Belum Terbukti Palsu atau Asli: Ijazah Jokowi Masalah Sangat Serius!

- Selasa, 13 Mei 2025 | 04:55 WIB
Belum Terbukti Palsu atau Asli: Ijazah Jokowi Masalah Sangat Serius!


Saat Bambang Tri mengajukan gugatan ijazah pada Oktober 2022, dan ketika kasusnya kemudian dibelokkan ke tuduhan membuat onar, Jokowi masih berada dalam zona aman popularitasnya. 


Isu tentang ijazah, yang secara substansi sangat serius, tenggelam karena suasana belum memungkinkan publik untuk memprosesnya sebagai isu penting.


Kita bisa saja menganggap ijazah bukan isu penting, apalagi dalam beberapa tahun terakhir kita terpapar informasi bahwa perusahaan raksasa seperti Google, Tesla, dan sebagainya semakin membuka diri terhadap gagasan bahwa kecakapan seseorang tidak harus dibuktikan lewat ijazah. 


Di samping itu, kita juga melihat banyak contoh keberhasilan pada orang-orang tanpa gelar.


Tapi itu di wilayah privat. Untuk jabatan presiden, sistem kita tidak menyediakan ruang bagi logika tersebut. 


Undang-undang mensyaratkan pendidikan minimal untuk kandidat, bukan karena negara meyakini bahwa hanya lulusan sekolah formal yang cakap memimpin, namun karena ijazah adalah bukti administratif bahwa seseorang telah menempuh jalur resmi yang diakui negara. 


Ia tidak menjadi ukuran kemampuan, tetapi bukti resmi untuk melacak proses pengembangan diri seseorang.


Dan karena pemilu adalah proses hukum, bukan sekadar perjanjian sosial, dokumen legal seperti ijazah diperlukan sebagai syarat keabsahan administratif. 


Inilah yang membedakan Google dan Tesla dari Komisi Pemilihan Umum.


Kita bisa mengatakan “yang penting kapabilitas, bukan ijazah” dalam konteks dan logika pasar. Namun negara—apalagi jabatan publik—diatur oleh logika hukum. 


Dan dalam logika itu, ijazah bukan bukti kecerdasan, melainkan prasyarat legal. Ia menyangkut keabsahan identitas administratif seorang kepala negara. 


Jadi, isu ijazah ini serius?


Sangat serius. Jika benar seorang presiden menggunakan dokumen palsu saat mendaftar dalam pemilu, orang bisa mempertanyakan seluruh proses pemilihannya, termasuk keabsahan keputusan yang ia tanda tangani, kebijakan yang ia buat, dan jabatan yang ia dapatkan. Tapi ini wilayah ahli hukum tata negara.


***


Pada 2022, tuduhan “ijazah palsu” oleh Bambang Tri, yang memiliki reputasi kontroversial dengan bukunya Jokowi Undercover, masih terasa seperti gangguan yang mungkin tidak cukup pantas digubris oleh nalar publik saat itu. 


Publik sendiri sebagian besar masih menilai bahwa ia hanya pembuat onar. Cocok dengan versi negara.


Namun, waktu berjalan dan suhu politik berubah. Waktu dan suhu politik, dalam hal-hal seperti ini, bukan latar yang pasif. 


Sesuatu yang semula tidak digubris bisa menjadi ledakan kuat ketika waktu berjalan dan suhu politik berubah.


Memasuki tahun terakhir masa jabatannya, sebagian pendukung fanatiknya merasa dilukai. 


Orang-orang yang dulu membelanya mati-matian kini menjadi pengungkap keganjilan, seolah berusaha menebus rasa bersalah karena pernah ikut membesarkan figur yang kini mereka anggap mengkhianati idealisme awal. 


Citra Jokowi retak bukan karena serangan dari luar, melainkan karena terjadinya benturan antara harapan yang dulu ditanam dan kenyataan yang mengungkap dirinya sendiri.


Maka, isu ijazah kini menemukan momentumnya. Dan itu bukan semata-mata pertanyaan tentang keabsahan sebuah dokumen; ia berkaitan dengan pertanyaan yang lebih besar: Apakah kita selama ini telah menaruh harapan pada sebutir telur yang retak sejak awal? 


Tuduhan kepalsuan ijazah, yang dulu dianggap serangan pribadi oleh pembenci, kini dibaca sebagai sinyal yang sangat meresahkan.


Dalam situasi seperti ini, persoalan tampaknya tidak lagi sekadar pembuktian tentang asli atau palsu ijazah itu. 


Bahkan kalaupun Pak Jokowi akhirnya menunjukkan bahwa ijazahnya asli, saya tidak yakin itu akan serta-merta memperbaiki apa yang telanjur retak. 


Bagi orang-orang yang pernah mendukungnya, bukan dokumen itu yang menyebabkan luka, tetapi kepercayaan yang pernah mereka berikan tanpa syarat kepada Pak Jokowi.


Tapi, saya pikir bagus juga Pak Jokowi membawa urusan ini ke pengadilan, dan di sana ia nanti membuktikan keaslian ijazahnya. 


Setidaknya satu urusan selesai, meskipun keaslian ijazah tidak akan pernah menyembuhkan luka pada orang-orang yang merasa dikhianati, orang-orang yang dulu adalah pendukung setianya. ***

Halaman:

Komentar