Polemik Ijazah Jokowi Memanas: Anggota DPR Minta Pengkritik Ditangkap, Refly Harun Murka!

- Sabtu, 05 Juli 2025 | 14:05 WIB
Polemik Ijazah Jokowi Memanas: Anggota DPR Minta Pengkritik Ditangkap, Refly Harun Murka!




PARADAPOS.COM - Polemik Ijazah Jokowi Kembali Memanas: Anggota DPR Desak Penangkapan Pengkritik, Refly Harun Bersuara Keras


Isu keaslian ijazah Presiden Joko Widodo (Jokowi) kembali menjadi sorotan publik, memicu perdebatan sengit dan reaksi keras dari berbagai pihak.


Kali ini, polemik tersebut diperparah dengan pernyataan seorang anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI, Irma Suryani Chaniago, yang secara terbuka mendesak penangkapan pihak-pihak yang mempertanyakan validitas ijazah orang nomor satu di Indonesia tersebut.


Situasi ini sontak mendapat tanggapan tajam dari pakar hukum tata negara, Refly Harun, yang menilai sikap Irma Suryani sebagai bentuk pembelaan terhadap kekuasaan yang tidak semestinya dilakukan oleh seorang wakil rakyat.


Dalam sebuah podcast yang baru-baru ini viral, Refly Harun secara lugas mengkritik keras pernyataan Irma Suryani Chaniago.


"Irma Suryani Chaniago ini aneh ya. Dia ini anggota DPR, tapi kok malah menyerang rakyatnya sendiri," ujar Refly Harun dalam video yang diunggah di YouTube pada Sabtu (5/7/2025). 


Ia menyoroti bagaimana Irma Suryani justru meminta agar pihak-pihak seperti Roy Suryo, Rismon Sianipar, dan dr. Tifa ditangkap dan ditahan karena dianggap menyebarkan isu ijazah palsu.


"Seharusnya sebagai anggota DPR, ia mengayomi, menengahi, bukan malah meminta penangkapan," tegas Refly Harun, merujuk pada peran legislatif yang seharusnya menjembatani kepentingan rakyat.


Ia menambahkan, "Sikapnya ini terkesan 'menimpa' rakyat dan membela kekuasaan, padahal ia dibayar oleh uang rakyat."


Refly Harun menekankan bahwa pertanyaan mengenai keaslian ijazah seorang pejabat publik, apalagi seorang presiden, adalah pertanyaan yang bersifat akademik dan sah dalam sebuah negara demokrasi.


"Ini adalah pertanyaan akademik, seharusnya dijawab dengan klarifikasi dan bukti, bukan dengan ancaman hukum," paparnya. 


Menurutnya, jika ijazah Presiden Jokowi asli, maka solusinya sangat sederhana: "Cukup ditunjukkan dan diverifikasi, masalah akan selesai."


Namun, kenyataan di lapangan menunjukkan sebaliknya, di mana isu ini terus bergulir tanpa ada klarifikasi yang memuaskan publik.


Polemik ijazah ini bukanlah hal baru. Refly Harun mengingatkan bahwa isu ini pertama kali mencuat dari buku "Jokowi Undercover" dan telah menyeret beberapa pihak ke ranah hukum.


"Sudah ada korban yang dipenjara, seperti Bambang Tri dan Gus Nur, karena mempertanyakan hal serupa," ungkap Refly Harun.


Yang menjadi pertanyaan besar baginya adalah fakta bahwa selama persidangan kasus-kasus sebelumnya, ijazah asli yang dipermasalahkan tidak pernah dihadirkan.


"Selama persidangan kasus sebelumnya, ijazah yang asli tidak pernah dihadirkan, sehingga menimbulkan pertanyaan publik yang berkelanjutan," jelasnya, memperkuat argumen bahwa transparansi adalah kunci dalam menyelesaikan isu ini.


Lebih lanjut, Refly Harun menyoroti tanggung jawab besar yang diemban oleh seorang pejabat publik, terutama anggota DPR. 


"Pejabat publik yang dibiayai negara seharusnya memiliki kewajiban yang lebih besar dibandingkan warga negara biasa," katanya.


Ia menyayangkan jika ada anggota DPR yang tidak memahami perannya sebagai wakil rakyat.


"Anggota DPR seharusnya kritis dan membela kepentingan rakyat, bukan malah membela oligarki atau mantan presiden," tegasnya, menggarisbawahi pentingnya independensi dan keberpihakan kepada rakyat.


Dalam podcast tersebut, Refly Harun juga memaparkan hasil polling yang dilakukannya di kanal YouTube pribadinya, yang menunjukkan adanya dukungan signifikan dari publik terhadap pihak-pihak yang mempertanyakan ijazah Presiden.


"Ada dukungan publik yang signifikan terhadap pihak-pihak yang mempertanyakan ijazah Presiden," klaimnya.


Ia menyebutkan bahwa hasil polling tersebut menunjukkan mayoritas responden lebih percaya pada Roy Suryo dkk. dibandingkan Bareskrim atau Universitas Gadjah Mada (UGM) terkait isu ijazah.


"Saya menantang pihak lain untuk membuat polling tandingan jika tidak setuju dengan hasil polling saya," tantangnya, menunjukkan keyakinannya terhadap pandangan publik.


Refly Harun berharap, penegakan hukum di Indonesia dapat berjalan sesuai koridornya, tanpa adanya intervensi politik atau pembungkaman kritik.


"Penangkapan seseorang harus didasari alasan yang rasional dan legal, bukan karena kritik atau perbedaan pendapat," ujarnya.


Ia juga menyuarakan harapannya terhadap pemimpin masa depan, "Saya berharap Presiden Prabowo nantinya akan menjadi presiden yang tidak memenjarakan orang-orang kritis."


Baginya, demokrasi sejati adalah demokrasi yang hidup dengan perdebatan sehat, bukan dengan asumsi atau pembungkaman. 


"Demokrasi seharusnya hidup dengan perdebatan yang sehat, bukan dengan asumsi atau pembungkaman," pungkasnya.


Secara pribadi, Refly Harun menyatakan tidak gentar dengan ancaman yang mungkin muncul akibat keberaniannya menyuarakan isu ini.


"Saya tidak takut dengan ancaman karena yakin publik bisa membedakan mana yang substansial dan mana yang menyerang karakter," tegasnya.


Ia juga mengungkapkan keprihatinannya bahwa isu ijazah ini menjadi rumit dan menimbulkan gesekan di masyarakat. 


"Saya merasa prihatin isu ijazah menjadi rumit dan menimbulkan gesekan," ujarnya.


Dalam analogi yang kuat, ia membandingkan situasi ini dengan pertarungan David melawan Goliath, di mana pihak yang mempertanyakan ijazah (David) berhadapan dengan kekuasaan (Goliath).


Sebagai bentuk komitmennya terhadap masyarakat sipil, Refly Harun menyatakan, "Saya secara pribadi akan menolak jabatan apapun hingga tahun 2029 untuk tetap bersama masyarakat sebagai civil society."


Komentar dari penonton podcast juga memperkaya dinamika perdebatan ini. 


Beberapa di antaranya menyoroti afiliasi politik Irma Suryani Chaniago dari Partai Nasdem, mempertanyakan sikapnya mengingat Nasdem tidak mendukung Prabowo.


Ada pula yang meminta agar Gus Nur, salah satu pihak yang pernah dipenjara karena isu serupa, dihadirkan dalam podcast.


Kritik juga dilayangkan kepada Irma karena dianggap tidak mendidik rakyat dan diam saat ada dugaan pelanggaran oleh pejabat.


Bahkan, ada yang berpendapat bahwa masalah ijazah ini sederhana, dan yang membuatnya rumit adalah Presiden Jokowi sendiri.


Polemik ijazah Presiden Jokowi, dengan segala dinamika dan reaksi yang menyertainya, menunjukkan betapa pentingnya transparansi dan akuntabilitas bagi seorang pemimpin di mata publik.


Desakan untuk klarifikasi yang transparan dan penolakan terhadap upaya pembungkaman kritik menjadi indikator kuat bahwa masyarakat menginginkan demokrasi yang sehat dan berintegritas.


👇👇



Sumber: Suara

Komentar