PARADAPOS.COM - Seorang anak berusia 5 tahun warga negara Indonesia alias WNI menderita luka parah dan traumatis akibat dianiaya seorang pemuda ketika berlibur bersama keluarga di Singapura.
Dikutip dari Mothership, Selasa (24/6/2025), citra sempurna Singapura sebagai destinasi wisata keluarga, retak bagi Winda dan keluarganya.
Niat hati ingin memberikan pengalaman pertama naik pesawat bagi si bungsu, perjalanan mereka justru berakhir dengan trauma mendalam.
Insiden penyerangan terhadap anaknya yang baru berusia lima tahun menjadi viral dan mengguncang banyak pihak.
Kejadian ini bukan hanya luka fisik bagi sang anak, tapi juga luka psikis bagi keluarga dan pengingat pahit bahwa kejahatan bisa terjadi di tempat yang paling tak terduga sekali pun.
Berikut adalah 5 fakta mengerikan dari insiden yang terjadi di jantung Singapura tersebut.
1. Serangan Brutal di Tempat Umum Saat Menunggu Salat Jumat
Kejadian nahas ini terjadi di lokasi dan waktu yang sangat spesifik.
Keluarga Winda sedang bersantai di area luar kafe populer, % Arabica Singapore di Arab Street, sebuah kawasan yang selalu ramai oleh turis dan warga lokal.
Mereka tengah menunggu waktu salat Jumat di Masjid Sultan yang megah, tak jauh dari lokasi. Dalam suasana santai itulah, horor dimulai.
“Baru duduk tidak sampai lima menit, tiba-tiba seorang pria datang sangat cepat dan memukul kepala anak saya dari belakang. Saya sempat melihat dari sudut mata, tapi tak cukup cepat untuk menangkis,” ujar Winda, ibu korban, melalui akun Threads miliknya.
Serangan yang tiba-tiba dan tanpa provokasi ini terjadi begitu cepat di tengah keramaian, menunjukkan betapa nekatnya pelaku.
2. Senjata Ganda: Botol Kaca dan Ancaman Pisau Dapur
Awalnya, semua mengira serangan hanya menggunakan botol kaca—diduga botol bekas minuman keras—yang langsung membuat sang anak menangis histeris dan muntah.
Namun, situasi bisa menjadi jauh lebih buruk. Setelah suami Winda mendorong pelaku untuk menjauhkannya dari anak-anak, terungkap ancaman yang lebih mematikan.
Pelaku ternyata membawa senjata tajam.
“Dia sempat mengarah ke tasnya, mau mengeluarkan pisau. Tapi alhamdulillah itu tidak terjadi. Saya gemetar membayangkan apa yang bisa terjadi kalau dia sempat menggunakannya,” tutur Winda.
Fakta bahwa pelaku membawa pisau dapur di tasnya mengubah insiden ini dari sekadar penyerangan acak menjadi potensi ancaman pembunuhan.
3. Pelaku Adalah WNA Ilegal yang Overstay
Siapakah pelaku penyerangan keji ini? Kepolisian Singapura yang bergerak cepat berhasil membekuknya di tempat.
Terungkap kemudian bahwa pelaku bukanlah warga negara Singapura, melainkan seorang warga negara asing yang statusnya ilegal.
Izin kunjungannya (social visit pass) telah kedaluwarsa, membuatnya menjadi seorang overstayer.
Pelaku langsung didakwa di pengadilan keesokan harinya, Sabtu, 21 Juni 2025.
Ia dijerat dua dakwaan serius: membawa senjata tajam (pisau dapur) di ruang publik dan melanggar undang-undang imigrasi karena tinggal di Singapura secara ilegal.
4. Respons Cepat Warga Sekitar dan KBRI Singapura
Di tengah kepanikan, ada sisi kemanusiaan yang patut diapresiasi. Para pejalan kaki dan pengunjung lain yang menyaksikan kejadian mengerikan itu tidak tinggal diam.
Mereka segera menghubungi polisi dan ambulans. Staf kafe % Arabica juga bertindak sigap dengan membawa keluarga Winda masuk ke dalam kafe untuk memberikan perlindungan dan menenangkan mereka.
Begitu kabar ini sampai ke perwakilan Indonesia, Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) di Singapura langsung turun tangan.
Pihak KBRI memberikan pendampingan hukum dan perlindungan penuh kepada keluarga Winda selama proses berlangsung.
“Kami sangat bersyukur atas dukungan dari KBRI,” ucap Winda, menunjukkan pentingnya peran perwakilan negara dalam melindungi warganya di luar negeri.
5. Trauma Mendalam dan Ironi Pahit Soal Keamanan
Meskipun sang anak dilaporkan dalam kondisi stabil dan tidak memerlukan evakuasi medis lebih lanjut menurut Pasukan Pertahanan Sipil Singapura (SCDF), luka yang tak terlihat justru lebih dalam.
Insiden ini meninggalkan trauma mendalam bagi seluruh keluarga, terutama sang anak.
Liburan yang seharusnya menjadi kenangan indah berubah menjadi mimpi buruk yang sulit dilupakan.
Kejadian ini juga menjadi sebuah ironi pahit. Keluarga Winda, seperti jutaan wisatawan lainnya, memilih Singapura karena reputasi keamanannya.
“Kami percaya Singapura adalah negara yang aman. Tapi ini menyangkut nyawa anak saya. Rasanya sulit sekali menerima kenyataan ini,” ujar Winda dengan nada lirih.
Sumber: Suara
Artikel Terkait
Takut Serangan Iran, Ribuan Warga Israel Menyeberang dan Tinggal di Hotel-Hotel Mesir
DAFTAR Rencana Pangkalan Militer AS di Asia Tenggara, Indonesia Masuk Kandidat!
Gegara Perang dengan Iran, Pernikahan Putra Netanyahu Batal
Trump Sebut Gencatan Senjata Dilanggar, Paling Kecewa dengan Israel