Polisi Babak Belur Soal Kredibilitas: Ujungnya Ijazah Diamankan - Aktivis Bakal Dipenjarakan?

- Sabtu, 10 Mei 2025 | 13:55 WIB
Polisi Babak Belur Soal Kredibilitas: Ujungnya Ijazah Diamankan - Aktivis Bakal Dipenjarakan?


Polisi Babak Belur Soal Kredibilitas: 'Ujungnya Ijazah Diamankan - Aktivis Bakal Dipenjarakan?'


Oleh: Edy Mulyadi

Wartawan Senior


Hari- hari ini perkembangan gaduh ijazah Jokowi harusnya memasuki babak penentu. 


Bareskrim sudah datang ke Polres Surakarta. Katanya, soal ini sudah selesai 90%. 


Tinggal tunggu hasil uji forensik ijazah dengan tujuh ijazah pembanding. 


Jokowi, lewat adik iparnya, konon, telah menyerahkan ijazah ke polisi untuk diuji forensik.


Penyerahan ijazah Jokowi kepada polisi  terasa terlambat dan manipulatif. 


Ipar Jokowi memang felah datang ke Bareskrim, konon, membawa ijazah Jokowi. Tapi apa benar dia bawa ijazah Jokowi? Apa benar ijazah itu asli?


Timing-nya juga mencurigakan. Kenapa baru sekarang? Kenapa baru setelah kepresidenan ketika kekebalan politiknya berkurang? 


Kita bisa membaca ini sebagai upaya defensif untuk mengendalikan narasi setelah polemik memanas. Bukan inisiatif tulus membuktikan keabsahan.


Penyelidikan yang bergantung pada Puslabfor Polri memicu keraguan serius. 


Institusi ini memiliki rekam jejak buruk dalam rekayasa kasus. Misalnya, kasus Jessica Wongso, bukti kopi sianida dianggap dipaksakan. 


KM 50, dengan video seleksi bohong yang memutarbalikkan fakta. Kasus stadion Kanjuruhan, Malang. Laporan korban diabaikan. 


Lalu, kasus Vina Cirebon. Temuan forensiknya dipertanyakan. Ditambah karakteristik Jokowi sebagai The King of Lips Service membuat ending kasus ini jadi mudah ditebak.


Tanpa uji independen oleh laboratorium internasional, hasilnya sulit dipercaya. 


Itu sebabnya Roy Suryo mengusulkan uji forensik dilakukan di Singapura. Publik juga bisa mendesak bantuan Rismon Sianipar dan jaringan Jepangnya.


Babak-Belur di Krebilitas


Faktanya hingga kini verifikasi publik atau keterlibatan akademisi independen tak pernah terjadi. 


Penyerahan ijazah ke Bareskrim tetap tertutup. Yang ada, publik dipaksa bergantung dan percaya pada institusi yang reputasinya ternoda. 


Semuanya kian menguatkan fakta bagaimana babak-belurnya kredibilitas penguasa dalam menuntaskan gaduh ijazah Jokowi.


Pada saat yang sama, ini memperkuat narasi bahwa Jokowi memilih jalur hukum untuk mengkriminalisasi kritik. 


Ancaman pasal karet terhadap Roy Suryo dan kawan-kawan bisa jadi bukti. Harusnya Jokowi dan polisi  membuka dokumen untuk pemeriksaan terbuka.


Advokat Ahmad Khozinudin malah menduga hasil uji forensik itu bakal dijadikan landasan mengkriminalisasi para pengeritik. 


Polisi merasa punya dasar menjerat Rizal Fadillah, dokter Tifa, Roy Suryo, Rismon Sianipar, dan Kurnia Tri Royani dengan pasal-pasal seram. 


Disebut seram karena ancaman hukumannya 8 dan 12 tahun.


Berbekal pasal-pasal ini, penyidik punya hak menahan tersangka. Dengan pertimbangan subjketif; tersangka akan melarikan diri, mengulangi perbuatan atau menghilangkan barang bukti. 


Alhasil, kasus ijazah “diamankan”. Tapi pengeritik dipenjarakan!


Sejatinya ini kasus sederhana dan gampang. Guna mengakhiri polemik, Jokowi harus mengizinkan uji forensik oleh laboratorium independen di luar negeri. 


Juga melibatkan TPUA dan akademisi UGM yang independen. Proses ini harus disiarkan secara transparan. Selenggarakan dialog publik langsung. 


Saat itu Jokowi menjawab pertanyaan kritis. Jika semua itu dilakukan, baru publik percaya Jokowi dan polisi menunjukkan itikad baik.


Aparat penegak hukum juga harus menghentikan pendekatan represif. 


Pastikan Puslabfor tak lagi mendominasi penyelidikan, mengingat rekam jejaknya yang meragukan. 


UGM perlu merilis dokumen pendukung, seperti catatan akademik dan pernak-perniknya, untuk memperkuat kredibilitas.


Kesimpulannya, penyerahan ijazah “asli” dan kemajuan Bareskrim tak cukup meredam keraguan publik. 


Solusi berbasis verifikasi independen dan keterbukaan adalah satu-satunya jalan untuk memulihkan kepercayaan. 


Tanpa langkah ini, tuduhan pemalsuan akan terus menghantui. ***

Komentar