TERKUAK! Raja Ampat Bukan Korban Tunggal, Trend Asia Temukan 35 Pulau Kecil Terancam Rusak Akibat Tambang

- Senin, 09 Juni 2025 | 06:20 WIB
TERKUAK! Raja Ampat Bukan Korban Tunggal, Trend Asia Temukan 35 Pulau Kecil Terancam Rusak Akibat Tambang

Perusahaan ini telah memiliki dokumen AMDAL (Analisis Mengenai Dampak Lingkungan) pada tahun 2014, lalu Adendum AMDAL di tahun 2022, dan Adendum AMDAL Tipe A yang diterbitkan tahun lalu oleh Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan.


Sementara itu IPPKH (Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan) dikeluarkan tahun 2015 dan 2018. Penataan Areal Kerja (PAK) diterbitkan tahun 2020. Hingga 2025, total bukaan tambang mencapai 187,87 Ha, dengan 135,45 Ha telah direklamasi.


PT Gag Nikel belum melakukan pembuangan air limbah karena masih menunggu penerbitan Sertifikat Laik Operasi (SLO).


PT Anugerah Surya Pratama (ASP)


Perusahaan ini mengantongi IUP Operasi Produksi berdasarkan SK Menteri ESDM No. 91201051135050013 yang diterbitkan pada 7 Januari 2024 dan berlaku hingga 7 Januari 2034. Wilayahnya memiliki luas 1.173 Ha di Pulau Manuran. 


Untuk aspek lingkungan, PT ASP telah memiliki dokumen AMDAL pada tahun 2006 dan UKL-UPL di tahun yang sama dari Bupati Raja Ampat.


Perusahaan dengan Izin dari Pemerintah Daerah


PT Mulia Raymond Perkasa (MRP)


Perusahaan ini merupakan pemegang IUP dari SK Bupati Raja Ampat No. 153.A Tahun 2013 yang berlaku selama 20 tahun hingga 26 Februari 2033 dan mencakup wilayah 2.193 Ha di Pulau Batang Pele.


Kegiatan masih tahap eksplorasi (pengeboran) dan belum memiliki dokumen lingkungan maupun persetujuan lingkungan.


PT Kawei Sejahtera Mining (KSM)


PT KSM memiliki IUP dengan dasar hukum SK Bupati No. 290 Tahun 2013, yang berlaku hingga 2033 dengan wilayah seluas 5.922 Ha. 


Untuk penggunaan kawasan, perusahaan tersebut memegang IPPKH berdasarkan Keputusan Menteri LHK tahun 2022.


Kegiatan produksi dilakukan sejak 2023, namun saat ini tidak terdapat aktivitas produksi yang berlangsung.


PT Nurham


Pemegang IUP berdasarkan SK Bupati Raja Ampat No. 8/1/IUP/PMDN/2025 ini memiliki izin hingga tahun 2033 dengan wilayah seluas 3.000 hektar di Pulau Waegeo.


Perusahaan telah memiliki persetujuan lingkungan dari Pemkab Raja Ampat sejak 2013. Hingga kini perusahaan belum berproduksi.


Kementerian ESDM menegaskan bahwa seluruh kegiatan pertambangan di Raja Ampat diawasi secara ketat dan transparan.


Pengawasan mencakup aspek legalitas, perlindungan lingkungan, serta kepatuhan terhadap kawasan konservasi dan hutan lindung.


Evaluasi juga dilakukan sesuai Undang-undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, yang mewajibkan reklamasi dilakukan dengan mempertimbangkan manfaat teknis, lingkungan, dan sosial.


Sumber: Suara

Halaman:

Komentar