Korupsi Kuota Haji: Tergerusnya Nilai Agama, Matinya Nurani Kemanusiaan!

- Selasa, 19 Agustus 2025 | 19:55 WIB
Korupsi Kuota Haji: Tergerusnya Nilai Agama, Matinya Nurani Kemanusiaan!


Korupsi Kuota Haji: Tergerusnya Nilai Agama, Matinya Nurani Kemanusiaan!


KASUS dugaan korupsi kuota haji 2023-2024 telah naik ke penyidikan. Berbagai pihak telah diperiksa oleh KPK dan dicegah pergi keluar negeri.


Salah satunya mantan Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas, termasuk agen-agen travel haji yang diduga terlibat dalam pembagian kuota haji tambahan 2024.


Namun, publik masih mempertanyakan, mengapa belum ada penetapan tersangka?


Jika dilihat dari rentang waktu penyidikan—sejak ditetapkan pada 9 Agustus—hingga 18 Agustus 2025, belum ada penetapan tersangka.


Publik menaruh curiga, adakah kompromi atau lobi-lobi politik dalam penanganan kasus ini? Benarkah ini bagian dari pendalaman dan pengembangan kasus?


Atau ini bagian dari kalkulasi elektoral 2029 karena basis massa, sehingga ada yang perlu “diselamatkan” dan dikorbankan? Dengan kata lain, “dikondisikan”.


Tentu saja kita harus mengedepankan asas praduga tak bersalah, apapun kasusnya dan siapapun orangnya. Dan kita percayakan pada KPK untuk mengusut kasut ini seterang-terangnya, meski sesungguhnya kasus ini sudah terang.


Postur kasus


Perkara ini bermula dari kuota haji tambahan—20.000 calon jamaah haji yang diberikan oleh pemerintah Arab Saudi kepada pemerintah Indonesia.


Kuota haji tersebut diperuntukkan haji reguler karena antrean panjang, hingga puluhan tahun dan pada saat bersamaan, calon jamaah haji terkejar usia.


Menag saat itu, Yaqut Cholil Qoumas, membagi kuota tersebut menjadi 10.000 untuk kuota haji reguler dan 10.000 untuk kuota haji khusus. Pembagian kuota haji tersebut terterang dalam Surat Keputusan (SK) Menteri Agama Nomor 130 Tahun 2024.


Pembagian kuota haji tersebut tak sesuai dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umroh, yang mengharuskan 92 persen untuk kuota haji reguler dan 8 persen untuk kuota haji khusus. Jadi, mengambil hak kuota haji reguler.


Kalaupun pembagian kuota haji sesuai dengan aturan, seharusnya 18.400 untuk kuota haji reguler dan 1.600 untuk kuota haji khusus.


Namun, perlu diingat bahwa kuota haji tambahan 20.000 itu diperuntukkan kuota haji reguler, bukan untuk kuota haji khusus.


Di sini lah celah dugaan korupsi pembagian kuota haji terjadi. Selain karena pembagian kuota haji tidak sesuai dengan undang-undang, diduga kuat pihak-pihak yang terlibat dalam pembagian 10.000 kuota haji khusus, termasuk di dalamnya 8.400 kuota haji “ilegal” mendapat keuntungan.


Perhitungan awal KPK, kerugian negara akibat dugaan korupsi pembagian kuota haji mencapai lebih dari Rp 1 triliun. Angka yang sangat tinggi untuk korupsi di Kementerian Agama.


Tentu tak dibenarkan korupsi di kementerian/lembaga atau di tempat lain. Apapun dalilnya, korupsi tak dibenarkan oleh hukum, agama, dan kemanusiaan.


Lebih jauh lagi, korupsi telah merampas hak rakyat—termasuk hak haji reguler, mengkhianati kepercayaan rakyat, merusak lembaga/institusi demokrasi, dan memiskinkan rakyat banyak (Peter Eigen, 2003).


Tak terbayangkan, bagaimana korupsi di Kementerian Agama, yang seharusnya menjaga nilai-nilai agama justru tergerus oleh praktik kotor korupsi.


Agama tak mengajarkan korupsi, mengambil hak orang lain, mengeksploitasi orang lain, menindas orang lain.


Halaman:

Komentar