Belum Terbukti Palsu atau Asli: 'Ijazah Jokowi Masalah Sangat Serius!'
Oleh: AS Laksana
Ijazah itu belum terbukti palsu, tapi juga belum dibuktikan asli. Mereka yang membela keaslian ijazah, atau membela Jokowi, atau membela keaslian ijazah dan Jokowi sekaligus, tidak bisa memastikan apakah ijazah itu asli.
Yang meragukan keasliannya juga tidak bisa membuktikan kebenaran klaimnya—mereka tidak diberi akses untuk menguji apakah tudingan mereka benar atau keliru.
Tudingan mengenai keaslian ijazah Pak Jokowi pertama kali muncul pada Januari 2019.
Umar Kholid Harahap, melalui akun Facebook-nya, menuduh bahwa ijazah SMA Jokowi palsu, dengan pernyataan bahwa SMA Negeri 6 Solo baru berdiri pada 1986, sedangkan Jokowi lulus pada 1980. Artinya, ia lulus sebelum SMA-nya ada.
Polisi menyatakan itu hoaks dan menetapkan Umar sebagai tersangka atas penyebaran berita bohong, meskipun ia tidak ditahan, dan kasusnya tidak berlanjut di pengadilan. Umar hanya dikenai wajib lapor tiap Senin dan Kamis.
Menurut informasi, SMA 6 sudah berdiri pada 1975, tetapi dengan nama SMPP (Sekolah Menengah Persiapan Pembangunan). Ia baru menjadi SMA 6 pada 1986.
***
Isu ijazah memanas lagi pada Oktober 2022. Bambang Tri Mulyono, yang pernah divonis penjara 3 tahun karena bukunya Jokowi Undercover, menggugat Jokowi ke PN Jakarta Pusat dengan tuduhan Jokowi menggunakan ijazah palsu saat mendaftar Pilpres 2019.
Namun, gugatan ini dicabut setelah Bambang ditetapkan sebagai tersangka dengan tuduhan menyebarkan berita bohong yang menimbulkan keonaran. Tuduhan itu didasarkan pada siaran podcast-nya di Youtube bersama Sugi Nur Rahardja (Gus Nur).
Pengadilan Negeri Solo menjatuhkan vonis 6 tahun penjara untuk keduanya, lebih ringan dibandingkan tuntutan jaksa 10 tahun.
Hukuman untuk Sugi Nur Rahardja berkurang menjadi empat tahun setelah banding di Pengadilan Tinggi Semarang.
April tahun ini Sugi sudah dibebaskan setelah menjalani 2/3 masa hukumannya.
Agak menarik jika kita membandingkan kasus Umar Kholid Harahap dan Bambang Tri.
Keduanya sama-sama menuding ijazah Jokowi palsu, tetapi mereka dijerat dengan pasal-pasal yang berbeda.
Ancaman sanksi pidana untuk mereka juga berbeda. Jadi, apa yang membedakan keduanya? Tafsir polisi.
Bambang Tri dan Sugi dinyatakan terbukti bersalah, dan dihukum penjara, bukan karena tuduhan mereka terbukti keliru, tetapi karena tindakan mereka dinilai membuat onar.
Dan siapa yang menilai tindakan itu membuat onar? Negara.
Artinya, tudingan “ijazah palsu” tidak dinilai sekadar tuduhan administratif. Ia dibaca sebagai perbuatan yang bisa menggoyahkan legitimasi kekuasaan.
Karena itu, negara memutuskan meredamnya, tidak dengan membuktikan bahwa ijazah itu asli, tetapi dengan menggeser topiknya dan kemudian menjatuhkan hukuman.
***
Dengan kata lain, Bambang Tri diadili bukan karena ia menyebarkan data palsu. Ia dihukum karena tidak mempercayai cerita versi negara tentang Pak Jokowi.
Dan cerita versi negara itu adalah:
1. Pak Jokowi adalah lulusan UGM.
2. Dokumennya sah.
3. Tidak ada alasan meragukannya.
4. Siapa pun yang mengatakan hal sebaliknya berarti sedang membuat onar.
Jadi, seseorang dianggap “menyebarkan berita bohong” karena ia menentang cerita versi negara, mengganggu pertalian emosi antara Jokowi dan para pendukungnya, dan itu menyebabkan instabilitas emosional.
***
Artikel Terkait
Bripda G Polda Sumut Penganiaya Pengendara Motor Didiagnosis Skizofrenia, Ini Faktanya
BGN Tak Hentikan 41 Dapur MBG Milik Putri Wagub DPRD Sulsel, Ini Kata Pejabat
Gibran Dapat Tugas Khusus Prabowo di KTT G20 2025: Ini Misi Diplomatiknya
Fakta Mengejutkan Hubungan Terlarang AKBP B dengan Dosen Untag Semarang, Satu KK Sejak 2020