SIMAK! Poin-Poin Sengketa 4 Pulau Aceh-Sumut

- Jumat, 13 Juni 2025 | 07:10 WIB
SIMAK! Poin-Poin Sengketa 4 Pulau Aceh-Sumut




PARADAPOS.COM - Status kepemilikan empat pulau di perbatasan Provinsi Aceh dan Sumatera Utara (Sumut) menjadi polemik setelah Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) menetapkan keempat pulau tersebut berada dalam wilayah administrasi Kabupaten Tapanuli Tengah, Sumatera Utara.


Keputusan ini memicu reaksi keras dari Pemerintah Aceh yang tetap mengklaim bahwa keempat pulau itu adalah bagian dari wilayahnya.


Berikut poin-poin seputar polemik ini:


Empat pulau jadi sengketa

Empat pulau yang disengketakan adalah yakni, Pulau Panjang, Pulau Lipan, Pulau Mangkir Gadang (Besar), Pulau Mangkir Ketek (Kecil).


Status administratif keempat pulau itu kini masuk ke dalam Kabupaten Tapanuli Tengah, Sumatera Utara, sebagaimana tertuang dalam Keputusan Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Nomor 300.2.2-2138 Tahun 2025 tentang Pemberian dan Pemutakhiran Kode serta Data Wilayah Administrasi Pemerintahan dan Pulau.


Keputusan tersebut membuat kedua Pemprov, baik Aceh maupun Sumut, saling berebut klaim atas keempat pulau tersebut di masing-masing wilayah mereka.


Sejarah panjang awal mula konflik

Direktur Jenderal Bina Administrasi Kewilayahan (Adwil) Kemendagri Safrizal Zakaria Ali menyebut polemik ini berawal pada 2008. 


Saat itu, Tim Nasional Pembakuan Rupa Bumi yang terdiri dari sejumlah kementerian dan instansi pemerintah melakukan verifikasi terhadap jumlah pulau di Indonesia, termasuk Provinsi Aceh dan Sumut.


Hasilnya, Aceh tercatat sebanyak 260 pulau, namun tidak termasuk keempat pulau sengketa. Sementara Sumatera Utara tercatat sebanyak 213 pulau, termasuk keempat pulau tersebut. 


Hasil ini kemudian sempat dikonfirmasi oleh Pemprov Aceh dan Sumut beserta hasil pelaporan pada PBB pada 2012, dan menetapkan status empat pulau tersebut menjadi wilayah Sumut.


Bahkan, menurut Mendagri Tito Karnavian, konflik ini telah berlangsung sejak tahun 1928.


"Dari tahun 1928 persoalan ini sudah ada. Prosesnya sangat panjang, bahkan jauh sebelum saya menjabat. Sudah berkali-kali difasilitasi rapat oleh berbagai kementerian dan lembaga," ujar Tito.


Perubahan nama dan perpindahan koordinat pulau

Dalam surat konfirmasi Gubernur Aceh pada 2009 setelah hasil verifikasi pulau, tercantum perubahan nama dan koordinat empat pulau, yakni Pulau Mangkir Besar semula bernama Pulau Rangit Besar, Pulau Mangkir Kecil yang semula Pulau Rangit Kecil, dan Pulau Lipan yang semula Pulau Malelo.


"Jadi setelah konfirmasi 2008, di 2009 dikonfirmasi terjadi perubahan nama dan perpindahan koordinat," ujar Safrizal.


Safrizal menjelaskan bahwa ini menunjukkan telah terjadi perubahan posisi koordinat pulau secara administratif, yang menjadi salah satu sumber konflik.


Dasar keputusan Kemendagri

Mendagri Tito Karnavian menyatakan bahwa keputusan pemerintah pusat dalam Kemendagri tahun 2022 yang memutuskan bahwa empat pulau tersebut berada dalam wilayah Sumatera Utara didasarkan pada hasil penelitian batas darat antara Kabupaten Aceh Singkil dan Kabupaten Tapanuli Tengah oleh Badan Informasi Geospasial (BIG), TNI Angkatan Laut. dan Topografi Angkatan Darat.


"Keputusan ini sudah ditandatangani oleh kedua belah pihak," kata Tito, mengacu pada Kepmendagri tahun 2022 yang ditegaskan kembali pada April 2025.


Batas laut masih belum disepakati

Meski batas darat sudah ditetapkan, batas laut antara Aceh dan Sumut belum menemui titik temu dan belum menemukan adanya kesepakatan. 


Tito menegaskan pentingnya penyelesaian batas wilayah karena menyangkut kepastian hukum, penghitungan Dana Alokasi Umum (DAU), tata ruang, dan perencanaan pembangunan.


Jika batas tidak jelas maka pembangunan di wilayah sengketa dapat menjadi temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).


Dikarenakan belum ada kesepakatan yang tercapai dalam konflik ini, kata Tito, maka kewenangan pengambilan keputusan diserahkan kepada pemerintah pusat. Meskipun penegasan nama wilayah sudah dilakukan, Tito menyebut proses penyelesaian batas wilayah secara keseluruhan masih berjalan.


Pemerintah Aceh tetap perjuangkan

Kepala Biro Pemerintahan dan Otonomi Daerah Sekretariat Daerah Aceh, Syakir, menyatakan pihaknya tetap berkomitmen memperjuangkan agar keempat pulau masuk ke wilayah Aceh Singkil.


"Pemerintah Aceh akan terus memperjuangkan agar keempat pulau itu dikembalikan sebagai bagian dari wilayah Aceh," kata Syakir dalam keterangannya, Senin (26/5).


Syakir mengungkapkan telah menyerahkan bukti-bukti serta dokumen administrasi pendukung yang menunjukkan keempat pulau tersebut masuk dalam wilayah aceh.


Anggota DPR dari daerah pemilihan (dapil) Aceh I Muslim Ayub menegaskan bahwa seluruh anggota DPR dari Aceh tak akan tinggal diam dengan keputusan pemerintah tersebut. 


Dia mengingatkan Mendagri Tito Karnavian agar tak mengambil keputusan sesumbar jika tak ingin memicu luka lama masyarakat Aceh.


Ia mengaku khawatir keputusan Kemendagri yang mengubah status empat pulau di Aceh menjadi wilayah administrasi Sumatera Utara (Sumut) akan memicu ketegangan.


"Ya, kami selaku anggota DPR di sana, kami tidak tinggal diam. Jangan buat persoalan baru di Aceh lagi, persoalan lama juga masih. Jadi itu dimarginalkan. Jangan tumbuh lagi persoalan baru. Pulaunya dicaplok 4 pulau, bukan main-main," kata Muslim saat dihubungi, Rabu (11/6).


Muslim bahkan menduga peralihan empat pulau tersebut terkait kandungan minyak dan gas bumi (migas). 


Ia menyebut ada rencana investasi besar dari Uni Emirat Arab (UEA) di empat pulau tersebut.


Senada, Anggota DPR asal Dapil Aceh I Nazaruddin Dek Gam meminta keempat pulau tersebut dikembalikan ke Aceh. 


Ia mengkritik keputusan Kemendagri yang memasukkan empat pulau tersebut masuk wilayah Sumatera Utara.


"Saya minta Mendagri untuk segera mengembalikan pulau tersebut ke Provinsi Aceh," kata Dek Gam saat dihubungi, Rabu (11/6).


Dek Gam menjelaskan bahwa masyarakat di empat pulau itu sejak dulu diketahui ber-KTP Aceh. 


Menurutnya, alasan itu telah menjadi dasar Pulau Panjang hingga Mangkir Ketek tak perlu dipindahkan. 


Bahkan, Dek Gam meminta Mendagri Tito lebih agar mengurusi persoalan lain. Menurut dia, keputusan Mendagri hanya bikin gaduh.


Picu konflik

Guru Besar Universitas Syiah Kuala Humam Hamid turut menyebut polemik keempat pulau ini berpotensi memunculkan konflik baru. 


Ia menilai keputusan pemerintah dalam hal ini dilakukan secara sepihak tanpa proses dialog yang terbuka, sehingga menimbulkan rasa tidak adil bagi masyarakat Aceh.


"Bila tidak ditangani secara sensitif, keputusan administratif bisa menjadi percikan bagi munculnya kembali narasi resistensi yang lebih luas. Di mata masyarakat Aceh, ini bukan sekadar pengalihan wilayah, melainkan pengabaian atas martabat dan komitmen politik pascadamai," kata Humam Hamid dalam keterangannya, Rabu (11/6).


Bukti-Bukti versi Aceh


Kepala Biro Pemerintahan dan Otonomi Daerah Sekretariat Daerah Aceh, Syakir, menyebut telah membangun berbagai infrastruktur di pulau-pulau tersebut, seperti Tugu Selamat Datang dan Koordinat, rumah singgah dan mushala, dan dermaga yang dibangun di Pulau Panjang pada rentang waktu 2012-2015.


"Dokumen-dokumen pendukung juga telah kami serahkan, baik dari Pemerintah Aceh maupun dari Pemkab Aceh Singkil. Di antaranya terdapat peta kesepakatan antara Gubernur Aceh dan Gubernur Sumatera Utara yang disaksikan oleh Mendagri pada tahun 1992," jelas Syakir.


Peta tersebut menunjukkan garis batas laut yang mengindikasikan bahwa keempat pulau tersebut masuk dalam wilayah Aceh.


"Sebenarnya, dengan adanya kesepakatan kedua gubernur yang disaksikan oleh Mendagri pada 1992, secara substansi sudah jelas bahwa keempat pulau tersebut adalah bagian dari Aceh," tambahnya.


Bukti lainnya termasuk dokumen administrasi kepemilikan dermaga, surat kepemilikan tanah tahun 1965, serta dokumen pendukung lainnya. 


Di Pulau Mangkir Ketek, tim juga menemukan sebuah prasasti bertuliskan bahwa pulau tersebut merupakan bagian dari Aceh.


Prasasti ini dibangun pada Agustus 2018, mendampingi tugu sebelumnya yang dibangun oleh Pemkab Aceh Singkil pada tahun 2008 dengan tulisan 'Selamat Datang di Kabupaten Aceh Singkil, Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam'.


Pada tahun 2022, Kemenkopolhukam juga telah memfasilitasi rapat koordinasi lintas kementerian/lembaga yang pada umumnya peserta rapat menyampaikan bahwa berdasarkan dokumen dan hasil survei, keempat pulau tersebut masuk dalam cakupan wilayah Aceh.


Hal ini dibuktikan melalui aspek hukum, administrasi, pemetaan, pengelolaan pulau, serta layanan publik yang telah dibangun oleh Pemerintah Aceh dan Pemkab Aceh Singkil.


Syakir turut mengungkapkan memiliki sejumlah bukti dokumen pendukung, seperti Peta kesepakatan antara Gubernur Aceh dan Gubernur Sumut tahun 1992, Surat kepemilikan tanah tahun 1965, serta dokumen kepemilikan dermaga dan pelayanan publik lainnya


Tanggapan Gubernur Sumut Bobby Nasution

Gubernur Sumatera Utara Bobby Nasution sebelumnnya sempat bertemu Gubernur Aceh Muzakir Manaf untuk membahas keempat pulau tersebut. 


Bobby malah menawarkan agar dikelola bersama saja. Ia juga membantah empat pulau itu sengaja dicaplok masuk wilayah administratif Sumut.


"Prosesnya kan sudah dijelaskan, memang dari Kemendagri. Jadi dari proses itu, bukan intervensi dari Provinsi Sumatera Utara. Itu jelas dari pemerintah pusat, memang dari Kemendagri dan semua pihak hadir pada saat itu," kata Bobby usai bertemu Muzakir Manaf di pendopo Gubernur Aceh, Banda Aceh, Rabu (4/6).


"Tadi saya ajak Pak Gubernur Aceh bicara, ketika itu ada di Sumatera Utara atau kembali ke Aceh, kita ingin sama-sama potensinya dikolaborasikan," kata Bobby.


Bobby Nasution menegaskan bahwa perubahan status administratif bukan keputusan Pemprov Sumut.


"Saya sampaikan kemarin secara wilayah, enggak ada wewenang provinsi Sumut dan juga setahu saya Aceh mengambil pulau, menyerahkan daerah, itu enggak bisa. Semua itu ada aturannya. Kami pemerintah daerah ada batasan wewenang," ujarnya di Regale Convention Center, Selasa (10/6).


Ia kembali mengingatkan agar masyarakat tidak terprovokasi oleh isu ini dan ingin menjalin keharmonisan dengan sesama kepala daerah.


"Kami kepala daerah ingin menjalin keharmonisan. Ingat, banyak warga Aceh di Sumut, banyak warga Sumut di Aceh. Kalau dipanas-panasi, jangan warga Sumut anti melihat nomor pelat BL (Aceh) dan orang Aceh anti lihat pelat BK (Medan). Itu yang kita enggak mau," tuturnya.


Sumber: CNN

Komentar