Menghitung Hari Pemecatan Gibran

- Rabu, 02 Juli 2025 | 10:25 WIB
Menghitung Hari Pemecatan Gibran


Selama lebih dari 2 tahun Petisi 100 terus bersuara, termasuk memohon audiensi ke sejumlah partai di DPR. Namun, tidak ada satu partai pun menanggapi. 


Mengapa demikian? Sebab, cengkeraman dan dominasi politik dan oligarki Jokowi sangat kuat, termasuk menggunakan politik sprindik atau sandera-menyandera. 


Jangankan berharap pada langkah politik di DPR. Hanya menerima kunjungan atau RDPU saja, tidak satu pun fraksi di DPR berkenan.


Jokowi memang sudah lolos upaya pemakzulan. Namun, sekarang pemerintahan sudah berganti. 


Maka sebagai negara hukum, mengutamakan tegaknya hukum dan keadilan, sudah selayaknya penegakan hukum dan konstitusi tidak diamputasi sikap dan langkah-langkah politik otoriter dan dominasi oligarki. 


Sudah seharusnya kekuasaan oligarki warisan Jokowi diakhiri, yang saat ini coba bertahan melalui tangan Wapres Gibran dan sejumlah menteri yang dipaksakan Jokowi kepada Prabowo pada “Surat Perintah” Solo, 13 Oktober 2024. 


Jokowi Tiga Periode sebenarnya sedang berlangsung. Lalu dimana dan akan kemana Prabowo membawa NKRI dan harkat martabat bangsa dan nasib rakyat?


Reminder Pada Prabowo dan Pimpinan Partai


Maka, muara dari butir ke-8 tuntutan FPP TNI, pemakzulan Gibran, sangat tergantung kepada Presiden Prabowo dan sikap para pimpinan partai. 


Untuk itu, agar mampu dan berani bersikap objektif, amanah, pro-konstitusi, pro-hukum, pro-negara dan pro-rakyat, kami dari Petisi 100 perlu mengingatkan dan menggugah sikap Prabowo dan Para Pimpinan partai atas sejumlah fakta dan keprihatinan berikut ini.


Pertama, rakyat dari berbagai kalangan dan daerah dinilai akan terus melakukan konsolidasi, mendukung tuntutan FPP TNI dan menggalang tuntunan pemkazulan Gibran. 


Populasinya akan semakin besar dan massif. Dalam hal ini, diyakini mereka akan tetap mendukung Prabowo dan tidak terpengaruh ucapan satu paket Jokowi.


Kedua, sepanjang tidak bersikap tegas terhadap intervensi Jokowi dan Gibran, Prabowo dinilai tidak mampu menjalankan fungsi sebagai panglima dan pemimpin tertinggi negara dan pemerintahan secara optimal sebagaimana mestinya. 


Dalam hal ini, dukungan terhadap Prabowo bisa saja berkurang atau dapat mengarah pada pemakzulan satu paket.


Ketiga, sebagai seorang Jenderal, dinilai tidak pantas jika Prabowo harus datang ke Solo dan tunduk mengikuti keinginan Jokowi memaksakan puluhan pejabat untuk menjadi menteri dan wamen Kabinet Merah Putih. 


Pada level tertentu rakyat, tokoh atau FPP TNI dapat memaklumi “kondisi memaksa” bagi Prabowo ini. 


Namun tetap saja hal yang merendahkan martabat presiden ini ada batasnya dan harus segera dikoreksi: pilih rakyat/negara atau Jokowi/Gibran.


Keempat, sejumlah agenda pemerintahan Prabowo yang dipersiapkan sebelum pelantikan dinilai telah dieliminasi Jokowi & Gank (Geng Solo). 


Hal yang sama terjadi pada pakar-pakar pendukung atau timses Prabowo yang sebelumnya diproyeksikan. 


Maka saatnya bagi Prabowo bersikap tegas melakukan koreksi, termasuk terhadap pelaku pelanggar konstitusi layak makzul.


Kelima, saat ini merupakan momentum yang tepat bagi Prabowo untuk menepis isu matahari kembar dan sekaligus membuktikan bahwa dirinyalah The Real President of NKRI. 


Bagi rakyat, dualisme kepemimpinan ini, terutama karena  cawe-cawe, intervensi, pendiktean, dan upaya pelanggengan dinasti politik Jokowi ini sangat memalukan bangsa dan tidak dapat ditoleransi! Maka muaranya kembali pada Prabowo: pro-rakyat dan akhiri dinasti Jokowi.


Keenam, dipahami Prabowo berhutang (politik) banyak pada Jokowi atau Geng Solo. 


Namun kalau karena adanya hutang tersebut kemudian Prabowo dijadikan alat oleh kepentingan Geng Solo, sama artinya dengan mengorbankan kepentingan negara dan rakyat.


Ketujuh, Prabowo sekarang adalah presiden seluruh rakyat yang terus dielu-elukan setelah pidato pelantikan 20 Oktober 2024, karena memiliki tekad untuk memberantas korupsi, menjalankan berbagai kebijakan populis, dll. 


Namun, setelah “berkuasa” lebih dari enam bulan, berbagai agenda dan pernyataan yang diucapkan tampaknya hanya menjadi omon-omon, karena tak mampu dilaksanakan terutama karena diduga masih kuatnya dominasi Jokowi atau Geng Solo.


Kedelapan, salah satu alasan penting mengapa muncul tuntutan pemakzulan Gibran dari FPP TNI adalah kekhawatiran nasib bangsa ke depan jika dimpimpin Gibran, terutama jika presiden berhalangan tetap. 


Mereka sulit membayangkan eksistensi NKRI ke depan dan martabat bangsa ini jika dipimpin seseorang yang kapasitasnya kurang ditinjau dari berbagai aspek. 


Sebagai patriot dan prajurit Sapta Marga, serta diakui pula sebagai pemimpin nasionalis tulen, maka sudah sepatutnya Prabowo mencamkan dan “memberi jalan” atas sikap FPP TNI.


Kesembilan, sudah saatnya para pemimpin partai mendengar aspirasi rakyat yang mereka wakili, sekaligus keluar dari cengkeraman dan politik sprindik Jokowi. 


Partai-partai harus independen, bertobat, mengutamakan prinsip moral, menegakkan hukum dan keadilan, serta menjauhkan diri dari politik pragmatis dan transaksional.  Saatnya DPR membentuk Pansus Angket Pemakzulan Gibran.


Dalam beberapa hari ke depan, rakyat berharap tuntutan dari FPP TNI untuk memakzulkan Wapres Gibran bisa dilakukan para politisi di parlemen. Minimal Prabowo tidak menghalangi upaya pemakzulan terhadap Gibran.  


Bola salju gerakan tuntutan rakyat terus menggelinding dan membesar. Semoga hari pemakzulan Gibran itu akhirnya segera tiba.  ***

Halaman:

Komentar