PARADAPOS.COM - Roy Suryo kembali blak-blakan mengenai langkah Komisi Pemilihan Umum (KPU) yang sempat mengeluarkan Keputusan No. 731 Tahun 2025.
Dikatakan Roy, aturan yang diduga untuk melindungi data pribadi Wapres Gibran Rakabuming yang banyak dipersoalkan itu hampir saja membuat rusuh Indonesia.
“Hampir saja kedamaian Indonesia yang baru saja pulih dari Tragedi Agustus berdarah kelabu bulan lalu, kembali mau dikoyak oleh ulah KPU,” ujar Roy, Kamis (18/9/2025).
Ia menjelaskan, keputusan yang ditandatangani pimpinan KPU pada 21 Agustus 2025 itu dibuat sepihak tanpa konsultasi ke DPR, khususnya Komisi II.
Akibatnya, keputusan yang melarang akses publik terhadap dokumen persyaratan capres-cawapres langsung memicu kegaduhan.
“Bisa dibayangkan bagaimana rusaknya kedamaian yang sudah susah diraih akhir-akhir ini bisa sirna akibat ulah KPU,” tegasnya.
Roy menilai sangat wajar jika publik kini mendesak seluruh pimpinan KPU untuk mundur.
Menurutnya, pertanggungjawaban moral tidak cukup hanya dibebankan kepada Ketua KPU Muh Affifuddin, tapi juga kepada seluruh komisioner.
“Jadi perlu diingat yang harus mundur bukan hanya Muh Affifuddin saja, namun semua Komisioner KPU karena secara bersama-sama telah gagal dalam bekerja,” kata Roy.
Ia mengatakan bahwa keputusan itu sejak awal kontroversial karena tampak subyektif melindungi oknum tertentu agar dokumen ijazah tidak bisa diakses masyarakat.
Namun dampaknya justru menutup akses publik terhadap 15 syarat lain yang sebelumnya terbuka.
“Ini ibarat mau mencari tikus tapi KPU malah membakar lumbungnya. Sebuah tindakan yang malah melawan akal waras dan menutup keterbukaan informasi publik demi melindungi kebohongan atau bahkan kejahatan oknum tertentu,” sesalnya.
Roy juga mengkritik alasan KPU yang merujuk pada PKPU No. 15 Tahun 2014 dan PKPU No. 22 Tahun 2018.
Ia menegaskan, rujukan itu justru bertentangan dengan aturan yang lebih tinggi.
“KPU malah lupa bahwa ada UUD 1945, UU No. 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik, dan UU No. 27 Tahun 2022 tentang Perlindungan Data Pribadi yang jelas memiliki kedudukan di atasnya,” tegasnya.
Ia pun membeberkan sederet dokumen penting yang hampir ditutup aksesnya, mulai dari LHKPN, SKCK, surat kesehatan, NPWP, SPT, rekam jejak, hingga surat pernyataan setia pada Pancasila dan UUD 1945.
Bahkan dokumen keterangan bebas G30S/PKI serta ijazah juga termasuk di dalamnya.
“Terlihat sangat subyektif untuk memihak oknum tertentu, ternyata berimplikasi besar terhadap tertutupnya semua akses masyarakat terhadap ke-15 syarat lainnya yang seharusnya terbuka demi transparansi,” jelasnya.
Roy menambahkan, sebelum keputusan itu dibatalkan, ia sempat mendiskusikan persoalan ini bersama mantan Ketua KPU Arif Budiman dan pengacara Rivai Kusumanegara.
Dari situ, kata dia, semakin jelas siapa yang benar-benar berpihak pada keterbukaan dan siapa yang melawan prinsip demokrasi.
Meski aturan KPU tersebut akhirnya dibatalkan, Roy mengingatkan bahwa perjuangan belum selesai.
"Kita tetap harus waspada, karena musuh demokrasi sering menyelinap dari dalam lewat celah regulasi. Setiap kali ada aturan yang berpotensi melemahkan transparansi dan demokrasi, semua harus kepo (curiga) dan kritis,” kuncinya.
Sumber: Fajar
Artikel Terkait
ICW Laporkan Korupsi Pengurangan Porsi Makanan Haji Rp 255 M, Serahkan 3 Nama Terduga Pelaku
VIRAL Aksi Penghapusan Mural One Piece di Sragen, TNI Klaim Sukarela Tapi Kok Dikawal dan Diawasi?
Pengibar Bendera One Piece Diburu Aparat, Soleh Solihun: Kalau Bendera Ormas sama Parpol Boleh
Fantastis! Dilaporkan Tom Lembong, Lonjakan Harta Kekayaan Hakim Dennie Arsan Fatrika Jadi Sorotan