PARADAPOS.COM - Suasana perbincangan publik mengenai dugaan korupsi kuota haji memasuki babak baru ketika Pemuda Aswaja, melalui koordinatornya Nur Khalim, menyampaikan pembelaan terbuka kepada mantan Menteri Agama (Menag) Yaqut Cholil Qoumas atau Gus Yaqut.
Dalam pernyataan yang disampaikan di Jakarta, Nur Khalim menegaskan bahwa tuduhan korupsi kuota haji kepada Gus Yaqut adalah fitnah yang tergolong dosa besar dan dapat menjerumuskan pelakunya ke neraka.
Nur Khalim menyoroti bahwa isu yang beredar mengenai korupsi kuota haji telah menimbulkan kegaduhan di tengah masyarakat Muslim.
Ia mengingatkan bahwa fitnah dalam ajaran agama Islam dipandang lebih kejam daripada pembunuhan, dan menyebarkan tuduhan tanpa bukti yang sahih bisa merusak kehormatan seseorang serta memecah belah umat.
“Orang yang memfitnah Gus Yaqut melakukan korupsi kuota haji menanggung dosa besar,” tegasnya, Kamis (18/9/2025)
Menurutnya, selama masa kepemimpinan Gus Yaqut di Kementerian Agama, penyelenggaraan haji berjalan baik dan tertib.
Ia menilai bahwa segala kebijakan terkait kuota haji diambil melalui mekanisme resmi dan pertimbangan teknis, bukan untuk kepentingan pribadi.
Kasus dugaan penyalahgunaan kuota haji bermula dari laporan publik yang menyoroti pengalihan sebagian kuota haji reguler ke kuota khusus pada penyelenggaraan 2023–2024.
Laporan ini kemudian mendorong Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melakukan penyelidikan, memanggil sejumlah pejabat Kementerian Agama, dan memeriksa Yaqut sebagai saksi.
Hingga kini, proses penyidikan terus berjalan dan KPK belum menetapkan tersangka.
Perlu dicatat bahwa proses hukum yang dilakukan KPK masih berada pada tahap pengumpulan bukti dan keterangan.
Belum ada keputusan pengadilan atau pernyataan resmi yang menyebutkan keterlibatan Gus Yaqut dalam tindak pidana korupsi.
Dukungan moral terhadap Gus Yaqut tidak hanya datang dari Pemuda Aswaja.
Beberapa tokoh Nahdlatul Ulama (NU) menyampaikan keyakinan bahwa Gus Yaqut akan menghadapi proses hukum dengan baik dan menolak spekulasi yang tidak berdasar.
Mereka menilai tuduhan yang beredar dapat merusak kepercayaan publik jika tidak disertai bukti yang jelas.
Pernyataan Pemuda Aswaja menggambarkan perbedaan tegas antara ranah moral dan ranah hukum.
Dari sisi moral, menuduh tanpa bukti adalah perbuatan tercela dan dapat menimbulkan perpecahan.
Namun, secara hukum, Indonesia menjunjung asas praduga tak bersalah: setiap warga negara tidak dapat dinyatakan bersalah sebelum ada putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap.
Sumber: SuaraNasional
Artikel Terkait
Teka-Teki Duduk Perkara Jual Beli Kuota Haji dan Peran Ustadz Khalid Basalamah
Reaksi PDIP soal Prabowo Copot Hendrar Prihadi dari Kepala LKPP
GEGER! Santri Bogor Meninggal Usai Wajahnya Ditimpa Batu Saat Tidur, Orangtua Ungkap Kronologinya
Viral! Laporan Dokumen LHKPN Jadi Bungkus Bawang, Ini Kata Jubir KPK