PARADAPOS.COM - Presiden ke-7 RI Joko Widodo (Jokowi) curiga ada agenda besar politik di balik polemik ijazahnya, termasuk upaya pemakzulan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka.
"Saya berperasaan, memang kelihatannya ada agenda besar politik, di balik isu-isu ijazah palsu, isu pemakzulan," kata Jokowi saat ditemui wartawan di kediaman pribadinya di Sumber, Banjarsari, Solo, Senin (14/7/2025).
Menurut dugaan Jokowi, salah satu motif dari agenda besar politik adalah untuk menurunkan reputasi politiknya.
Termasuk mengaburkan prestasi-prestasi yang ia lakukan selama dua periode memimpin sebagai Presiden RI.
"Ini perasaan politik saya mengatakan ada agenda besar politik untuk menurunkan reputasi politik, untuk men-downgrade," ujar dia.
"Termasuk itu (isu pemakzulan) jadi ijazah palsu, pemakzulan Mas Wapres, saya kira ada agenda besar politik," ucap Jokowi.
Meski demikian, Jokowi menyatakan dirinya merespons itu secara biasa saja.
"Ya buat saya biasa-biasa aja lah dan biasa, ya bisa," imbuh dia.
Terkait kasus dugaan ijazah palsu yang masih terus bergulir, Jokowi meminta masyarakat mengikuti proses hukum yang sedang berjalan.
"Ini kan dalam proses hukum. Saya baca kemarin sudah dalam proses penyidikan. Ya sudah serahkan kepada proses hukum yang ada. Kemudian nanti kita lihat di sidang yang ada di pengadilan seperti apa," tuturnya.
Ia pun kembali menegaskan hanya akan menunjukkan ijazah aslinya di pengadilan. Ia tidak akan menunjukkan di luar sidang.
"Yang jelas saya ingin menunjukkan ijazahnya di dalam sidang pengadilan nantinya. Nggak (di luar sidang). Harus dalam sidang-sidang pengadilan yang ada nanti. Akan saya tunjukkan ijazah asli yang saya miliki," jelasnya.
Isu pemakzulan Gibran mencuat setelah keluar pernyataan sikap dari Forum Purnawirawan Prajurit TNI, April 2025 lalu.
Saat itu Forum Purnawirawan Prajurit TNI secara terbuka mengeluarkan delapan tuntutan.
Salah satunya adalah mengusulkan kepada MPR untuk mengganti Wapres Gibran Rakabuming Raka karena proses pemilihannya dianggap melanggar hukum.
Salah satu yang menandatangani itu adalah mantan Wapres Try Sutrisno.
Ada pula nama sejumlah purnawirawan lain seperti Fachrul Razi, Tyasno Soedarto, Slamet Soebijanto, dan Hanafie Asnan. Tuntutan ini masih berproses.
Terbaru, mereka mengirimkan surat tuntutan ke MPR, DPR dan DPD meminta mereka untuk menindaklanjutinya secara politik.
Sementara polemik ijazah S1 Jokowi sudah muncul sejak lama. Polemik ini timbul tenggelam.
Kemunculan polemik ini biasanya menjelang pemilu, ketika Jokowi mencalonkan diri.
Kini, setelah lengser, polemik kembali muncul. Sejumlah orang melaporkan dugaan ijazah palsu Jokowi ke polisi.
Jokowi kemudian balik melaporkan sejumlah orang karena alasan dugaan pencemaran nama baik, terkait polemik ijazah.
Universitas Gadjah Mada (UGM) tempat Jokowi menimba ilmu saat kuliah, telah menyatakan keaslian ijazah Jokowi.
Jokowi sudah melaporkan pihak-pihak yang menudingnya memiliki ijazah palsu itu ke Polda Metro Jaya.
Adapun 4 orang yang dilaporkan Jokowi di antaranya mantan Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora) Roy Suryo, ahli digital forensik Rismon Sianipar, Wakil Ketua Tim Pembela Ulama dan Aktivis (TPUA) Rizal Fadillah, dan dokter Tifauzia Tyassuma.
Belakangan laporan itu juga naik ke tahap penyidikan. Polisi akan segera menentukan sosok tersangka dalam kasus tersebut.
"Di tahap penyidikan adalah tujuannya untuk mengungkap siapa membuat terang peristiwa pidana dan mengungkap siapa tersangkanya dan inilah di tahap kedua sekarang ini," kata Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Ade Ary Syam Indradi kepada wartawan, Jumat (11/7/2025).
Ade Ary belum memerinci kapan Jokowi akan diperiksa setelah kasus naik ke tahap penyidikan. Namun, yang pasti, nantinya penyidik lah yang akan menentukan jadwal pemeriksaan.
Terpisah, kuasa hukum Roy Suryo, Ahmad Khozinudin, menyebut laporan Jokowi itu adalah bentuk kriminalisasi terhadap pihak-pihak yang mengkritik.
"Dengan meningkatnya status ke penyidikan, ini mengonfirmasi bahwa kriminalisasi sedang, telah, dan akan terus terjadi," kata Ahmad.
Ia menyebut cara Jokowi mengembalikan kehormatannya tidak tepat.
Menurutnya, langkah yang lebih masuk akal adalah dengan menunjukkan ijazah asli, bukan dengan menyeret orang ke jalur pidana.
"Kalau ingin membuktikan ijazah asli, ya tunjukkan saja. Melaporkan orang ke polisi itu ujungnya penjara, bukan tempat mengembalikan kehormatan," tegas Ahmad.
Namun kuasa hukum Jokowi, Rivai Kusumanegara membantah. Ia menegaskan laporan kliennya ke Polda Metro Jaya terkait tudingan ijazah palsu bukan bentuk kriminalisasi.
"Kalau memang ini kriminalisasi, tidak mungkin kasusnya naik ke tahap penyidikan. Kita sekarang hidup di era demokrasi dan keterbukaan," ujar Rivai.
Menurut Rivai, Jokowi kini bukan lagi presiden dan telah kembali menjadi warga negara biasa.
Sehingga tidak memiliki kekuasaan untuk menekan atau mengintervensi proses hukum.
"Pak Jokowi sudah warga biasa. Tidak bisa memberi privilege, tidak bisa mempromosikan siapa pun. Jadi tidak ada gunanya kriminalisasi," jelas Rivai.
Rivai menegaskan salah satu tujuan laporan ini adalah agar keabsahan ijazah Jokowi diuji melalui jalur hukum, bukan melalui debat publik yang tak berujung.
Naiknya status kasus ini ke penyidikan, kata Rivai, membuktikan laporan Jokowi memenuhi unsur pidana dan didukung oleh fakta hukum.
"Dengan naik ke penyidikan, artinya laporan Pak Jokowi bukan asumsi kosong. Dua hal terpenuhi: ada fakta hukum dan terpenuhi unsur pasal pidana," katanya
Sumber: Tribunnews
Artikel Terkait
Rocky Gerung Yakin Gibran Bakal Betah Ngantor di Papua: Asal Ada Tamiya, Aman!
Jokowi Curiga Agenda Besar di Balik Isu Pemakzulan Gibran: Benarkah Ada Upaya Pemisahan Dua Kekuatan Politik Ini?
Jokowi Belum Pulih Sekarang Mulai Main Perasaan
Kata Amien Rais: Pengen Terus Eksis, Jokowi Alami Sindrom Kejiwaan dan Kemerosotan Wibawa!