PARADAPOS.COM - Anjloknya penerimaan pajak pada awal tahun 2025, berpotensi memicu lonjakan utang pemerintah yang diperkirakan tembus Rp10.000 triliun hingga akhir tahun.
Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies (CELIOS), Bhima Yudhistira, mengatakan kinerja pajak yang jeblok hingga 41,8 persen (yoy) pada Januari 2025 juga akan berdampak pada defisit APBN yang berpotensi melampaui batas 3 persen, dan memengaruhi utang pemerintah.
“Bayangkan kalau Januari saja utangnya naik 43,5 persen dibanding periode yang sama tahun lalu, maka akhir 2025 diperkirakan utang pemerintah tembus Rp10.000 triliun," kata Bhima dalam keterangannya yang dikutip Jumat 14 Maret 2025.
"Beban bunga utang pasti naik tajam tahun depan, membuat overhang utang, memicu crowding out effect di sektor keuangan dan efisiensi belanja ekstrem lebih brutal lagi tahun depan,” lanjutnya.
Menurut Bhima, krisis pajak yang dipicu oleh buruknya implementasi sistem digitalisasi perpajakan terbaru, Coretax, telah merusak stabilitas fiskal.
Ia memperingatkan bahwa situasi ini juga berpotensi menurunkan peringkat surat utang pemerintah akibat hilangnya kepercayaan investor.
“Rating surat utang pemerintah juga diperkirakan mengalami evaluasi.” kata Bhima.
Ia menilai, kinerja keuangan di awal tahun 2025 ini merupakan rapor merah bagi Menteri Keuangan Sri Mulyani beserta jajarannyq, yang dinilai gagal mengelola keuangan dan menjalankan disiplin fiskal.
“Kami mendesak Sri Mulyani, Wakil Menteri, dan Dirjen Pajak untuk mundur karena gagal menjalankan mandat disiplin fiskal tanpa rencana jelas, dan tidak berani melakukan terobosan pajak, justru merusak sistem perpajakan yang ada melalui buruknya implementasi Coretax.” pungkasnya.
Sumber: rmol
Artikel Terkait
Truk Pengangkut Kayu Dibakar Massa, Diduga Pemicu Banjir - Kronologi & Analisis Lengkap
Viral! Ridwan Kamil & Aura Kasih di New York, Unggahan Foto Berdekatan Picu Spekulasi Liburan Bareng
Afeela by Sony Honda: Mobil Listrik Pertama dengan PS Remote Play untuk Main Game PS5/4
Viral Pria Ludahi Kasir Swalayan di Makassar: Kronologi, Identitas Oknum Dosen UIM, & Proses Hukum