Tapi untuk apa? Kebenaran bukan tinggal di ruang tamu. Ia lahir dari transparansi, bukan dari kopi pahit dan obrolan santai antar sahabat lama.
UGM: Universitas Gagap Menjawab
Lalu di mana UGM? Sebagai universitas tempat Jokowi konon menyelesaikan studi, mereka seharusnya bisa menjawab dengan mudah.
Tinggal keluarkan data, tampilkan arsip, tunjukkan ijazah. Tapi tidak. Hingga hari ini, UGM memilih diam.
Bungkam. Tidak membantah, tapi juga tak mengonfirmasi. Mereka seolah hanya berharap isu ini hilang ditelan waktu atau dikaburkan oleh narasi silaturahmi dan gimik kekuasaan.
Apakah UGM takut? Disandera? Atau telah menjadi institusi yang lebih takut pada opini politik daripada pada runtuhnya kredibilitas akademik?
Sebuah kampus yang tak bisa menjawab soal data alumninya sendiri, seharusnya malu menyebut diri sebagai benteng ilmu pengetahuan.
Republik Tanpa Nalar
Kini, kita hidup dalam negara yang mengklaim demokrasi, tapi tak mampu menghadirkan satu bukti dokumen sederhana.
Kita hidup dalam republik yang menolak debat akademik, namun menyambut pernyataan dari mereka yang pernah menguasai terminal dan jalanan.
Maka tidak heran jika hari ini, keaslian ijazah presiden tidak ditentukan oleh profesor, tapi oleh “abang-abangan” yang punya akses ke ruang dalam kekuasaan.
Inilah bentuk republik yang telah kehilangan akal sehat: ketika lembaga pendidikan memilih bungkam, dan rakyat disuruh percaya kepada juru bicara informal tanpa legalitas.
Kita sedang mengelola negara seperti geng motor: loyalitas lebih penting dari legalitas, kedekatan mengalahkan kebenaran.
Dan ketika kita menerima itu semua dengan tenang, maka sebetulnya, bukan cuma ijazah yang palsu. Tapi juga kesadaran kolektif bangsa ini.
***
Sumber: FusilatNews
Artikel Terkait
Mafia Tanah Sulit Diberantas, Nusron Wahid: Sampai Kiamat Kurang 2 Hari Masih Ada
Pabrik Sepatu Nike & Adidas di Banten Terpapar Radioaktif, Kemenperin Pastikan Aman
Perempuan 51 Tahun Tewas Usai Berhubungan Intim di Hotel Lestari Banyuwangi, Ini Kronologi Lengkapnya
Peran Strategis Sufmi Dasco Ahmad: Stabilisator Pemerintahan Prabowo Subianto