Prediksi Sebelum Kasus Mafia Migas Diungkap: Hanya Ganti Pemain

- Minggu, 09 Maret 2025 | 08:25 WIB
Prediksi Sebelum Kasus Mafia Migas Diungkap: Hanya Ganti Pemain

PARADAPOS.COM - Kejaksaan Agung (Kejagung) yang mengaku tidak menemukan dugaan keterlibatan Menteri BUMN Erick Thohir serta sang kakak, Giribaldi 'Boy' Thohir di kasus korupsi minyak mentah dan produk kilang di PT Pertamina terus menuai sorotan.


Sebagai penegasan bahwa seharusnya semua pihak yang diduga terlibat bisa memberikan klarifikasi, sehingga publik tidak memiliki trust issue dengan Pemerintah. 


Bahkan, mega korupsi di Pertamina sulit dituntaskan karena diduga banyaknya intervensi politik.


Pakar hukum dari Universitas Bung Karno (UBK) Hudi Yusuf menegaskan bahwa, meski dirinya belum mendapatkan informasi pasti apakah Erick Thohir dan saudaranya yang merupakan pemilik PT Alamtri Resources Indonesia Tbk terlibat dalam kasus korupsi PT Pertamina Patra Niaga periode 2018-2023, namun menurutnya keduanya tetap harus diperiksa oleh Kejaksaan Agung.


Ditegaskan Hudi, seharusnya saat menjabat Ahok melakukan rapat umum pemegang saham luar biasa (RUPSLB) merombak jajarannya, jika benar cerita Ahok soal kantongi bukti kebobrokan Pertamina.


"Ahok saat menjadi komut Pertamina seyogyanya melakukan RUPSLB saat menemukan pelanggaran atau dugaan tipikor. Dalam RUPSLB dapat mengangkat dan memberhentikan direksi," kata Hudi dikutip pada Minggu (9/3/2025).


Sebagai Komut sekaligus perwakilan pemerintah di Pertamina, Ahok semestinya terdepan dalam melaporkan indikasi korupsi, namun nyatanya hal itu tak dilakukan Ahok hingga dirinya mundur dari jabatan pada 2024 lalu.


"Saya melihat Ahok seakan 'pahlawan kesiangan' ,setelah kasus ramai baru berbicara kencang. Mungkin jika dilaporkan lebih cepat dapat mengurangi kerugian negara, fungsi Ahok di Pertamina memang demikian dan digaji rakyat diantaranya untuk itu," katanya.


Hudi mengingatkan, Ahok tak perlu 'cuci tangan' seakan politikus PDIP tersebut bersih. 


Hudi menilai dirinya kurang setuju dengan pernyataan Ahok di media sosial, walaupun memang terselip kebenaran dari kalimat Ahok.


"Tetapi terlambat (disampaikan Ahok), pihak kejagung yang harus diberikan apresiasi terkait kasus Pertamina. Untuk Ahok seyogyanya berani bertindak saat ada wewenang bukan sekadar bicara, ingat membiarkan kejahatan adalah kejahatan juga," tandasnya.


Pernyataan Hudi ini sekaligus merespons pernyataan eks Komisaris Utama (Komut) PT Pertamina Basuki Tjahaja Purnama (Ahok).


Bahwa dalam wawancara di sebuah siniar sempat membeberkan adanya 'tangan berkuasa' yang ikut bermain dalam dugaan korupsi ini.


"Ini ada tangan yang berkuasa ikut main menurut saya gitu lho, di republik ini. Ini bisa jadi lebar ke mana-mana kasusnya kalau dibongkar. Saya senang banget ini," kata Ahok.


Meski dirinya tidak lagi menjadi bagian dari Pertamina, namun ia masih memiliki bukti-bukti terkait dugaan korupsi yang ada di tubuh perusahaan pelat merah tersebut. 


"Saya berani jamin, saya dengan data ini akan penjarakan kalian semua," jelasnya.


Ahok menjabat sebagai Komut Pertamina sejak 22 November 2019 berdasarkan Keputusan Menteri BUMN No. SK-282/MBU/11/2019. Pada 2024, Ahok mundur dengan alasan masuk tim sukses Ganjar Pranowo-Mahfud MD.


5 tahun di Pertamina, Ahok tentunya banyak tahu praktik curang ini.


Menurut dia, sudah berlangsung lama, tetapi tidak ada kemauan politik dari penguasa untuk menghentikannya.


"Ini permainan lama yang tidak ada penguasa yang mau setop," kata Ahok.


Ahok mengungkapkan, banyak pihak yang menolak dirinya menjadi Direktur Utama (Dirut) Pertamina, karena ia tak segan-segan membersihkan perusahaan dari direksi yang bermain kotor.


"Makanya orang takut kalau saya jadi Dirut, sampai ada demo-demo. Kalau saya jadi Dirut, saya bisa langsung pecat Dirut subholding yang nakal, karena untuk keputusan ke notaris, saya yang menentukan," bebernya.


Ahok juga menegaskan, ia tidak gentar menghadapi siapa pun selama berada di jalur yang benar. 


Namun, hingga akhir masa jabatannya sebagai Komisaris Utama, ia tidak pernah diberi kesempatan untuk memimpin langsung Pertamina.


"Saya tidak pernah takut dengan Menteri BUMN mana pun selama saya benar. Tapi kenapa saya dikurung dan tidak boleh jadi Dirut?" ujarnya.


Hanya Ganti Pemain?


Kasus korupsi yang menggerogoti Pertamina dalam beberapa tahun terakhir mestinya menjadi momentum perbaikan bagi perusahaan minyak pelat merah itu. 


Pasalnya, persoalan rasuah yang terjadi dinilai masih menggunakan modus lama, hanya dilakukan oleh pemain baru. Alias hanya ganti pemain dengan modus lama?


Mantan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Sudirman Said mengatakan, kasus korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang di Pertamina merupakan modus lama dengan pemain baru. 


"Ada seorang teman dari pemerintahan menyebutnya ini modus lama dengan pemain yang baru," kata Sudirman dalam sebuah wawancara.


Sudirman mengidentifikasi tiga faktor utama yang menjadi celah terjadinya korupsi di Pertamina.


Pertama, sebagai perusahaan dengan dominasi pasar utama, Pertamina sangat rentan terhadap praktik korupsi.


Kedua, besarnya volume transaksi di Pertamina menciptakan margin keuntungan yang signifikan.


Marginnya begitu besar, dan dalam kondisi yang dipenuhi praktik suap, ini bisa menjadi peluang bagi banyak pihak," kata Sudirman.


Menurutnya keuntungan besar tersebut dapat dialokasikan untuk berbagai kepentingan, termasuk oknum-oknum yang terlibat dalam pengadaan di dalam perusahaan.


"Saya tidak menuduh, ini hanya analisis," jelasnya.


Ketiga, menurut Sudirman, faktor sikap pemerintah terhadap kasus korupsi ini juga berperan penting.


Ia meyakini bahwa kerugian negara dalam jumlah besar tidak mungkin hanya melibatkan satu pihak saja.


"Pertanyaannya, bagaimana sikap para pemegang otoritas di sekitar Pertamina? Menteri BUMN misalnya, apa sikapnya? Begitu juga dengan Menteri ESDM?" tandasnya.

Halaman:

Komentar