Selain itu pemungutan sebesar 0,5 persen kepada pengusaha juga menjadi beban tambahan pengusaha. Yang saat ini sudah mencapai antara 18,24 persen sampai dengan 19,7 persen,
Lanjut Solihin pihaknya bersama serikat pekerja juga menilai, Program Tapera merupakan duplikasi program perumahan dari manfaat layanan tambahan di BPJS Ketenagakerjaan.
"Program perumahan di BPJS Ketenagakerjaan merupakan pilihan bagi pekerja yang belum memiliki rumah. Sedangkan dalam Tapera, pekerja termasuk pekerja mandiri meski telah memiliki rumah, tetap wajib mendaftar iuran Tapera," tegasnya.
Selain itu Solihin juga menyebutkan buruh pekerja swasta tentunya memiliki potensi PHK yang tinggi. Serta kesinambungan kerjanya yang terbatas.
"Maka mekanisme pencarian dana atau keberlanjutan menjadi sulit. Berbeda dengan PNS, TNI, Polri yang masa kerja lebih stabil dan berjangka panjang," terangnya.
Kemudian Solihin menyinggung pengelolaan Program Tapera dilakukan oleh badan yang tidak melibatkan unsur pemberi pekerja.
"Sedangkan pengelola BPJS ketenagakerjaan melibatkan unsur pemberi kerja dan pekerja Sebagai dewan pengawas dan pengawasan internal," lanjutnya.
Atas hal itu ia bersama tujuh serikat pekerja di Jakarta menegaskan menolak program Tapera.
"Dengan pertimbangan tersebut, maka kami bersepakat untuk meminta pemerintah membatalkan. Sekali lagi membatalkan implementasi Tapera kepada perusahaan dan pekerja swasta sebagai suatu kewajiban," tandasnya
Sumber: Tribunnews
Artikel Terkait
Geger! Komisaris TJ & Ketua GP Ansor Jakarta Ancam Gorok Leher Karyawan Trans 7, Ini 6 Fakta Lengkapnya
Foto Ijazah Jokowi Dipertanyakan sejak Pendaftaran Pilgub DKI, Ini Kronologi Lengkapnya
Iran Tegaskan Penolakan: Tak Ada Lagi Ruang untuk Berunding Nuklir dengan AS
Ammar Zoni Bebas dari Tuntutan Narkoba, Lalu Mengapa Harus Dibawa ke Nusakambangan?