Prabowo Duduk di Samping Try Sutrisno saat Halal Bihalal Purnawirawan TNI, Pengamat: Pesan Senyap untuk Jokowi dan Geng Solo

- Rabu, 07 Mei 2025 | 06:55 WIB
Prabowo Duduk di Samping Try Sutrisno saat Halal Bihalal Purnawirawan TNI, Pengamat: Pesan Senyap untuk Jokowi dan Geng Solo


Sebuah momen menarik terjadi saat acara Halal Bihalal Purnawirawan TNI yang digelar di Jakarta, Selasa (6/5/2025). Presiden RI Prabowo Subianto, terlihat duduk berdampingan dengan mantan Wakil Presiden Try Sutrisno, figur sentral dalam Forum Prajurit Purnawirawan TNI. Momen ini memantik spekulasi luas tentang sinyal politik terselubung yang ditujukan pada mantan Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan lingkaran kekuasaannya yang kerap disebut sebagai “Geng Solo”.

Try Sutrisno, mantan Panglima ABRI yang memiliki pengaruh kuat di kalangan purnawirawan, sebelumnya mengejutkan publik lewat pernyataannya yang menyerukan pemakzulan terhadap Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka, putra sulung Presiden Jokowi. Forum Prajurit Purnawirawan TNI, yang dimotori oleh Try, menilai bahwa pencalonan Gibran dalam Pilpres 2024 penuh cacat etik dan hukum.

Pernyataan itu langsung disusul dengan mutasi Letjen TNI Kunto Arief Wibowo—putra Try Sutrisno—yang dicopot dari jabatan strategis sebagai Panglima Komando Gabungan Wilayah Pertahanan (Pangkogabwilhan) I dan dipindahkan menjadi Staf Khusus KSAD. Namun, mutasi tersebut kemudian dibatalkan, dan publik meyakini pembatalan itu merupakan intervensi halus dari Prabowo Subianto.

Pengamat intelijen dan geopolitik Amir Hamzah menilai, kehadiran Prabowo di samping Try Sutrisno bukan sekadar formalitas atau kebetulan. “Dalam dunia intelijen dan simbol kekuasaan, duduk berdampingan adalah bentuk komunikasi yang tak diucapkan secara langsung. Prabowo tengah menyampaikan bahwa ia tidak meninggalkan barisan purnawirawan, dan lebih jauh lagi, ia memberikan ruang bagi aspirasi mereka—termasuk soal pemakzulan Gibran,” jelas Amir kepada wartawan, Rabu (7/5/2025)

Amir menegaskan bahwa langkah Prabowo duduk bersama Try mengandung tiga lapisan pesan: pertama, kepada Jokowi bahwa ia tidak akan melindungi Gibran secara membabi buta; kedua, kepada para purnawirawan bahwa Prabowo masih mengindahkan suara mereka; dan ketiga, kepada publik bahwa kepemimpinan pasca-2024 tidak akan dikendalikan oleh Geng Solo.

“Jokowi harus membaca sinyal ini dengan cermat. Ini bukan perlawanan frontal, tapi permainan politik senyap khas militer—di mana makna lebih kuat daripada suara,” tambahnya.

Sebagai sosok yang sudah kenyang makan asam garam politik, Prabowo tampak memilih pendekatan “dua kaki” dalam menyikapi konflik antara Forum Purnawirawan dan Gibran. Ia tidak melarang permintaan pemakzulan Gibran, namun juga tidak secara terbuka mendukungnya. Dengan posisi ini, Prabowo menjaga keseimbangan antara loyalitas kepada konstitusi dan kedekatannya dengan kalangan militer senior yang selama ini menjadi basis dukungannya.

Sumber di internal Kementerian Pertahanan menyebutkan bahwa Prabowo sempat menyarankan agar TNI menjaga profesionalisme dan tidak terjebak dalam tarik-menarik politik istana. Namun, di sisi lain, ia juga tidak memblokir kanal komunikasi antara dirinya dan Forum Purnawirawan TNI.

“Yang jelas, Prabowo bukan boneka siapa pun. Ia sedang membentuk orbit kekuasaan baru yang tidak tunduk pada Jokowi. Peristiwa duduk bersama Try Sutrisno adalah artikulasi dari konsolidasi kekuatan yang lebih besar, yang akan terasa dalam beberapa bulan ke depan,” ujar Amir.

Momen duduk berdampingan ini juga menyimpan pesan bagi pihak luar, termasuk komunitas intelijen internasional. Banyak yang bertanya, seberapa kuat Gibran di mata Prabowo? Jawabannya kini mulai jelas: tidak cukup kuat untuk menyingkirkan pengaruh para purnawirawan.

Selain itu, citra Prabowo sebagai pemimpin militer yang menghormati seniornya mengirimkan sinyal ke dalam tubuh TNI bahwa kendali sipil ke depan tidak akan meninggalkan nilai-nilai militeristik yang selama ini menjadi perekat nasionalisme Indonesia.

Duduknya Prabowo di samping Try Sutrisno adalah lebih dari sekadar gestur hormat. Ia mencerminkan pergeseran dinamika kekuasaan dari dominasi sipil yang terpusat pada Jokowi dan Geng Solo, menuju model yang lebih plural dan berakar pada tradisi militer. Bagi sebagian kalangan, ini adalah bentuk koreksi terhadap nepotisme; bagi yang lain, ini adalah strategi politik balas budi.

Namun yang pasti, Prabowo telah memperlihatkan bahwa ia tak hanya akan menjadi Presiden yang duduk di kursi kekuasaan, tapi juga aktor strategis yang tahu kapan harus diam, kapan harus bersikap, dan kapan cukup hanya dengan duduk di samping seseorang.

Foto: Amir Hamzah (IST)

Komentar