Panggung politik nasional kembali bergetar oleh 'manuver' para purnawirawan jenderal TNI. Kali ini, ancaman tak main-main dilontarkan yakni menduduki Gedung MPR/DPR jika usulan pemakzulan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka terus diabaikan.
Sosok sentral di balik ultimatum keras ini adalah Laksamana (Purn) Slamet Soebijanto, mantan Kepala Staf Angkatan Laut (KSAL) yang kini berdiri di garda terdepan gerakan perlawanan.
Dalam sebuah konferensi pers yang digelar di kawasan Kemang, Jakarta, Rabu (2/7/2025), dengan nada tegas dan tanpa kompromi, Slamet menyatakan bahwa kesabaran para jenderal bisa habis. Surat resmi yang dilayangkan ke parlemen seolah tak berbekas, mendorong mereka untuk mempertimbangkan opsi yang lebih radikal.
"Kalau sudah kita dekati dengan cara yang sopan, tapi diabaikan, enggak ada langkah lagi selain ambil secara paksa. Kita duduki MPR Senayan sana. Oleh karena itu, saya minta siapkan kekuatan," pekik Slamet di hadapan forum purnawirawan dan aktivis.
Pernyataan ini bukan sekadar gertakan sambal. Ia menggarisbawahi kekecewaan mendalam atas sikap diam para legislator yang mereka anggap tidak menghormati para senior TNI. Baginya, ini adalah pertarungan kehormatan yang harus diselesaikan secara kesatria.
"Oleh karena itu, kita enggak perlu menunggu lagi, kalau perlu kita selesaikan secara jantan. Mau enggak mau harus gitu," tambahnya.
Lantas, siapakah sebenarnya Laksamana (Purn) Slamet Soebijanto, jenderal bintang empat yang kini menjadi motor penggerak gerakan yang berpotensi mengguncang stabilitas politik ini?
Rekam Jejak Sang Laksamana
Slamet Soebijanto bukanlah nama sembarangan di lingkungan militer. Pria kelahiran 1951 ini adalah produk Akademi Angkatan Laut (AAL) angkatan ke-19 tahun 1973, satu generasi emas perwira TNI. Selama 34 tahun pengabdiannya di TNI Angkatan Laut, kariernya terbilang sangat cemerlang dan penuh dengan penugasan strategis.
Perjalanannya dimulai di atas kapal perang, menempati posisi-posisi krusial seperti Kasie Navi KRI Thamrin (1974) hingga menjadi komandan di KRI Pulau Ratewo dan KRI Monginsidi. Kemampuannya dalam navigasi dan operasi laut mengantarkannya ke jenjang yang lebih tinggi, termasuk menjadi Kepala Seksi Latihan Strategi di Direktorat Pendidikan Sekolah Staf dan Komando Angkatan Laut (Seskoal) pada 1991.
Memasuki era 2000-an, karier Slamet semakin meroket. Ia dipercaya memegang jabatan penting di Mabes TNI, mulai dari Wakil Asisten Perencanaan Umum (Waasrenum) hingga dipromosikan menjadi Asisten Perencanaan Umum (Asrenum) Panglima TNI. Posisi ini menempatkannya sebagai salah satu arsitek utama dalam perencanaan strategis kekuatan militer Indonesia.
Pada tahun 2003, ia dipercaya memimpin komando armada laut terbesar di kawasan timur Indonesia sebagai Panglima Komando Armada RI Kawasan Timur (Pangarmatim). Di tahun yang sama, ia ditarik ke Jakarta untuk mengemban jabatan sebagai Wakil Gubernur Lembaga Ketahanan Nasional (Lemhannas), sebuah institusi pengkaderan pemimpin tingkat nasional.
Puncak karier militernya tercapai pada 18 Februari 2005, ketika Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) melantiknya sebagai Kepala Staf Angkatan Laut (KSAL). Ia memimpin matra laut selama dua tahun hingga memasuki masa purna tugas pada 2007. Kini, di usianya yang ke-74, sang laksamana kembali ke "medan perang", namun kali ini bukan di lautan, melainkan di panggung politik yang penuh gelombang ketidakpastian.
Sumber: suara
Foto: Eks KSAL Slamet Soebijanto yang mendesak pemakzulan Gibran Rakabuming Raka. [Dok. Istimewa]
Artikel Terkait
[UPDATE] Pemilik Kios di Pasar Pramuka Buka Suara, Bongkar Kebohongan Eks Wamen Paiman Raharjo!
Gak Terima Dibilang Islamophobia Gegara Ganti Nama Rumah Sakit Al Ihsan, Dedi Mulyadi Sindir Balik Pengkritiknya!
Saya Tertipu Pengakuan Mengejutkan Saiful Huda, Dari Harimau Jokowi Kini Jadi Pengkritik Paling Pedas!
Anggota Polda Jateng Diduga Terlibat Judol dan Berzina dengan 2 Perempuan, Kini Dipatsus