Data digital skripsi Jokowi pada Electronic Theses & Dissertations (ETD) juga dipertanyakan. Rismon menyebut bahwa selain skripsi Jokowi, tidak ada lagi skripsi-skripsi lain milik alumni Fakultas Kehutanan UGM tahun 1985 yang diunggah ke ETD UGM yang berisi 250.005 karya akhir mahasiswa UGM.
Informasi itu kemudian dicek kumparan melalui situs etd.repository.ugm.ac.id dan hasilnya serupa.
Selain itu, warganet menyoroti format digital skripsi Jokowi (pdf) yang—berdasarkan metadata—baru dibuat pada Februari 2018 dan diunggah ke ETD pada Februari 2019, dengan pembaruan data pada 16 April 2025.
Terkait kedua hal itu, juga beberapa anggapan adanya keganjilan di skripsi Jokowi, kumparan menghubungi Sekretaris UGM Andi Sandi Antonius dan Dekan Fakultas Kehutanan UGM Sigit Sunarta. Sigit tak merespons, sedangkan Andi menjawab singkat bahwa “Keterangan UGM [soal Jokowi] cukup dengan rilis pers pada 15 April kemarin.”
Rilis UGM pada 15 April tidak memuat jawaban atas pertanyaan-pertanyaan teknis tersebut; hanya menyebut antara lain bahwa UGM memiliki surat-surat dan dokumen-dokumen yang membuktikan bahwa Jokowi telah menyelesaikan seluruh proses studinya di UGM selama lima tahun, dari 1980 sampai 1985.
Di sisi lain, pengacara Jokowi pun enggan menanggapi satu per satu dugaan keganjilan skripsi maupun ijazah kliennya. Mereka menilai software yang dipakai untuk menganalisis belum jelas akurasinya.
Yang terpenting, ujar Firmanto, Jokowi benar-benar lulusan Fakultas Kehutanan UGM tahun 1985 dengan bukti skripsi dan ijazah asli. Apalagi UGM pun telah beberapa kali memberi keterangan bahwa Jokowi adalah alumninya.
“Bapak ingin membuktikan ‘Saya mahasiswa UGM; ini ijazahku, ini skripsiku.’ Kita nggak tahu apakah yang beredar di mana-mana itu angle-nya digelapkan atau dipotong,” kata Firmanto.
Ahli hukum pidana UII Arif Setiawan berpendapat, kewenangan untuk menentukan keaslian ijazah sedianya merupakan ranah perguruan tinggi. Namun, dengan kondisi terbaru yang sudah bergeser ke ranah hukum, maka kewenangan tersebut ikut beralih pula ke proses penyidikan hingga pengadilan.
Uji forensik bakal mengecek apakah tanda tangan dan foto yang ditempel di ijazah Jokowi autentik atau tidak. Jokowi, tegas Firmanto, siap mengajukan dokumen-dokumen untuk uji forensik tersebut.
Ia menantang pihak-pihak yang menuding ijazahnya palsu untuk membuktikannya dalam proses hukum.
Roy Suryo berharap proses hukum kasus ini benar-benar akan berujung saling adu bukti. Ia bakal menolak jika polisi hanya fokus terhadap tudingan fitnah dan pencemaran nama baik, tanpa lebih dulu menguji keaslian ijazah Jokowi.
Sementara Rismon menyatakan siap mempertahankan argumennya andai kasus ini berjalan hingga persidangan dan ia menjadi terdakwa. Rismon mengaku tak gentar bertarung di pengadilan.
“Harus ada yang maju dan siap dihukum. Saya nggak gentar kalau cuma menghadapi penjara. Bahkan jika semua mundur, saya tetap maju. Kalau terjadi kriminalisasi, jangan harap kasus ijazah palsu Jokowi ini redup.” - Rismon Sianipar, ahli forensik digital
Rismon bahkan mengingatkan Jokowi untuk tak mencabut laporan, sebab ia mendengar selentingan kabar ada upaya untuk menawarkan mediasi.
“Pak Jokowi sering kali sen kanan belok kiri; pura-pura dilaporkan, ternyata minta damai. Ada isu-isu seperti itu. Tapi saya nggak mau damai. [Kalau ijazah] palsu ya palsu saja. Bukan karena damai terus palsu jadi asli,” ujar Rismon.
Roy dan Rismon meminta Jokowi konsisten dengan ucapannya yang berjanji menunjukkan ijazah jika diminta pengadilan. Konsistensi itu sebelumnya tak tampak saat sidang mediasi di Pengadilan Negeri Surakarta dalam gugatan yang diajukan pengacara asal Solo, Muhammad Taufiq, pada Rabu (30/4).
Pada sidang mediasi itu, kuasa hukum Jokowi menolak menunjukkan ijazah asli kliennya dengan alasan hal itu privasi dan penggugat tak punya legal standing. Namun, pada hari yang sama, ijazah tersebut justru dibawa Jokowi melapor ke Polda Metro Jaya.
Ada Motif Politis di Balik Isu Ijazah Jokowi?
Kasus tudingan ijazah palsu Jokowi bukanlah barang baru. Isu ini timbul tenggelam beberapa tahun terakhir. Bahkan, menurut eks Ketua Umum Demokrat Anas Urbaningrum dalam cuitan di akun X-nya, Jokowi telah sukses mengelola isu ini secara politik selama bertahun-tahun.
Direktur Eksekutif Trias Politika Strategis, Agung Baskoro, menyatakan Solo telah menjadi salah satu episentrum politik nasional semenjak Jokowi menjadi presiden. Terlebih, kini putra sulungnya, Gibran Rakabuming Raka, menjadi wakil presiden. Maka, tiap tingkah laku keluarga Jokowi akan terus mendapat sorotan.
Meski demikian, Agung tak sepakat dengan anggapan bahwa isu ijazah sengaja dikelola agar Jokowi mendapat sorotan politik. Pasalnya, isu ijazah palsu justru merusak citra positif Jokowi, khususnya di kalangan terpelajar.
“Ketika ada dugaan pemalsuan atau narasi-narasi minor soal kaum terpelajar yang ternyata mencurangi sistem pendidikan, itu menghantam sistem moral masyarakat,” terang Agung.
Agung berpendapat, isu tersebut muncul lagi karena residu ketidakpuasan atas kepemimpinan Jokowi selama dua periode, juga terkait hasil Pilpres 2024.
“Apalagi … semua partai sekarang ke pemerintah. Yang berbeda jadi tidak terwakili dalam sistem formal sehingga mereka membuat kelompok-kelompok independen untuk memastikan aspirasi mereka sampai dan didengar oleh para pihak terkait,” ucapnya.
Menurut Agung, motif politik yang paling logis ialah adanya dugaan untuk memisahkan Jokowi dan Prabowo. Indikasinya, isu yang muncul bukan hanya perkara ijazah palsu Jokowi, tapi juga tuntutan pemakzulan Gibran yang didorong Forum Purnawirawan TNI yang di dalamnya ada eks wapres Jenderal (Purn) Try Sutrisno, eks Kepala BIN Letjen (Purn) Sutiyoso, dan eks Wakil Panglima TNI Jenderal (Purn) Fachrul Razi.
“Sudah mulai ada arahan-arahan ketika Gibran mendapati serangan bertubi-tubi, mulai dari soal monolog [video], kinerjanya, dan puncaknya Forum Purnawirawan meminta Gibran dimakzulkan. Terlihat bahwa banyak pihak memang ingin memisahkan Pak Prabowo dengan keluarga Solo,” papar Agung.
Agung melihat, kasus ijazah palsu dan permintaan pemakzulan Gibran menjadi ujian bagi keluarga Jokowi menuju Pilpres 2029.
“Tidak ada jaminan bagi Gibran untuk bisa dipilih kembali [jadi cawapres Prabowo] kalau dia tidak bisa menjaga posisi tawar politiknya. Kalau justru malah melemahkan, menjadi bumerang [untuk Prabowo], mana ada presiden yang berkenan didampingi sosok cawapres seperti itu,” kata Agung.
Loyalis Jokowi, Silfester, juga meyakini pihak yang mengembuskan kasus ijazah palsu Jokowi ingin memisahkan eks Walkot Solo itu dengan Prabowo. Walau begitu, ia menegaskan hubungan Jokowi dan Prabowo baik-baik saja.
Silfester juga membantah isu bahwa Gibran sudah ancang-ancang maju sebagai capres di Pilpres 2029. Silfester mengatakan, “Mas Gibran adalah pembantu Presiden. Jadi enggak benar Mas Gibran sudah mulai manuver untuk 2029.”
Di lain pihak, Rismon maupun Roy menegaskan tak punya motif politis di balik gerakan mereka mendorong pengungkapan kasus ijazah palsu Jokowi.
“Bahwa ini akan berimplikasi politik, mungkin,” ujar Roy.
Rismon meminta kasus ijazah ini diproses secara adil dan terbuka. Menurutnya, laporan soal tuduhan ijazah palsu Jokowi telah disampaikan TPUA ke Bareskrim Polri sejak 9 Desember 2024, namun hingga kini belum ada kejelasan. Berbeda dengan laporan Jokowi yang walau baru dilaporkan beberapa hari lalu, sudah masuk tahap penyelidikan.
“Prabowo harus membuktikan bahwa dia lepas dari pengaruh Jokowi. Biarkan pengadilan berjalan adil dan terbuka. Jangan nanti sidangnya malah tertutup,” kata Rismon.
Pakar hukum pidana Arif Setiawan melihat, pertaruhan kasus ijazah Jokowi kini berada di tangan kepolisian.
“Mestinya ada perlakuan sama untuk setiap warga negara. Kalau laporannya memang bisa ditindaklanjuti, ya harus dilakukan penyelidikan,” tutup Arif.
Sumber: Kumparan
Artikel Terkait
Bobibos Biofuel RON 98 dari Jonggol: Solusi BBM Murah Rp 4 Ribu Setara Pertamax Turbo
ESDM Ingatkan Aturan BBM ke Bobibos: Ekspansi SPBU Harus Penuhi Uji Kelayakan
Rahmah El Yunusiyyah: Pendiri Pesantren Putri Pertama di Asia Tenggara, Kini Pahlawan Nasional
Cara Menulis Artikel SEO yang Optimal: Panduan Lengkap untuk Pemula