Momen ini pun terasa mendesak. Setelah pemilu usai, wacana tentang Jokowi sebagai “king maker” atau bahkan calon pemegang kendali kekuasaan di balik layar kian nyaring terdengar.
Bagaimana mungkin seseorang yang belum tuntas menjelaskan hal mendasar seperti riwayat akademiknya dibiarkan mengatur arah bangsa ke depan?
Tol yang Macet, Negara yang Mandek
Di tengah kebekuan arus di tol Cipali, pikiran kami justru mengalir ke arah yang lain: barangkali ini bukan hanya soal kecelakaan.
Barangkali ini adalah simbol—tentang bagaimana kebenaran di negeri ini pun seringkali macet di tengah jalan.
Apakah perjalanan kami ini hanya akan menjadi bagian dari daftar panjang usaha rakyat yang dibuntukan oleh sistem?
Aneh, ketika yang lewat hanya ambulans, dan mobil derek belum tampak. Dalam hati kami bertanya: apakah hanya infrastruktur jalan yang lamban ditangani, ataukah ini cerminan dari sistem hukum yang juga tak sigap saat kebenaran ingin lewat?
Jogja dan Solo: Dua Kota, Dua Simbol
Yogyakarta adalah kota ilmu, tempat UGM berdiri sebagai simbol kredibilitas akademik.
Di sanalah kami berharap bisa mengonfirmasi langsung: apakah benar Jokowi pernah menjadi mahasiswa resmi, apakah dokumen-dokumen yang ada benar-benar autentik?
Kami akan mendatangi fakultas, menemui dosen lama, hingga alumni sezaman jika memungkinkan.
Solo adalah kampung halaman Jokowi. Di sana, jejak masa lalunya tersimpan dalam bentuk yang lebih sosial: tetangga, teman sekolah, para guru di SMAN 6.
Di kota ini kami ingin menelusuri jenjang sebelumnya sebelum ia “menjadi mahasiswa UGM” seperti yang diklaim.
Kesimpulan Sementara: Kami Tak Akan Berhenti
Meski perjalanan ini terhambat oleh insiden yang belum jelas penyelesaiannya, kami yakin satu hal: kebenaran tidak akan macet. Kami akan terus bergerak, menjelajah, menelisik.
Karena rakyat berhak tahu siapa pemimpinnya. Karena ijazah bukan sekadar selembar kertas—ia adalah simbol integritas dan kejujuran seorang pemimpin.
Dan jika benar kecurigaan itu, jika dugaan pemalsuan ijazah itu sahih, maka sejarah akan mencatat bahwa bangsa ini pernah dibohongi oleh simbol kekuasaannya sendiri.
Yogyakarta masih jauh. Tapi semangat kami sudah sampai di sana. Kebenaran sedang menuju—meski harus melewati kemacetan, manipulasi, dan upaya pengaburan.
***
Sumber: FusilatNews
                        
                                
                                            
                                            
                                            
                                                
                                                
                                                
                                                
                                                
                                                
Artikel Terkait
Mantan Suami Bunuh Mantan Istri di Bandar Lampung Gara-gara Tuduh Selingkuh, Ini Kronologi Lengkapnya
Gempa Magnitudo 3.9 Guncang Mandailing Natal Sumut: BMKG Ungkap Lokasi & Kedalaman
Komisaris Transjakarta Ainul Yaqin Dikecam Publik Jepang, Desak Pemecatan!
Demo Komisaris Transjakarta Ancam Penggorokan Leher, Publik Jepang Desak Larangan Masuk