PARADAPOS.COM - Menurut pengamat politik, Rocky Gerung, peringkat Indonesia soal masalah akademis itu juga berkaitan dengan perilaku pemimpin-pemimpin di Indonesia sendiri.
Kata Rocky Gerung, ini sebagai hal yang memalukan.
Rocky mengaku, sebenarnya hal tersebut memang membuat kesal dan marah, bahkan dia menyebut kondisi ini memalukan.
"Ada indeks lain yang akhirnya membuat kita antara marah, kesal, tapi sebetulnya indeks itu menunjukkan bahwa kita memang harus memulai mengembalikan fungsi riset, fungsi kejujuran di dalam riset, fungsi kritik di dalam metodologi," ujarnya dikutip dari YouTube Rocky Gerung Official, Selasa (1/7/2025).
"Itu yang membuat kita diakui di dunia sebetulnya, nah sekarang dunia justru memeringkatkan kita di dalam kondisi yang betul-betul memalukan bahwa kejujuran intelektual Indonesia itu nomor dua, unggulnya jadi unggul di bidang ketidakjujuran intelektual, itu maksudnya," pungkasnya.
Sebagaimana diketahui, dua peneliti dari Charles University yakni Vit Machacek dan Martin Srholec (2022) telah melakukan riset berjudul "Predatory publishing in Scopus: Evidence on cross-country differences".
Penelitian ini mengobservasi jurnal-jurnal yang diduga melakukan praktik predator ke dalam basis data kutipan Scopus.
Mereka menyaringnya menggunakan nama jurnal dan penerbit predator yang berpotensi atau mungkin melakukannya pada Beall dan Scopus.
Machacek dan Srholec memperoleh sebanyak 164.000 artikel yang terbit selama 2015-2017.
Analisis data dilakukan terhadap 172 negara di empat bidang penelitian. Hasilnya, menunjukkan adanya heterogenitas.
Dua negara dengan jumlah artikel yang terbit di jurnal predator terbanyak adalah Kazakhstan dan Indonesia.
Ada sebanyak 17 persen artikel di Kazakhstan yang terbit di jurnal yang diduga predator.
Begitu pula di Indonesia, tingkat persentasenya tak jauh beda yakni 16,73 persen artikel yang terbit di jurnal demikian.
Dampak ini juga banyak terjadi pada negara yang juga populasinya tinggi selain Indonesia seperti Nigeria, Mesir, dan Filipina.
Peneliti juga menyebut Korea Selatan adalah yang terburuk di antara negara maju lainnya karena masuk 20 negara teratas.
Peneliti menyimpulkan bahwa negara dengan tingkat ekonomi sedang dan skor penelitian yang besar paling rentan menerbitkan artikel di jurnal yang diduga predator. Mereka juga melihat negara-negara kaya akan minyak cukup mendominasi.
Dari penelitian ini, kasus penerbitan jurnal predator ternyata masih banyak ditemui di dunia pendidikan tinggi.
Hal tersebut dapat menunjukkan masih ada ketidakjujuran dalam hal akademis.
Jurnal predator merupakan jurnal yang tak melakukan proses peninjauan dan penyuntingan terlebih dahulu.
Jurnal ini akan memangsa para penulis dengan cara memberikan tarif publikasi langsung kepada mereka.
Berikut Daftar 20 Negara dengan Persentase Artikel Jurnal Predator Terbanyak (2015-2017) yang dipublikasikan tahun 2024:
1. Kazakhstan: 17 persen
2. Indonesia: 16,73 persen
3. Irak: 12,94 persen
4. Albania: 12,08 persen
5. Malaysia: 11,60 persen
6. India: 9,65 %
7. Oman: 8,25 %
8. Yaman: 7,79 %
9. Nigeria: 7,31 %
10. Sudan: 7,20 %
11. Yordania: 7,19 %
12. Maroko: 6,95 %
13. Suriah: 6,88 %
14. Filipina: 6,68 %
15. Mesir: 6,65 %
16. Palestina: 6,56 %
17. Tajikistan: 6,48 %
18. Korea Selatan: 6,37 %
19. Libya: 6,06 %
20. Brunei Darussalam: 5,44 %
Sebelumnya, penelitian serupa pernah dilakukan oleh Shen dan Björk (2015) , Xia et al. (2015), dan Demir (2018), serta Wallace dan Perri (2018).
Riset-riset tersebut menyimpulkan negara Afrika Utara, India, dan Nigeria yang paling banyak melakukan penerbitan di jurnal predator.
Machacek dan Srholec menyebut penelitiannya yang terbaru menunjukkan basis data jurnal predator yang lebih komprehensif.
Mereka juga mengatakan menggunakan bukti yang jauh lebih lengkap dibanding penelitian sebelumnya.
Riset yang dilakukan Machacek dan Srholec termasuk yang pertama mempelajari perbedaan lintas negara secara sistematis antara negara-negara yang masuk daftar teratas. Namun, peneliti menyebut masih ada kekurangan dalam studinya.
Misalnya pada cara penelitian dievaluasi di setiap negara membuat perbedaan utama tidak melihat apakah artikel yang terbit berskala nasional, proyek, atau lembaga pendanaan.
Mereka menekankan bahwa hasil penelitian mereka tak boleh ditafsirkan sebagai alasan untuk mengurangi investasi ke negara-negara tersebut.
Menurut mereka, negara-negara yang masuk daftar harus tetap melakukan inovasi nasional.
"Namun, wajar untuk mengeluarkan catatan peringatan bahwa penerbitan predator berpotensi mempersulit evaluasi penelitian dan dengan demikian alokasi dana penelitian yang efektif di banyak sudut dunia. Negara-negara berkembang yang ingin memulai lintasan mengejar ketertinggalan teknologi perlu menanggapi kerumitan ini lebih serius dari sebelumnya," jelas peneliti.
Sindiran Telak Rocky Gerung ke Jokowi dan Bahlil
Menurut Rocky Gerung, peringkat Indonesia soal masalah akademis itu juga berkaitan dengan perilaku pemimpin-pemimpin di Indonesia sendiri.
Rocky kemudian menyinggung mengenai kasus-kasus yang dinilainya sudah banyak terjadi di Indonesia.
"Berbohong di dalam riset, memalsukan ijazah, menyogok supaya lulus skripsi, membayar supaya bisa masuk artikel internasional, kan semua itu bisa dibaca sebagai kondisi pariah di dalam lingkungan intelektual kita tuh," katanya.
Dari itu semua, menurut Rocky, peringkat Indonesia soal masalah akademis itu juga berkaitan dengan pemimpin-pemimpin di Indonesia sendiri.
Dia lantas menyinggung disertasi Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Bahlil Lahadalia yang diterbitkan oleh Universitas Indonesia (UI).
Dalam hal ini, Rocky mengatakan, selain Bahlil, petinggi-petinggi UI juga dianggap bersalah, karena asal-asalan menguji seseorang.
"Akhirnya mengaitkan ketidakjujuran itu dengan perilaku dari pemimpin-pemimpin kita, UI dipermalukan oleh skandal Bahlil, sampai sekarang itu enggak ada kejelasan itu," ungkapnya.
"Yang salah di situ bukan sekedar Bahlil berupaya untuk berbohong dalam metodologi. tetapi peneliti-peneliti atau mereka yang menguji Bahlil atau petinggi-petinggi di UI juga bersalah secara moral tuh karena asal-asalan menguji orang kan," imbuhnya.
Begitu juga dengan Universitas Gadjah Mada (UGM), kata Rocky, kampus yang dinobatkan menjadi salah satu universitas terbaik kini dicurigai membantu memalsukan ijazah eks Presiden RI, Joko Widodo (Jokowi).
"Demikian juga UGM, yang ya status UGM sebagai salah satu universitas terbaik itu akhirnya runtuh karena dicurigai dengan kuat bahwa (mantan) Presiden Jokowi dibantu oleh elit politiknya untuk memalsukan ijazah beliau," bebernya.
"UGM tidak bisa membuktikan bahwa ijazah itu betul-betul sudah di-screening dengan cermat, sehingga bisa dijadikan sebagai tanda kelulusan mantan Presiden Jokowi," ucap Rocky.
Dengan adanya hal-hal tersebut, Rocky mengatakan bahwa wajar bila Indonesia menjadi negeri yang hidup dengan pembohongan dan kepalsuan.
"Jadi semua hal itu akhirnya terumuskan bahwa Indonesia ini, negeri ini hidup dengan pembohongan hidup dengan kepalsuan, hidup dengan palsu memalsukan, hidup dengan berbohong."
"Itu akhirnya akan jadi ingatan kolektif publik bahwa negeri ini negara yang memang tidak memiliki etika di dalam ketajaman berpikir," ujar Rocky.
Bahlil Raih Gelar Doktor Kurang dari 2 Tahun
Terkait dengan disertasi Bahlil itu, diketahui bahwa sang menteri meraih gelar Doktor dalam program studi (Prodi) Kajian Strategik dan Global di UI dan sidang Rabu (16/10/2024) lalu.
Sidang dipimpin oleh Ketua Sidang, Prof. Dr. I Ketut Surajaya, S.S., M.A. Sidang terbuka ini dihadiri oleh promotor Prof. Dr. Chandra Wijaya, M.Si., M.M, serta ko-promotor Dr. Teguh Dartanto, S.E., M.E., dan Athor Subroto, Ph.D. Bahlil diuji oleh Dr. Margaretha Hanita, S.H., M.Si., Prof. Dr. A. Hanief Saha Ghafur, Prof. Didik Junaidi Rachbini, M.Sc., Ph.D., Prof. Dr. Arif Satria, S.P., M.Si., dan Prof. Dr. Kosuke Mizuno.
Bahlil berhasil lulus dalam kurun waktu 1 tahun 8 bulan dengan predikat dengan pujian cumlaude.
Hal tersebut menjadi sorotan dan kemudian menjadi polemik, karena biasanya program studi S3 rata-rata membutuhkan waktu 3-5 tahun untuk menyelesaikannya.
Dikutip dari laman resmi Pangkalan Data Pendidikan Tinggi (PDDikti), Bahlil tercatat masuk UI sebagai mahasiswa Doktoral pada 13 Februari 2023.
Adapun, Disertasi Bahlil itu berjudul "Kebijakan, Kelembagaan dan Tata Kelola Hilirisasi Nikel yang Berkeadilan dan Berkelanjutan di Indonesia". Ia mengangkat isu hilirisasi komoditas nikel.
Menurut risalah yang beredar, data penelitian disertasi Bahlil didapatkan tanpa izin narasumber dan penggunaannya tidak transparan.
Setelah polemik disertasi Bahlil muncul dan menjadi sorotan publik, gelar doktor Ketua Umum Golkar itu ditangguhkan oleh UI.
Penangguhan itu dilakukan pada November 2024 berdasarkan hasil rapat empat organ UI.
Kabar terakhir, disertasi Bahlil yang menuai polemik itu tidak dibatalkan, tetapi UI memutuskan untuk memberikan rekomendasi pembinaan.
Tudingan soal Ijazah Palsu Jokowi Masih dalam Penyelidikan
Sementara itu, mengenai tudingan ijazah palsu Jokowi, sekarang ini masih ditangani oleh Polda Metro Jaya.
Kabar terbaru, polisi melibatkan sebanyak tujuh ahli dalam kasus tudingan ijazah palsu Jokowi tersebut.
Selain itu, Polda Metro Jaya juga masih melakukan penyelidikan dua objek perkara kasus tudingan ijazah palsu Jokowi tersebut, karena penyidik masih menunggu seluruh fakta terkumpul secara utuh.
“Objek perkara pertama dugaan fitnah yang diketahui dari akun media sosial dengan tuduhan pelapor memiliki ijazah S1 palsu, skripsi palsu serta lembar pengesahannya," ujar Kabid Humas Polda Metro Jaya, Kombes Ade Ary Syam Indradi di Mapolda Metro Jaya, Jakarta Selatan, Kamis (26/6/2025).
Perkara pertama ini berdasarkan laporan polisi yang dibuat Jokowi pada 30 April 2025 lalu.
Dalam objek tersebut, penyelidik telah melakukan pemeriksaan terhadap 49 saksi, termasuk saksi yang melihat, mendengar, dan mengetahui peristiwa tersebut, serta terduga pelaku.
Sedangkan objek perkara kedua berkaitan dengan dugaan tindakan penghasutan orang lain dan menyebarkan berita bohong melalui media elektronik.
Perkara ini berasal dari lima laporan polisi yang ditarik dari sejumlah Polres ke Polda Metro Jaya dengan terlapor Roy Suryo Dkk.
"Update pendalaman dalam tahap penyelidikan ini yaitu penyelidik sudah melakukan pengambilan keterangan terhadap 50 saksi," imbuhnya.
Polisi juga meminta legal opinion atau pendapat hukum dari beberapa ahli.
"Yang jelas proses penyelidikan atau penerimaan laporan dari masyarakat maka tim yang mengawali tugasnya dalam proses penyelidikan itu harus dilakukan dengan prinsip kehati-hatian sesuai SOP yang berlaku," ucapnya.
Menurut Ade, pendapat hukum dari berbagai ahli tersebut diperlukan untuk mengungkap fakta peristiwa.
"Untuk perkara pertama legal opinion telah diminta dari Dewan Pers dan ahli digital forensik," tuturnya.
Pendapat ahli juga dimintakan untuk objek perkara kedua yang digabungkan dari beberapa Polres.
"Ada beberapa pendapat ahli yang belum penyelidik terima balik hasil legal opinion-nya yang sudah dimintakan kepada para ahli," ujar Ade.
"Antara lain, ahli digital forensik kemudian ahli bahasa Indonesia, kemudian ahli hukum ITE, kemudian ahli sosial hukum, ahli psikologi masa, grafologi, dan ahli hukum pidana," sambungnya.
Terkait dengan pertanyaan kapan gelar perkara akan dilakukan, Ade menegaskan, hal itu masih menunggu seluruh fakta terkumpul.
Ade menyebut, tahapan-tahapan harus dilakukan agar peristiwa yang diselidiki utuh.
"Gelar perkara akan dilakukan setelah semua fakta lengkap untuk menentukan apakah ada unsur tindak pidana atau tidak,” tuturnya.
Sebelumnya, Jokowi telah melaporkan langsung sejumlah orang atas dugaan pencemaran nama baik ke Ditreskrimum Polda Metro Jaya pada 30 April 2025.
Adapun, kelima terlapor tersebut yakni berinisial RS, ES, RS, T, dan K. Dari beberapa inisial nama merujuk pada Roy Suryo, Rismon Sianipar, Dokter Tifa, Eggi Sudjana, dan Kurnia Tri Royani.
Praktis laporan Jokowi ini sudah berjalan hampir dua bulan.
Sumber: Tribun
Artikel Terkait
Amien Rais Tuduh Jokowi Biang Kecelakaan Hanafi Rais di Tol Cipali, Ade Armando Beri Sanggahan
Amien Rais Yakin Jokowi Simpan Uang Triliunan Rupiah di Bungker Rumah Solo: Saya Percaya
Amien Rais Yakin Jokowi Simpan Triliunan Rupiah di Bunker Rumah: Uang Haram Tak Mungkin Disimpan di Bank
Amien Rais Tuding Jokowi Dalang Kecelakaan Hanafi Rais di Tol Cipali Tahun 2020, Begini Kesaksian Sopir!