KEBAL! Banyak Bukti & Saksi Tapi Menteri Budi Arie Belum Jadi Tersangka Judi Online, Apa Karena Faktor Ini?

- Senin, 19 Mei 2025 | 05:40 WIB
KEBAL! Banyak Bukti & Saksi Tapi Menteri Budi Arie Belum Jadi Tersangka Judi Online, Apa Karena Faktor Ini?


Mengapa Menteri Budi Arie Belum Jadi Tersangka Judi Online


🔴Nama mantan Menteri Komunikasi dan Informatika, Budi Arie Setiadi, disebut berulang kali dalam dakwaan suap situs judi online.


🔴Jaksa menyebutnya berperan aktif dalam sistem penyaringan situs judi online.


🔴Penyidik belum menindaklanjuti temuan itu dengan memeriksa dan menetapkan Budi Arie sebagai tersangka.


NAMA Budi Arie Setiadi, mantan Menteri Komunikasi dan Informatika, muncul berulang kali dalam dakwaan suap penjagaan situs web judi online. 


Jaksa menyebut namanya ketika mendakwa Zulkarnaen Apriliantony, Adhi Kismanto, Alwin Jabarti Kiemas, dan Muhrijan. 


Mereka adalah petugas yang membekukan situs-situs taruhan di Kementerian Komunikasi.


Jaksa mendakwa empat orang itu bersama Denden Imadudin Soleh, Fakhri Dzulfikar, Muhammad Abindra Putra Tayip, Syamsul Arifin, Muchlis Nasution, Deny Maryono, Budianto Salim, Bennihardi, Ferry Wiliam alias Acai, Bernard alias Otoy, dan Helmi Fernando. 


Bersama mereka, keempatnya dituduh melakukan perbuatan dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan, mentransmisikan, dan/atau membuat dapat diaksesnya informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik yang memiliki muatan perjudian.


Mereka diduga menerima setoran Rp 15,3 miliar sebagai imbalan membuka akses beberapa situs judi online yang seharusnya diblokir Kementerian Komunikasi kala itu.


Dalam surat dakwaan nomor register PDM-32/JKTSL/Eku.2/02/2025, terungkap apa saja peran Budi Arie dalam melindungi web judi online. 


Dalam surat dakwaan yang dibacakan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada Rabu, 14 Mei 2025, jaksa menyebut Budi sebagai penerima bagian terbesar, yakni 50 persen, suap pemilik web judi online agar situs mereka tak dibekukan.


Meski demikian, polisi belum menindaklanjuti fakta baru ini dengan, misalnya, menetapkan Budi Arie Setiadi yang kini menjabat Menteri Koperasi sebagai tersangka. 


Padahal, kedekatan Budi Arie dengan salah satu terdakwa, Zulkarnaen Apriliantony, juga diungkap terang dalam dakwaan.


Jaksa menyebutkan Zulkarnaen dikenal baik oleh Budi dan keduanya pernah bekerja sama dalam beberapa kegiatan. 


Lantaran kedekatan itu pula, Budi meminta Zulkarnaen mencarikan orang yang bisa mengumpulkan data situs judi daring. Zulkarnaen lalu mengenalkan Adhi Kismanto kepada Budi Arie.


"Dalam pertemuan tersebut, terdakwa II Adhi Kismanto mempresentasikan alat crawling data yang mampu mengumpulkan data situs web judi online, lalu saudara Budi Arie Setiadi menawarkan kepada terdakwa II Adhi Kismanto mengikuti seleksi sebagai tenaga ahli di Kementerian Komunikasi dan Informatika," demikian isi surat dakwaan yang dibacakan jaksa dalam sidang di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.


Meski tidak lolos karena hanya lulusan sekolah menengah kejuruan, Adhi tetap diangkat karena menurut jaksa ada atensi dari Budi Arie. 


Adhi kemudian diberi tugas mengumpulkan data situs judi dan melaporkannya kepada Tim Take Down di bawah Direktorat Pengendalian Aplikasi Informatika.


Saat itu Riko Rasota Rahmada adalah Kepala Tim Take Down yang bertugas memblokir situs judi online. Kini ia berstatus terdakwa dalam surat tuntutan terpisah.


Namun fungsi tim berubah. Dalam dakwaan, Adhi disebut memilah situs yang pemiliknya telah "berkoordinasi" alias menyetor uang agar tak masuk daftar pemblokiran. Praktik ini dijalankan bersama Muhrijan alias Agus dan Zulkarnaen. 


Dalam sebuah pertemuan di kafe di Senopati, Jakarta Selatan, mereka menyepakati pembagian dengan skema 20 persen untuk Adhi, 30 persen untuk Zulkarnaen, dan 50 persen untuk Budi Arie dengan kode PM atau Pak Menteri.


Mengapa Budi Arie Belum Jadi Tersangka Judi Online?


Penyebutan nama Budi Arie Setiadi dalam surat dakwaan, menurut dosen hukum pidana Universitas Muhammadiyah Jakarta, Chairul Huda, merupakan hal yang lazim dalam strategi penuntutan. 


Chairul mengatakan nama pejabat disebut lebih dulu berdasarkan keterangan para terdakwa yang kini menjadi saksi mahkota. 


"Orang-orang yang sekarang didakwa, (nantinya) akan menjadi saksi buat perkara Budi Arie," ujarnya kepada Tempo saat dihubungi, Minggu, 18 Mei 2025.


Chairul menjelaskan, dalam praktik peradilan pidana, jaksa kerap menyusun strategi bertahap, dari membuktikan keterlibatan para pelaku lapangan lebih dulu hingga menggunakan putusan pengadilan untuk menyeret aktor di atasnya. 


Dalam konteks ini, ia melanjutkan, jika hakim memvonis bersalah para terdakwa dan menyatakan dana 50 persen memang dialokasikan untuk Budi Arie, landasan hukum untuk memprosesnya akan lebih kuat.


Meski begitu, Chairul menggarisbawahi ada faktor nonyuridis yang tak kalah penting. 


Menurut dia, posisi Budi Arie sebagai menteri membuat proses hukum terhadapnya tak hanya bergantung pada pembuktian, juga persetujuan politik di tingkat atas.


Ia menyebutkan persoalan utamanya bukan sekadar status hukum, melainkan juga perlindungan kekuasaan. 


"Yang dipertanyakan adalah bukan kenapa dia belum menjadi tersangka, melainkan kenapa Presiden (Prabowo Subianto) melindungi dia dalam tanda kutip?" ucapnya.


Chairul juga mempertanyakan Prabowo mempertahankan Budi Arie sebagai menteri, padahal namanya sudah tercantum dalam dakwaan dan disinggung sebagai penerima alokasi dana haram jejaring judi online.


Ia menduga ada hambatan psikologis bagi aparat penegak hukum menindak seseorang yang masih menjabat pembantu presiden. 


"Penyidik pasti sudah melaporkan, tapi belum ada perintah untuk menaikkan statusnya," tuturnya menggarisbawahi cara kerja polisi yang berlandaskan komando perintah.


Secara hukum pidana, kata Chairul, dua alat bukti sudah cukup jika keterangan para terdakwa diperkuat oleh bukti dokumen atau percakapan. 


Dalam situasi normal, status hukum Budi Arie seharusnya sudah bisa ditingkatkan. 


Jika tidak, menurut dia, publik akan kehilangan kepercayaan terhadap masa depan hukum di Indonesia. 


"Tebang pilihnya sangat gamblang," ujarnya.


Chairul menyebut kasus ini sebagai contoh ketimpangan penegakan hukum yang mencolok, yakni bawahan dijerat hukum, sementara pejabat yang disebut menerima bagian terbesar dibiarkan melenggang. 


"Kalau saya jadi penyidik, yang pertama saya dakwa adalah menteri. Nilai hukumnya tinggi," ucapnya. 


Menurut dia, fokus kasus ini semestinya bukan aliran uang semata, melainkan juga peran aktif menteri dalam melindungi situs judi.


Kondisi ini, kata Chairul, berpotensi memperkuat persepsi publik bahwa Indonesia belum menjadi negara hukum yang adil. 


Ia menyebutkan hambatan terbesar saat ini bukanlah pembuktian, melainkan keberanian politik. 


"Yang lemah dari semua sistem ini adalah presiden," tuturnya.


(Sumber: Koran TEMPO, Senin 19 Mei 2025)

Komentar