Pemerintah dan penegak hukum harus memberikan kepastian hukum terhadap dugaan ijazah palsu milik Presiden Joko Widodo yang masih menjadi perdebatan di ruang publik.
Pengamat kebijakan publik Muhammad Gumarang menilai, ketidakjelasan penanganan kasus ini hanya akan memperkuat spekulasi dan menggerus kepercayaan masyarakat terhadap lembaga negara.
"Masalah ini tidak bisa disikapi dengan pendekatan diam atau menunggu. Publik berhak tahu kejelasan dokumen pendidikan kepala negaranya," ujar Gumarang kepada wartawan, Selasa 29 Juli 2025.
"Jika memang tidak ada yang ditutupi, justru semestinya proses pembuktian bisa segera dibuka secara transparan," imbuhnya.
Dugaan kejanggalan ijazah Jokowi sebelumnya pernah diungkap oleh Bambang Tri Mulyono dalam buku "Jokowi Undercover". Akibat isi buku tersebut, Bambang dijatuhi hukuman pidana dan saat ini berstatus narapidana.
Namun, setelah Jokowi menyelesaikan masa jabatannya, isu serupa kembali diangkat oleh beberapa pihak seperti Roy Suryo, dr. Tifa, dan Sinapar yang mendesak agar ijazah asli ditunjukkan kepada publik.
Sikap Jokowi yang enggan menunjukkan ijazah secara terbuka menuai kritik. Dalam salah satu pernyataannya kepada media, Jokowi menyatakan bahwa ijazah hanya akan ia serahkan apabila diminta secara resmi oleh penegak hukum.
Namun, kata Gumarang lagi, pernyataan tersebut menuai kebingungan setelah pihak penyidik mengonfirmasi bahwa yang diterima hanyalah salinan, bukan dokumen asli.
“Jika benar yang diserahkan hanya fotokopi, maka validitas dokumen tersebut patut dipertanyakan. Dalam hukum pidana, keaslian dokumen penting untuk diperiksa melalui uji forensik. Ini yang semestinya dilakukan sebelum penyidikan dihentikan,” bebernya.
Kasus ini sempat diajukan dalam gugatan perdata di Pengadilan Negeri Solo. Namun, majelis hakim dalam putusan sela menyatakan bahwa perkara tersebut berada di luar kompetensinya, dan menyarankan agar diajukan ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) karena menyangkut keputusan administratif lembaga pendidikan.
“Masalahnya, proses di PTUN juga tidak mudah. Ada batas waktu 90 hari sejak keputusan administratif dikeluarkan, dan penggugat harus bisa membuktikan kerugian langsung,” demikian Gumarang.
Sumber: rmol
Foto: Fotokopi ijazah S1 Kehutanan Presiden ke-7 RI Joko Widodo/Istimewa
Artikel Terkait
Gempa 8,7 Magnitudo Rusia Picu Peringatan Tsunami di Jepang hingga AS
Akun IG Nurma HMT Diburu Warganet, Usai Klarifikasi Video Panas
Bikin Onar Usai Timnas U-23 Kalah Lawan Vietnam di Final Piala AFF, 22 Suporter Ditangkap!
Pria di Bekasi Jual Pacar 17 Kali ke Lelaki Hidung Belang untuk Biaya Nikahi Korban