaan masyarakat terhadap institusi penegak hukum mengalami erosi, transparansi bukan lagi pilihan, melainkan keharusan.
Polri kini berada di persimpangan jalan: tetap menjadi alat kekuasaan atau bertransformasi menjadi institusi hukum yang profesional, netral, dan dipercaya rakyat.
Di tengah upaya membangun sistem hukum yang adil dan setara, kasus ini menunjukkan bahwa tantangan terbesar masih datang dari dalam institusi itu sendiri.
Seperti dikatakan Buni Yani, “Tidak henti-hentinya rakyat dibuat bertanya-tanya mengenai banyak kejanggalan ketika polisi berhubungan dengan Jokowi.”
👇👇
TAGS
Sumber: JakartaSatu
Artikel Terkait
Prof Daniel Muhammad Rosyid: UUD 2002 Lahirkan Jokowisme dan Korporatokrasi!
Kasus Ijazah Palsu, Buni Yani Bongkar Kejanggalan Dugaan Polisi Lindungi Jokowi!
Jokowi Bisa Jawab 22 Pertanyaan Polisi Dalam 1 Jam, Rocky Gerung: Aneh dan Tidak Masuk Akal!
Dipolisikan Usai Koar-Koar Ijazah Palsu Jokowi, Roy Suryo dkk ke Komnas HAM: Kami Dikriminalisasi!