Intelijen Geopolitik: Geng Solo Diduga Lakukan Operasi Senyap Terstruktur, Sistematis, dan Masif Makzulkan Prabowo!

- Rabu, 20 Agustus 2025 | 18:00 WIB
Intelijen Geopolitik: Geng Solo Diduga Lakukan Operasi Senyap Terstruktur, Sistematis, dan Masif Makzulkan Prabowo!


Operasi Senyap Terstruktur, Sistematis, dan Masif Makzulkan Prabowo


Oleh: Amir Hamzah

Pengamat Geopolitik dan Intelijen


Isyarat tentang potensi pemakzulan Presiden Prabowo Subianto mencuat kembali setelah mantan Panglima TNI Jenderal (Purn) Gatot Nurmantyo menyebut adanya skenario politik yang berujung pada peralihan kekuasaan kepada Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka. 


Analisa ini, jika dibaca dari perspektif geopolitik dan intelijen, bukan sekadar opini liar, melainkan tanda-tanda awal dari sebuah operasi senyap yang dijalankan oleh kekuatan terstruktur, sistematis, dan masif (TSM).


Fenomena yang terlihat jelas adalah masih kuatnya dominasi kelompok politik yang kerap disebut sebagai Geng Solo dalam pemerintahan Prabowo. 


Meski secara formal kekuasaan telah beralih, namun jaringan loyalis Presiden sebelumnya, Joko Widodo (Jokowi), tetap bercokol di titik-titik strategis negara.


Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian, misalnya, adalah figur yang tetap dipertahankan. 


Posisi Mendagri sangat vital, karena mengendalikan sistem pemerintahan daerah, regulasi pemilu, hingga komunikasi politik antara pusat dan daerah. 


Dalam konteks geopolitik domestik, Mendagri adalah gatekeeper yang bisa memengaruhi stabilitas politik.


Di sisi lain, Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo juga merupakan figur kunci. 


Kendali atas kepolisian berarti kendali atas keamanan domestik, pengendalian opini publik, hingga pengawasan terhadap pergerakan politik lawan. 


Dengan kombinasi Mendagri dan Kapolri yang masih beririsan dengan Geng Solo, sulit membantah bahwa struktur kekuasaan lama masih beroperasi secara penuh.


Dari kacamata intelijen, upaya pemakzulan tidak pernah dilakukan secara frontal. Operasinya justru dijalankan melalui tahapan senyap, dengan pola yang bisa dianalisis dalam tiga fase:


-Fase Infiltrasi


Menjaga loyalis di titik-titik vital negara, terutama sektor keamanan dan birokrasi pemerintahan. Dengan pola ini, meski pucuk kekuasaan telah berganti, kendali operasional tetap berada pada jaringan lama.


-Fase Destabilisasi


Penciptaan narasi publik tentang kegagalan pemerintahan Prabowo, baik dari sisi ekonomi, kebijakan luar negeri, maupun isu sosial. Narasi ini disalurkan melalui media, buzzer, hingga operasi psywar di media sosial. Tujuannya melemahkan legitimasi Presiden di mata rakyat.


-Fase Aksi Politik


Ketika legitimasi publik runtuh dan tekanan politik meningkat, maka jalur konstitusional dapat digunakan: mulai dari hak interpelasi DPR, pansus, hingga wacana pemakzulan. Semua itu akan terlihat seolah-olah prosedural, padahal sudah diskenariokan sejak awal.


Dari perspektif geopolitik kekuasaan, Gibran Rakabuming bukan hanya Wakil Presiden. Ia adalah cadangan strategis yang diproyeksikan untuk menggantikan Prabowo jika operasi ini berhasil. 


Dengan usia muda, popularitas warisan dari Jokowi, serta kontrol jaringan lama, Gibran adalah aset politik yang siap dipoles menjadi pemimpin nasional.


Inilah mengapa analisa Gatot Nurmantyo layak diperhatikan. Pemakzulan Prabowo tidak akan melahirkan kekosongan kekuasaan, melainkan langsung menghadirkan transisi ke Gibran. 


Skema ini akan mengamankan posisi Geng Solo sekaligus memastikan kesinambungan kepentingan lama.


Bagi Prabowo, tantangan terbesar bukan hanya membangun legitimasi rakyat, tetapi juga membersihkan lingkar kekuasaan dari infiltrasi kelompok lama. 


Tanpa konsolidasi yang tegas, ia akan terjebak dalam cengkraman struktur lama yang sewaktu-waktu bisa menggeser posisinya.


Dalam analisa intelijen, waktu yang dimiliki Prabowo tidak panjang. Tahun-tahun awal pemerintahan adalah fase paling krusial. 


Jika Prabowo gagal membangun counter-intelligence dan strategi kontra-hegemoni, maka operasi senyap ini bisa mencapai tujuannya.


Isyarat yang diberikan Gatot Nurmantyo patut dipahami sebagai peringatan dini intelijen. Upaya pemakzulan bukan sekadar isu politik, melainkan bagian dari skenario terstruktur yang sudah berjalan. Dominasi Geng Solo di titik vital negara adalah indikator bahwa skema tersebut nyata.


Prabowo harus membaca peta dengan cermat: musuh bukan hanya dari luar, tetapi juga dari dalam lingkar kekuasaan sendiri. 


Sementara bagi rakyat, kewaspadaan diperlukan agar tidak mudah terjebak dalam narasi destabilisasi yang sedang digelar secara halus.


Jika operasi ini berhasil, maka Indonesia akan menyaksikan peralihan kekuasaan yang dramatis: dari Prabowo ke Gibran, bukan melalui pemilu, tetapi melalui operasi senyap TSM yang sudah disiapkan jauh hari. ***

Komentar