PARADAPOS.COM - Di tengah teriakan panik dan dentuman ledakan yang mengguncang tanah pesisir selatan Garut, seorang pemuda bernama Anjas (26) berdiri terpaku, tubuhnya berdebu, dan mata terbelalak menyaksikan serpihan tubuh manusia beterbangan di udara.
Ia baru saja selamat dari kematian bukan karena keberuntungan semata, melainkan karena satu perintah sederhana dari seorang Komandan Regu (Danru) yang mengubah jalan hidupnya.
Senin pagi (12/5/2025) di Desa Sagara, Kecamatan Cibalong, Garut, TNI tengah melaksanakan agenda rutinan yakni pemusnahan amunisi kadaluwarsa.
Lokasinya terpencil, dua kilometer dari jalan raya, jauh dari permukiman.
Di titik itulah 13 nyawa melayang, sembilan warga sipil dan empat anggota TNI.
Mereka tewas dalam satu ledakan susulan yang tak pernah terduga.
Anjas, warga Desa Sancang, salah satu dari puluhan warga yang biasa mendekat usai peledakan untuk mengais sisa logam dari proyektil yang telah dimusnahkan.
Besi, tembaga, atau kuningan bekas ledakan bisa dijual kembali menjadi mata pencaharian tambahan bagi sebagian warga pesisir, tapi hari itu berbeda.
“Saya disuruh Danru untuk bawa tutup peti amunisi. Jadi saya agak menjauh dari sumur amunisi. Baru beberapa langkah, tiba-tiba meledak,” ujar Anjas lirih.
Kepulan pasir, bau mesiu, dan potongan tubuh manusia menyapu tubuhnya. Ia tidak terluka, namun apa yang dilihatnya akan terus melekat dalam ingatan.
“Proses pemusnahan sebenarnya sudah selesai. Tapi tiba-tiba ada ledakan susulan. Teman-teman saya yang tadi masih beres-beres di dekat sumur, semua tewas,” kenang Anjas dengan mata berkaca.
Kebiasaan yang Berujung Maut
Kepala Pusat Penerangan TNI Mayjen Kristomei Sianturi mengonfirmasi bahwa kegiatan pemusnahan amunisi memang sudah berjalan sesuai rencana.
Namun ledakan kedua yang tak terduga itulah yang menjadi titik bencana. Ia membenarkan bahwa kebiasaan warga mendekat ke lokasi pasca-ledakan telah berlangsung lama.
"Memang kebiasaan masyarakat di sana datang ke lokasi peledakan untuk mengambil logam sisa munisi. Mungkin karena bisa dikumpulkan lalu dijual. Tapi ini sangat berbahaya," ujar Kristomei dalam keterangan resmi.
Pihak TNI kini tengah melakukan penyelidikan menyeluruh atas tragedi ini, termasuk evaluasi SOP pemusnahan amunisi dan penanganan warga sipil yang mendekat ke zona rawan.
Kristomei menyatakan, ada kemungkinan kelalaian dalam pengamanan perimeter lokasi, atau ketidaksadaran bahwa masih ada bahan peledak aktif yang tersisa.
Tanah tempat ledakan terjadi diketahui merupakan milik Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Garut, yang rutin dipakai TNI sebagai lokasi pemusnahan karena jauh dari penduduk.
Namun ironisnya, keterpencilan itu justru membuka ruang bagi warga untuk “berburu logam” tanpa pengawasan ketat.
Saat ini, lokasi telah disterilkan, sementara ke-13 jasad korban masih berada di ruang jenazah RSUD Pameungpeuk.
Keluarga korban terus berdatangan, dan duka membalut pesisir selatan yang sebelumnya tenang.
Sumber: TvOne
Artikel Terkait
Pengamat Memprediksi Prabowo Maju di Pilpres 2029 Tanpa Gibran, Sosok Muda Berprestasi Ini Berpeluang Mendampingi!
Try Sutrisno: Yang Penting Saya Tidak Jual Negara
Samad Bantah Ada Surat Pemanggilan dari Polda Metro Jaya
ANEH! Font di Skripsi Jokowi Dibandingkan, Kampus Terbaik di Dunia Masih Gunakan Mesin Ketik Tapi Punya Jokowi Kok Sudah Canggih?