PARADAPOS.COM - Kebijakan larangan penjualan gas LPG 3 kg melalui pengecer oleh Menteri ESDM Bahlil Lahadalia, menimbulkan kegaduhan di tengah masyarakat.
Selain tak ada angin, tak ada hujan tiba-tiba muncul begitu saja, Bahlil disebut-sebut melangkahi Presiden Prabowo Subianto alias membangkang dan tanpa koordinasi pihak-pihak terkait.
Pemerhati telematika Roy Suryo dalam opini terbukanya menilai kebijakan Bahlil itu merebut perhatian masyarakat dari berbagai kasus lain yang sebelumnya tampak menunggu jawaban dari pemerintah.
"Baik pemerintahan Prabowo Subianto sekarang atau pun rezim Jokowi sebelumnya," katanya.
Sementara itu, Direktur Lembaga Kajian Sabang Merauke Circle, Syahganda Nainggolan dalam podcast di YouTube Bambang_Widjojanto dengan judul 'Kelakuan Menteri Titipan, Jokowi, Berani Langkahi Presiden Bikin Kebijakan Gas LPG 3KG' menilai Presiden Prabowo terbebani dengan menteri era Presiden Joko Widodo yang kini masih menjabat, yakni Bahlil.
"Pak Prabowo kasihan, dia ini ideologis, semua untuk rakyat, dia orang berfikir nasional interest. Nah, sekarang tidak didukung kabinetnya model ala Bahlil dulu orang-orang kesayangan Jokowi yang masuk rezim Jokowi begitu semua, mayoritas pengabdi oligarki," kata Syahganda.
Syahganda menilai melalui kebijakan yang dilakukan Bahlil, membuat nama Prabowo rusak di masyarakat. Padahal, kebijakan ini dibuat untuk menyejahterakan masyarakat.
"Ini seolah-olah menuduh mau menghancurkan Prabowo nih Pak Bahlil, ada semacam permainan kekuasaan," kata Syahganda.
Di lain pihak, Anthony Budiawan, Managing Director Political Economy and Policy Studies (PEPS) menilai sikap Bahlil yang membela diri, semakin terlihat motif sebenarnya, semakin telanjang.
Bahlil mengaku, kebijakan elpiji 3 kg yang menguasai hajat hidup orang banyak miskin, diberlakukan tanpa koordinasi sama sekali, dan bukan merupakan instruksi Presiden Prabowo.
"Yang mengejutkan, Bahlil mengaku, kebijakan ini diambil hanya berdasarkan audit dari BPK yang mengatakan ada penyalahgunaan oknum pengecer. Alasan Bahlil sangat tidak masuk akal. Mengada-ada. Mencari alibi," katanya.
Pertama, tindak lanjut temuan BPK harus dilaksanakan oleh atau harus mendapat persetujuan dari Presiden sebagai penanggung jawab utama penyelenggaraan keuangan negara (APBN).
"Menteri tidak boleh bertindak tanpa instruksi atau persetujuan dari Presiden, apalagi untuk hal yang sangat penting dan genting seperti distribusi gas elpiji 3 kg yang melibatkan masyarakat miskin," paparnya.
Kedua, kalau Bahlil mau menindak lanjuti temuan BPK sejak 2023 terkait distribusi gas elpiji 3kg ini.
"Kenapa tidak dilakukan di masa pemerintahan Jokowi tahun 2024?"
"Kenapa kebijakan kisruh yang menghebohkan ini dilakukan pada 100 hari pemerintahan Prabowo, tanpa koordinasi, dan tanpa instruksi dari Presiden Prabowo.
"Oleh karena itu, kesimpulannya tidak bisa lain, ini merupakan sabotase, Bahlil dengan bos dia yang sebenarnya di Solo, Jokowi," katanya.
Di lain sisi, Anthony menduga temuan BPK RI itu tak ditindaklanjuti di era mantan Presiden Jokowi, sebab ada keponakannya di PT Pertamina.
Bahwa, sanak keluarga Jokowi yang mendapatkan jabatan mentereng di PT Pertamina itu adalah Bagaskara Ikhlasulla Arif selaku Manager Non-Government Relations di PT Pertamina (Persero) dan Joko Priyambodo sebagai Direktur Pemasaran dan Operasi PT Patra Logistik—anak perusahaan PT Pertamina (Persero).
"Apakah ada hubungannya dengan gaduh LPG 3 kilogram itu. Semua perlu ditelusuri," kata Anthony.
Artikel Terkait
Kisah Sembuh dari Gagal Ginjal Stadium 5: Transplantasi di RSCM Berhasil
Modus Korupsi Proyek Fisik: Mengungkap 4 Tahap Sistematis & Dampaknya
Roy Suryo dan dr. Tifa Diperiksa Polisi sebagai Tersangka Kasus Ijazah Jokowi
Modus Korupsi Proyek Kereta Cepat Whoosh: Mark Up Lahan hingga Jual Beli Tanah Negara