Politik Diam Purbaya Yudhi Sadewa: Makna & Integritas di Balik Isu Utang Whoosh

- Jumat, 07 November 2025 | 01:50 WIB
Politik Diam Purbaya Yudhi Sadewa: Makna & Integritas di Balik Isu Utang Whoosh

Politik Diam Purbaya Yudhi Sadewa: Makna dan Integritas di Tengah Bisingnya Isu Utang Whoosh

Di tengah iklim politik Indonesia yang semakin riuh dengan klaim kemenangan dan kampanye, suara yang jernih seringkali tenggelam. Semua pihak ingin berbicara, namun hanya sedikit yang bersedia untuk mendengar. Dalam situasi seperti ini, sebuah sikap tenang justru dapat berbicara lebih lantang daripada ribuan kata. Purbaya Yudhi Sadewa memilih jalur tersebut—bukan dengan teriakan atau pencitraan di panggung publik, melainkan melalui diam yang penuh makna.

Isu Utang Whoosh dan Kebisingan Publik

Belakangan ini, publik dihebohkan dengan perbincangan mengenai utang proyek Whoosh. Berbagai angka besar dan istilah ekonomi membanjiri pemberitaan, menciptakan debat sengit. Sementara itu, masyarakat biasa hanya bisa menyaksikan dengan pertanyaan besar: Siapa yang akhirnya akan menanggung beban utang ini? Di tengah hiruk-pikuk tersebut, nama Purbaya Yudhi Sadewa mencuat, bukan karena ikut menyumbang kebisingan, melainkan karena memilih untuk menjauh dari sorotan.

Diam Sebagai Pernyataan Politik

Banyak yang mengira ketidakhadirannya di muka publik adalah bentuk penghindaran. Namun, bagi mereka yang masih percaya bahwa sikap dapat menjadi pernyataan politik, langkah Purbaya justru dianggap sebagai pesan yang jujur. Dengan tidak muncul di podium, ia seolah menyampaikan bahwa tidak setiap kehadiran perlu ditonjolkan, terlebih di saat rakyat sedang menahan napas menghadapi tekanan ekonomi. Diamnya merupakan bentuk penghormatan terhadap kesadaran publik yang mulai lelah dengan pesta politik di tengah krisis.

Kejujuran di Atas Pencitraan

Dalam banyak hal, sikap diam justru lebih jujur daripada pidato panjang yang dirancang untuk membangun citra. Tidak semua yang ramai diperbincangkan mencerminkan kebenaran. Di era ketika politik lebih menitikberatkan pada penampilan, langkah sederhana Purbaya terasa langka. Banyak pejabat lebih fokus pada elektabilitas dibanding menjaga integritas dan rasa malu. Survei sering dijadikan kompas, mengabaikan suara nurani.

Halaman:

Komentar