Sebuah momen singkat di panggung acara resmi di Batujajar pada Minggu
(10/8/2025) lalu kini menjadi pusat perbincangan politik.
Di tengah suasana penuh wibawa, Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka
terekam kamera berjalan melewati Menteri Koordinator Bidang Infrastruktur
dan Pembangunan Kewilayahan, Agus Harimurti Yudhoyono (AHY).
Tak ada jabat tangan, hanya sebuah anggukan singkat yang terkesan dingin.
Bagi sebagian kalangan, gestur tersebut mungkin tidak bermakna apa-apa.
Namun, di panggung politik yang sarat dengan simbol, setiap gerakan dapat
ditafsirkan sebagai pesan.
Pengamat politik, Muslim Arbi, menilai insiden ini lebih dari sekadar
canggung.
Menurutnya, isyarat dingin itu adalah representasi kasat mata dari benturan
dua poros kekuatan besar dalam koalisi: "Geng Solo" yang merupakan lingkar
kekuasaan Presiden Joko Widodo dan Gibran, melawan "Geng Pacitan" sebagai
episentrum politik keluarga Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dan Partai
Demokrat.
"Ketegangan di panggung Batujajar ini, bisa berdampak langsung pada
stabilitas koalisi pendukung Prabowo–Gibran," sebut Arbi dikutip Senin
(11/8/2025).
Kutipan ini menggarisbawahi potensi risiko bahwa riak-riak kecil di
permukaan dapat menjadi gelombang besar yang menguji soliditas pemerintahan.
Istilah "Geng Solo" dan "Geng Pacitan" sendiri merujuk pada akar geografis
dan ideologis dua dinasti politik modern di Indonesia.
"Geng Solo" lekat dengan gaya politik pragmatis Jokowi yang kini diwarisi
oleh Gibran, sementara "Geng Pacitan" identik dengan trah politik SBY yang
terstruktur dan terpusat di Partai Demokrat yang dipimpin AHY.
Persaingan ini, meski tak terucap, diyakini terus membayangi dinamika
internal koalisi.
Di tengah spekulasi keretakan ini, Partai Demokrat secara terbuka
menunjukkan manuver strategisnya.
Meski para elite partai seperti Andi Mallarangeng menyatakan belum ada
pembahasan untuk mencalonkan AHY di Pilpres 2029 dan menegaskan dukungan
penuh pada pemerintahan Prabowo, langkah-langkah partai berbicara lain.
Dalam sebuah retreat partai di Pacitan, AHY secara eksplisit menyebut acara
itu sebagai momentum untuk "kontemplasi, evaluasi, sekaligus pembaruan
semangat perjuangan politik partai termasuk persiapan menghadapi pileg dan
pilpres pada 2029".
Ini adalah sinyal jelas bahwa Demokrat tidak hanya menjadi penumpang dalam
koalisi, melainkan sedang membangun mesin politiknya untuk kontestasi masa
depan.
AHY juga secara terbuka menyebut SBY sebagai "mentor, pembimbing, dan
ideolog" yang menjadi sumber energi perjuangan partai, menegaskan pengaruh
kuat "Geng Pacitan".
Dengan demikian, gestur dingin di Batujajar bisa jadi merupakan percikan
awal dari sebuah persaingan jangka panjang.
Di satu sisi, Gibran sebagai representasi kekuatan baru ingin menegaskan
posisinya.
Di sisi lain, AHY dan Demokrat sedang menyusun kekuatan, mempersiapkan jalan
untuk kembali ke puncak kekuasaan pada 2029, menjadikan stabilitas koalisi
saat ini sebagai pertaruhan utamanya.
Sumber:
suara
Foto: Tangkapan layar Gibran Rakabuming Raka tak salami AHY. [Dok. Istimewa]
Artikel Terkait
VIRAL Negara Ambil Tanah Terlantar, Menteri ATR Nusron Wahid Kini Minta Maaf: Candaan Saya Tidak Tepat
IRONI! Ekonomi Katanya Meningkat, Tapi Marak PHK Massal: Pertumbuhan Ini Tumbuh Untuk Siapa?
KACAU! 28 Ribu Karyawan BUMN Kecipratan Bansos, DPR Meradang: Validasi Ulang!
Riset Celios Ungkap Orang Miskin Bayar Pajak Lebih Besar, Orang Kaya Simpan Aset di Luar Negeri