Nama Halim Kalla, adik kandung mantan Wakil Presiden RI Jusuf Kalla, menjadi sorotan setelah resmi ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan korupsi pembangunan PLTU 1 Kalimantan Barat tahun 2008-2018.
Cara licik Halim Kalla dalam mengakali proyek Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) 1 Kalimantan Barat senilai Rp 1,3 triliun terbongkar.
Fakta-fakta yang terungkap dari penyelidikan Polri menunjukkan bahwa proyek yang dikerjakan sejak 2008 itu diduga sarat permainan curang, mulai dari pemufakatan jahat dalam tender, pencairan dana sebelum pekerjaan selesai, hingga proyek yang mangkrak total.
Melalui perusahaannya, PT BRN, Halim Kalla disebut berperan aktif dalam memenangkan tender secara tidak sah bersama sejumlah pejabat PLN.
Investigasi menunjukkan bahwa pemenang lelang ditetapkan tanpa memenuhi syarat teknis dan administratif, sementara perusahaan lain yang lebih layak justru digugurkan sejak awal.
Akibatnya, pembangunan dua unit PLTU berkapasitas 50 megawatt itu tak pernah rampung dan tak bisa dioperasikan hingga hari ini.
Dari hasil audit, negara mengalami kerugian besar yang diperkirakan mencapai Rp 1,35 triliun.
Kini, Polri telah mencegah Halim Kalla ke luar negeri dan masih mendalami keterlibatan pihak-pihak lain, termasuk mantan pejabat tinggi PLN.
Kasus ini bukan hanya mengguncang dunia bisnis, tetapi juga menyeret nama besar keluarga Kalla, yang selama ini dikenal luas di bidang ekonomi dan politik Indonesia.
Peran Halim Kalla
Dirtindak Kortas Tipidkor Polri, Brigjen Totok Suharyanto mengungkapkan peran Halim Kalla (HK) dalam perkara ini.
"FM selaku dirut PLN telah melakukan pemufakatan untuk memenangkan salah satu calon dengan tersangka HK dan tersangka RR selaku pihak PT BRN dengan tujuan untuk memenangkan lelang PLTU 1 Kalimantan Barat," katanya kepada wartawan di Bareskrim Polri, Jakarta Selatan, Senin (6/10/2025).
Brigjen Totol menjelaskan roses penyelidikan kasus telah dilakukan sejak 2024.
Sebanyak 65 saksi dan 5 ahli sudah diperiksa penyidik untuk membuat kasusnya terang benderang.
Polisi juga menerima laporan hasil pemeriksaan investigatif perhitungan keurigaan negara dari BPK, yang mana kerugian negara berupa total loss senilai USD 62,410,523.20 dan Rp. 323.199.898.518.
Hasil penyelidikan ditemukan fakta tahun 2008 PT PLN mengadakan lelang ulang untuk pekerjaan pembangunan pembangkit listrik tenaga uap PLTU 1 Kalimantan Barat dengan kapasitas output sebesar 2x50 MW.
Proyek tersebut dibangun di Kecamatan Jungkat, Kabupaten Mempawah, Provinsi Kalimantan Barat
"Selanjutnya, dalam pelaksanaan lelang diketahui Panitia Pengadaan atas arahan Direktur Utama PLN, tersangka FM telah meloloskan dan memenangkan KSO BRN – Alton – OJSC meskipun tidak memiliki syarat teknis maupun administrasi," tuturnya.
Diduga kuat perusahaan Alton – OJSC tidak tergabung dalam KSO yang dibentuk dan dikepalai oleh PT BRN.
Pada tahun 2009 sebelum dilaksanakan pandatangan kontrak, KSO BRN mengalihkan seluruh pekerjaan ke PT Praba Indopersada dengan Dirutnya tersangka HYL dengan kesepakatan pemberian imbalan fee ke PT BRN.
Kemudian, HYL diberi hak sebagai pemegang keuangan KSO BRN.
"Dalam hal ini diketahui bahwa PT Praba juga tidak memiliki kapasitas untuk mengerjakan proyek PLTU di Kalimantan Barat. Kemudian pada tanggal 11 Juni 2009 dilakukan pandatangan kontrak oleh tersangka FM selaku Dirut PLN dengan tersangka RR selaku Dirut PT BRN dengan nilai kontrak 80.848.341 USD dan 507.424.168.000 sekian atau total kurs saat itu Rp1,254 triliun," paparnya.
Dia menjabarkan, tanggal efektif kontrak 28 Desember 2009 dengan masa penyelesaian sampai tanggal 28 Februari 2012.
Pada akhir kontrak, KSO BRN maupun PT Praba Indopersada baru menyelesaikan 57 pekerjaan, lalu telah dilakukan beberapa kali amandemen sebanyak 10 kali dan terakhir 31 Desember 2018.
"Fakta sebenarnya pekerjaan telah terhenti sejak 2016 dengan hasil pekerjaan 85,56 persen. Sehingga, PT KSO BRN telah menerima pembayaran dari PT PLN sebesar Rp323 miliar dan sebesar 62,4 juta USD," pungkasnya.
Adapun kasus ini merupakan take over dari Polda Kalbar yang telah melakukan penyelidikan sejak tahun 2021 lalu.
Kemudian, kasus korupsi tersebut dilimpahkan ke Bareskrim Polri pada Mei 2024.
Duduk Perkara: Dari Lelang PLTU ke Dugaan Korupsi
PLTU Kalbar-1 dilelang pada 2008 dengan pendanaan dari PT PLN (Persero), bersumber dari kredit komersial Bank BRI dan BCA melalui skema Export Credit Agency (ECA).
Pemenang lelang ditetapkan sebagai konsorsium Kerja Sama Operasi (KSO) BRN, yang dipimpin oleh Halim Kalla.
Namun, konsorsium dinilai tidak memenuhi sejumlah persyaratan prakualifikasi dan teknis.
Mereka tidak memiliki pengalaman membangun pembangkit tenaga uap minimal 25 MW, tidak menyerahkan laporan keuangan audited tahun 2007, dan tidak menyampaikan dokumen SIUJKA.
“Penetapan pemenang lelang dilakukan meski konsorsium tidak memenuhi syarat teknis dan administratif. Ini menjadi titik awal rangkaian pelanggaran yang berujung pada kerugian negara,” ujar Irjen Cahyono Wibowo.
Kontrak pekerjaan senilai USD 80 juta dan Rp507 miliar ditandatangani pada 11 Juni 2009 antara RR dan Fahmi Mochtar.
Seluruh pekerjaan kemudian dialihkan kepada pihak ketiga, yakni PT PI dan QJPSE, perusahaan energi asal Tiongkok.
“Seluruh pekerjaan dialihkan ke pihak ketiga tanpa dasar hukum yang jelas. Proyek mangkrak, tapi uang sudah mengalir,” tambah Cahyono.
Pembangunan PLTU gagal dimanfaatkan sejak 2016, meski kontrak telah direvisi sepuluh kali hingga 2018.
Menurut laporan investigatif BPK RI, proyek ini menimbulkan indikasi kerugian negara sebesar USD 62,410 juta dan Rp323,2 miliar.
Polri menyebut kasus ini sebagai bentuk penyalahgunaan wewenang dan pelanggaran hukum dalam pengadaan barang dan jasa.
Sosok Halim Kalla
Dikutip dari situs resmi KPU RI, Halim pernah menjabat sebagai Anggota DPR RI dari Daerah Pemilihan Sulawesi Selatan II periode 2009-2014:
Tempat/Tanggal Lahir : Ujung Pandang, 1 Oktober 1957
Alamat Tempat Tinggal : Jl. Lembang No. 9 RT/RW 006/005 Menteng Jakarta Pusat
Jenis Kelamin : Laki-laki
Agama : Islam
Status Perkawinan : Kawin
Jumlah anak : dua orang
Pekerjaan : Direktur Utama Intim Wira Energi Wisma Nusantara Jakarta
Direktur PT BRN
Pendidikan Terakhir : State Univ. of New York at Buffalo, USA
Perolehan Suara : 34.755
Sementara itu, diantara karyanya yang sempat mengangkat derajat Indonesia adalah kendaraan listrik melalui Haka Auto, meski masih dalam bentuk prototipe.
Kendaraan listrik itu diberi nama Smuth, Erolis dan Trolis.
Smuth EV mengusung model pikap dengan motor listrik berdaya 7,5 kw.
Sementara, baterainya menggunakan lithium ion berkapasitas 15,4 kwh.
Erolis mengadopsi bentuk passenger car berukuran mini macam Wuling Air EV.
Erolis menggunakan motor listrik berdaya 4 kw, yang dipadukan dengan baterai lithium ion berkapasitas 7,6 kwh.
Adapun Trolis punya bentuk layaknya motor tiga roda.
Menggunakan motor listrik berdaya 5 kw, dengan baterai lithium ion berkapasitas 7,6 kwh.
Sumber: tribunnews
Foto: HK RUGIKAN NEGARA - Halim Kalla Direktur PT BRN yang ditetapkan tersangka dalam kasus dugaan korupsi pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) 1 Kalimantan Barat berkapasitas 2x50 megawatt di Kabupaten Mengkawah/Kolase TribunJakarta/Istimewa
Artikel Terkait
DJ Panda Terancam Penjara! Kasus Ancaman Erika Carlina Naik Penyidikan, Janin dalam Bahaya?
Wajah Tegang Bahlil hingga Colek Rosan Saat Prabowo Ungkap Kerugian Tambang Ilegal Rp300 Triliun
Kementerian PU Bangun Ulang Musala Ponpes Al Khoziny
MBG Jadi Bancakan Politisi