Dalam waktu singkat, mereka menduduki posisi strategis di pemerintahan dan partai politik, menimbulkan pertanyaan mengenai prinsip demokrasi dan meritokrasi di negeri ini.
Gibran Rakabuming Raka menjadi contoh paling mencolok. Dari Wali Kota Solo, ia tiba-tiba masuk bursa calon wakil presiden mendampingi Prabowo Subianto.
Meski sempat terganjal aturan batas usia minimal dalam Undang-Undang Pemilu, Mahkamah Konstitusi (MK) membuat keputusan kontroversial yang membuka jalan bagi Gibran.
Hasilnya, ia kini resmi menjadi Wakil Presiden terpilih dalam Pilpres 2024, menjadikannya Wapres termuda dalam sejarah Indonesia dan bahkan dunia.
Tak hanya Gibran, Bobby Nasution, menantu Jokowi, juga mendapat karpet merah di dunia politik.
Setelah menjabat sebagai Wali Kota Medan, ia kini terpilih sebagai Gubernur Sumatera Utara, semakin mempertegas dominasi politik keluarga Presiden.
Sementara itu, Kaesang Pangarep, putra bungsu Jokowi, juga tak ketinggalan.
Tanpa pengalaman politik yang signifikan, ia tiba-tiba diumumkan sebagai Ketua Umum Partai Solidaritas Indonesia (PSI), sebuah keputusan yang mengejutkan banyak pihak.
Langkah ini dinilai sebagai upaya untuk memperluas pengaruh politik keluarga Jokowi ke ranah kepartaian, melengkapi dominasi mereka di eksekutif dan legislatif.
Fenomena ini menimbulkan berbagai reaksi dari publik dan pengamat politik.
Banyak yang mempertanyakan apakah pencapaian mereka murni berdasarkan kapasitas dan kompetensi, atau lebih karena adanya dukungan kuat dari jaringan kekuasaan yang telah dibangun Jokowi selama dua periode pemerintahannya.
Sumber: Fajar
Artikel Terkait
Dominasi Dasco di DPR RI: Analisis Jaringan Kabinda, Adidas, dan Dampaknya bagi Demokrasi
KSPI Tolak UMP 2026: Rencana Gugatan ke PTUN & Aksi Massa 29-30 Desember
Pengibaran Bendera Aceh di Lhokseumawe Bukan Subversif, Ini Penjelasan Pakar Hukum
Dokter Tifa Soroti Paparan Bareskrim: Ijazah Jokowi dan Sinyal Usut Koran KR?