Setelah lengser, tak ada jaminan Jokowi akan tetap terlindungi. Jika kekuasaan bergeser kepada kekuatan yang benar-benar ingin mengembalikan marwah konstitusi, maka semua manuver politiknya—dari nepotisme hingga dugaan penyalahgunaan kekuasaan—bisa menjadi bahan gugatan.
Dalam situasi itu, Jokowi bukan lagi “Presiden RI ke-7”, tapi hanya warga negara biasa yang bisa dipanggil ke meja hijau.
2. Kehilangan Kekayaan dan Status Sosial
Banyak penguasa jatuh yang akhirnya harus melepas semua kemewahan semu yang mereka kumpulkan.
Jika terdapat indikasi bahwa akumulasi kekayaan selama pemerintahan Jokowi tidak sesuai dengan profil penghasilan yang sah, maka penyitaan aset dan pelucutan hak istimewa bukan sesuatu yang mustahil.
Bahkan status sosial yang selama ini dibangun lewat pencitraan bisa luruh di hadapan amarah rakyat.
3. Ancaman Keselamatan dan Keamanan Pribadi
Penguasa yang memerintah dengan meminggirkan lawan, membungkam kritik, dan melanggengkan ketidakadilan biasanya akan dikejar oleh gelombang pembalasan. Bukan hanya dari elite politik, tapi juga dari rakyat yang merasa dikhianati.
Hidup dalam penjagaan ketat, selalu curiga, dan tak pernah benar-benar bebas adalah harga yang mungkin harus dibayar.
4. Reputasi yang Rusak dan Warisan Buruk
Seorang pemimpin bisa dikenang karena membangun bangsa, atau karena menghancurkan harapan rakyat.
Ketika buku sejarah ditulis oleh generasi mendatang, Jokowi mungkin tidak akan dikenang sebagai “presiden rakyat” seperti narasi awalnya, melainkan sebagai tokoh yang membuka jalan bagi kemunduran demokrasi, politik dinasti, dan kehancuran independensi institusi negara.
5. Gelombang Pembalasan Dendam Politik
Musuh-musuh politik yang kini terpinggirkan bisa saja bangkit kembali dengan membawa agenda balas dendam.
Bahkan jika Jokowi sendiri luput, keluarganya mungkin akan menjadi sasaran serangan politik balik, termasuk yang telah ia tempatkan dalam posisi strategis: Gibran di kursi RI-2, Bobby sebagai calon gubernur, hingga Kaesang sebagai ketua partai.
Penutup: Sejarah Tidak Pernah Lupa
Jokowi bisa saja merasa bahwa ia berhasil mengunci semua pintu risiko dengan kecerdikannya. Namun sejarah bukanlah ruang yang bisa ditutup rapat-rapat.
Ia menyimpan, merekam, dan suatu saat akan membuka kembali semua luka yang ditinggalkan oleh para pemimpin yang lebih memilih takhta daripada kebenaran.
Kekuasaan bisa menipu rakyat untuk sementara waktu. Tapi begitu masa berakhir, konsekuensinya tak bisa ditawar.
Dan ketika sejarah menilai Jokowi, ia tak akan bertanya seberapa banyak jalan yang dibangun atau gedung yang didirikan, tapi seberapa besar kepercayaan rakyat yang telah dikhianati.
Apakah konsekuensi itu akan datang kepada Jokowi? Wallahu a’lam. Tapi sejarah tak pernah lupa. ***
Artikel Terkait
Relawan Jokowi Disindir Dr Tifa: Jangan Jual CD & BH Cuma Demi Panggung Politik!
Patrick Kluivert Blokir Kolom Komentar, Tegaskan Sikap Tanpa Permintaan Maaf
Indonesia Bisa Ketinggalan Zaman Seperti Uganda Jika Tak Tiru Kesuksesan Whoosh Jokowi
Menag Nasaruddin Tegur Media: Jangan Ganggu Pesantren, Respons Video Viral Santri Ngesot dan Kiai Terima Amplop