PARADAPOS.COM - Rencana Pemerintah Israel, yang dipimpin Perdana Menteri Benjamin Netanyahu, mencaplok Gaza, menuai protes banyak tokoh berpengaruh.
Mereka menilai rencana itu jauh dari nilai kemanusiaan dan membahayakan keberlanjutan Israel dan orang-orang Yahudi.
Seorang profesor Yudaisme dan Studi Israel yang mengidentifikasi dirinya sebagai seorang Zionis liberal, Tomer Persico, mengunggah sebuah narasi di Facebook yang mengejutkan banyak orang Israel.
Dia menyebut Israel sebagai negara "gila" di mata dunia, dipimpin oleh "orang-orang fanatik tanpa batas atau logika."
Ia berpendapat bahwa gelombang pengakuan negara Palestina tidak hanya dimaksudkan untuk menegaskan hak rakyat Palestina atas penentuan nasib sendiri , tetapi juga untuk memberi mereka alat untuk membela diri melawan Israel.
"Mereka hanya ingin menyelamatkan rakyat Gaza dari Israel," tulisnya.
Ia melanjutkan dengan menampilkan gambaran keruntuhan moral total, menambahkan bahwa "kedaulatan Yahudi, bagi banyak orang, akan menjadi potensi kengerian bagi umat manusia."
Para peneliti di Israel yakin di sinilah letak bahaya terbesarnya.
"Begitu sebagian masyarakat Israel mengadopsi wacana ini, yang menjadikan Israel 'model kegagalan moral yang berdaulat', mereka kehilangan fondasi historis dan moral yang ingin diandalkan oleh para pendiri negara. Jelaslah bahwa penulis seperti Persico menyatakan hilangnya kepercayaan mereka terhadap masa depan negara Ibrani. Dalam konteks ini, ia tidak sendirian, seiring dengan semakin intensifnya wacana ke arah ini," sebagaimana diberitakan Al Jazeera.
Kantor berita zionis, Maariv, menayangkan sebuah tulisan berjudul "Bangun, Orang Israel," oleh Ephraim Ganor.
Dia menulis, "Negara Israel sedang kehilangan arah, baik akal sehatnya maupun ideologi Zionis yang mendasarinya."
Dalam pandangannya, sembari menuntut penggulingan pemerintahan Netanyahu sebelum terlambat, ia percaya bahwa sementara negara ini hancur di depan mata kita, dan sementara proyek Zionis , yang diimpikan selama beberapa generasi dan dibangun di atas lautan darah, keringat, dan air mata, sedang dihancurkan.
Sementara itu, mayoritas rakyat tetap diam. Mereka menyaksikan kudeta yang merusak terjadi di depan mata mereka.
Para kepala staf diubah menjadi 'kain lap' oleh mereka yang tidak pernah mengenakan seragam militer. Polisi menjadi, sebagian besar, milisi.
Artikel Terkait
Gibran Dapat Tugas Khusus Prabowo di KTT G20 2025: Ini Misi Diplomatiknya
Fakta Mengejutkan Hubungan Terlarang AKBP B dengan Dosen Untag Semarang, Satu KK Sejak 2020
Roy Suryo Dicekal ke Luar Negeri, Santai: Bahan Black Paper Sudah Komplet
Polri Musnahkan Ladang Ganja 51,75 Hektare di Gayo Lues, 1,9 Juta Batang Disita