– Saat pelepasan Perdana Menteri Tiongkok di bandara sebuah prosesi diplomatik yang biasanya dihadiri langsung oleh Presiden atau Wakil Presiden posisi Gibran kembali digantikan Menteri ATR/BPN Agus Harimurti Yudhoyono. Pergantian ini simbolis: Gibran tak lagi dianggap representatif untuk urusan hubungan bilateral tingkat tinggi.
– Ketika dalam rapat kerja nasional partai koalisi ajang strategis yang semestinya menjadi wadah konsolidasi kekuatan dan penyusunan arah politik, Gibran hanya diminta untuk membuka acara dengan membacakan doa.
– Saat Presiden Prabowo dijadwalkan bertemu dengan Presiden Turki, – Tayyip Erdoğan, seorang staf istana yang masih mengira Gibran adalah bagian dari lingkaran dalam bertanya dengan polos, “Apakah Gibran akan diajak serta?” Jawaban Prabowo dilaporkan singkat, tajam, dan nyaris dingin: “Turki itu negara besar, jangan mempermalukan kita.”.
“Jokowi dipastikan mengetahui dan merasakan telah terjadi proses isolasi, bahwa Gibran bukan bagian dari wajah diplomasi Indonesia,” jelas Sutoyo.
Kumpulan peristiwa tersebut lanjut Sutoyo bukan sekadar catatan harian protokoler, keadaan semakin sulit dibantah, Gibran sedang diisolasi dengan cara yang sistematis, perlahan, dan senyap.
Menurutnya pola isolasi Ia kadang diundang, lalu batal secara sepihak.
Kadang digantikan oleh menteri lain dan bahkan dalam beberapa kasus dikirim menghadiri agenda yang tidak setara secara politik.
“Sebuah pengasingan dalam sunyi inilah dari serangkaian kejadian tersebut , publik mulai menangkap pola Gibran tak hanya sedang “tidak dilibatkan”, tapi perlahan-lahan sedang “dipindahkan” dari inti kekuasaan menuju pinggir selokan,” terang Sutoyo.
Dikemukakan Sutoyo di tengah sorotan publik yang kian tajam, Gibran Rakabuming Raka, akan diperankan hanya sebagai Wakil Presiden Kosmetik ornamen politik.
Sekedar ada nyaris tak berfungsi. Seolah-olah kehadirannya hanya untuk melengkapi formasi, bukan untuk mengambil peran dalam pementasan.
“Sekelas Gibran tak akan sadar bahwa dirinya sedang diisolasi dari peta pengaruh. Bahkan mungkin gembira bisa bermain main di halaman Istana Wapres,” jelasnya.
Sutoyo menilai miris, yang membuat situasi ini kian menggelitik adalah reaksi Gibran sendiri.
Dalam beberapa kesempatan di forum publik, ucapannya justru memunculkan sifat kekanak-kanakan.
Ia pernah berbicara soal makanan kucing atau menceritakan hobinya bermain layangan di sela agenda kabinet.
“Apakah karena alasan diatas Prabowo Subianto belum mau menerima FPP TNI yang mengusulkan pemakzulan Gibran karena Prabowo sedang dalam bergerak dalam senyap,” tanya Sutoyo tajam.
“Bisa jadi Presiden Prabowo sedang menggunakan pendekatan khas militer: isolasi dalam keramaian, “Jika tidak bisa diberhentikan, maka singkirkan perlahan-lahan.” katanya.
Namun kata Sutoyo bdi pernyataan terakhirnya, solusi menurunkan Gibran terpulang pada Presiden Prabowo Subianto, memang ada dua pilihan, “turunkan sesuai jalur konstitusi yang berlaku atau mengisolasi, menggeser peran dan fungsinya perlahan nyaris tanpa suara, membeku dengan sendirinya”
Sumber: JakartaSatu
Artikel Terkait
Banjir Jakarta 2025: Penyebab & Kritik untuk Pramono Anung
Dukung Bareskrim! IPW Soroti Kerugian Negara Rp 1,08 Triliun dari Tambang Emas Ilegal di Lombok
Strategi Partai Perindo Dongkrak 130 Juta Warga Naik Kelas Ekonomi
Hary Tanoe: Partai Perindo Akan Jadi Partai Besar, Ini Kuncinya!