PARADAPOS.COM - Raja Minyak, Muhammad Riza Chalid, ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus korupsi tata kelola minyak mentah dan produk Pertamina periode 2018-2023.
Penetapan tersangka ini dilakukan setelah Riza tiga kali mangkir pemeriksaan Kejaksaan Agung (Kejagung).
Kini, Riza yang diduga berada di Singapura, masih dalam pencarian.
"Tiga kali dipanggil tidak hadir. Berdasarkan informasi, yang bersangkutan tidak tinggal di Indonesia," kata Direktur Penyidikan Jampidsus Kejagung, Abdul Qohar, dalam konferensi pers, Kamis (10/7/2025).
"Sudah kami tempuh berbagai cara untuk menemukan dan mendatangkan yang bersangkutan," lanjutnya.
Dalam kasus ini, Riza berperan melakukan intervensi terhadap kebijakan tata kelola Pertamina. Ia mendorong penyewaan terminal yang belum dibutuhkan.
Akibat kasus Pertamina ini, negara mengalami kerugian hingga Rp285,01 triliun.
"Reza melakukan intervensi kebijakan tata kelola Pertamina dengan memasukkan penyewaan Terminal Merak, padahal saat itu belum diperlukan tambahan kapasitas," ungkap Qohar.
Sebagai informasi, total ada 18 tersangka dalam kasus ini, termasuk Riza dan anaknya, Muhammad Kerry Andrianto Riza.
Riza merupakan beneficial owner PT Orbit Terminal Merak, sedangkan Kerry Andrianto beneficial owner PT Navigator Khatulistiwa.
Selain kasus minyak mentah, Riza sebelumnya juga terseret dalam tiga kasus, namun berujung lolos jeratan hukum.
"Papa Minta Saham"
Pada 2015, nama Riza Chalid muncul dalam skandal "Papa minta saham" yang menyeret Ketua DPR saat itu, Setya Novanto, dan Direktur Utama Freeport saat itu, Maroef Sjamsoeddin.
Riza disebut-sebut ikut dalam pertemuan antara Setya dan Maroef di sebuah hotel di Jakarta pada 8 Juni 2015.
Dalam pertemuan tersebut, Setya diduga meminta saham Freeport dengan mencatut nama Joko Widodo (Jokowi) dan Jusuf Kalla yang kala itu masih menjabat sebagai Presiden dan Wakil Presiden RI.
Keberadaan Riza diketahui dari rekaman percakapan yang direkam Maroef.
Adanya Riza dalam pertemuan Setya dan Maroef lantas dilaporkan ke Sudirman Said, yang saat itu menjabat sebagai Menteri BUMN.
Oleh Said, laporan itu diteruskan ke Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) DPR RI karena ada keterlibatan Setya.
Buntutnya, Setya mundur dari jabatannya sebagai Ketua DPR RI per 16 Desember 2015.
Kasus "Papa minta saham" terus berlanjut ke Kejagung dengan Setya dan Maroef dimintai keterangan.
Sementara, Riza lolos begitu saja, meski Kejagung beberapa kali memanggilnya untuk dimintai keterangan.
Berhentinya Kasus Petral
Tak hanya "Papa minta saham", kasus mafia migas di Pertamina Energy Trading Ltd (Petral) turut menyeret nama Riza Chalid.
Dalam kasus itu, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah menetapkan mantan Direktur Utama Petral, Bambang Irianto, sebagai tersangka kasus suap terkait kasus Petral, pada 2019.
Bambang diduga menerima 2,9 juta dolar Amerika dari Kernel Oil, karena mengamankan jatah alokasi kargo perusahaan itu dalam tender pengadaan minyak mentah.
Proses tender yang berlangsung pada 2012, sudah dilakukan Bambang dan sejumlah pejabat Pertamina lainnya, tanpa mengacu ketentuan yang berlaku.
Dalam tender itu, sebuah perusahaan Emirates National Oil Company (ENOC), yang ternyata 'perusahaan bendera' untuk menyamarkan Kernel Oil yang tak masuk daftar.
Sayangnya, kasus ini mandek pada pertengahan 2025.
Sebagai informasi, perusahaan Riza, Global Energy Resources, sebelumnya merupakan pemasok utama minyak ke Petral.
Riza disebut-sebut menguasai hampir sebagian besar impor minyak mentah.
Petral, yang berbasis di Singapura, telah dibubarkan Jokowi pada 2015.
Kasus Zatapi
Nama Riza Chalid juga muncul dalam kasus impor minyak Zatapi oleh Petral, pada 2008.
Kasus ini ditangani oleh Mabes Polri. Empat pejabat Pertamina ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus ini, yaitu VP Bagian Perencanaan dan Pengadaan, Chrisna Damayanto; Manajer Pengadaan, Kairudin; Manajer Perencanaan, Rinaldi; Staf Perencanaan Operasi, Suroso Armomartoyo; serta SN yang merupakan Direktur Utama Gold Manor.
Dalam kasus ini, ada indikasi minyak Zatapi yang diimpor Petral, lebih mahal sekitar 11,7 dolar Amerika per barel, dibandingkan harga minyak dengan level yang sama.
Tetapi, pada 2010, Polri memutuskan menghentikan penyidikan sebab tidak ditemukan kerugian negara berdasarkan audit Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP).
"Sudah SP3 atau dihentikan penyidikannya," ujar Ito Soemardi yang saat itu menjabat sebagai Kabareskrim Polri, Rabu (24/2/2010).
Sumber: Tribun
Artikel Terkait
Dokter Tifa Heran: Ijazah Jokowi Tak Pernah Ditunjukkan, Tapi Terlapor Diperiksa Berjam-Jam!
Ada yang Aneh! Sudah di Singapura Riza Chalid Yang Selama Ini Kebal Hukum, Kok Kejagung Baru Tetapkan Cekal ke LN?
Tak Terima Uang Tapi Bikin Kaya 10 Perusahaan? Begini Peran Mengejutkan Tom Lembong di Kasus Impor Gula Miliaran!
INFO! Kasus Ijazah Palsu Jokowi Naik Penyidikan, Ini Deretan Tokoh Berpotensi Jadi Tersangka