Hukum Tumpul ke Atas? Usulan Tak Tahan Politisi dan Pejabat Koruptor Tuai Kritik Tajam!

- Kamis, 06 Maret 2025 | 06:00 WIB
Hukum Tumpul ke Atas? Usulan Tak Tahan Politisi dan Pejabat Koruptor Tuai Kritik Tajam!

PARADAPOS.COM - Usulan soal politisi dan pejabat yang menjadi tersangka agar tidak ditahan sebelum dijatuhkan vonis pengadilan menuai kritik tajam. Wacana itu diusulkan diatur dalam RKUHAP yang tengah bergulir di DPR RI.


Usulan dari seorang pengacara yang kerap menjadi kuasa hukum tersangka kasus korupsi ini dinilai berbahaya dalam penegakkan hukum di Indonesia.


KOMISI III DPR menggelar rapat dengar pendapat umum bersama sejumlah advokat. 


Mereka membahas Rancangan Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana atau RKUHAP di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, pada Rabu, 5 Maret 2025.


Advokat Maqdir Ismail salah satu yang diundang dan hadir dalam rapat itu. Dia mengusulkan agar RKUHAP memuat aturan politisi dan pejabat yang berstatus tersangka tidak ditahan sebelum adanya vonis pengadilan.


“Kalau saya tidak keliru, salah satu di antaranya yang cukup menarik dari Belanda itu,” ungkap Maqdir.


Di Belanda, kata Maqdir, seorang tersangka baru ditahan setelah adanya vonis dari pengadilan. 


Praktik hukum di negeri kincir angin itu menurutnya bisa diterapkan di Indonesia sebagai solusi di tengah kondisi rumah tahanan dan lembaga pemasyarakatan yang sudah melebihi kapasitas.


Sementara penahanan sebelum adanya vonis pengadilan, lanjut Maqdir, dapat diterapkan kepada tersangka yang memang tidak memiliki latar belakang pekerjaan dan tempat tinggal yang jelas.


”Tokoh politik rumahnya jelas, gampang melihatnya. Itu mestinya tidak perlu dilakukan penahanan. Apalagi kalau belum ada bukti yang sangat substansial bahwa orang ini sudah melakukan kejahatan” katanya.


Usulan Maqdir dikritik pakar hukum pidana dari Universitas Mulawarman, Orin Gusta. 


Aturan yang diusulkan Maqdir, kata dia, tidak sesuai dengan hakikat dan tujuan upaya paksa penahanan dalam hukum pidana.


Dalam Pasal 21 Ayat 1 KUHAP Orin menjelaskan, syarat subjektif penahanan itu dilakukan penyidik atas pertimbangan tersangka atau terdakwa khawatir melarikan diri, menghilangkan barang bukti, atau mengulangi tindak pidana.


“Siapa yang bisa menjamin supaya tidak terjadi hal-hal itu? Saya rasa itu usulan yang aneh dan berpotensi memperkuat stigma hukum tajam ke bawah tumpul ke atas,” ungkap Orin, Rabu (5/3/2025).


Sementara Maqdir belakangan membantah usulan tersebut berkaitan dengan Sekjen PDI Perjuangan, Hasto Kristiyanto. 


Di mana Maqdir merupakan kuasa hukum dari Hasto selaku tersangka korupsi yang baru saja ditahan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Halaman:

Komentar