PARADAPOS.COM - Pusaran kasus dugaan ijazah palsu mantan presiden Jokowi telah membuat nama mantan Kadis Kehutanan NTB, Andi Pramaria, kini naik daun.
Seperti biasa, sudah jadi hal lumrah munculnya pro dan kontra dari netizen Indonesia terkait kasus yang sedang ramai dibahas.
Sisi gelap dari Andi Pramaria pun coba dikuliti netizen.
Salah satunya seperti diunggah akun @pak.dengk3k di Instagram. Akun tersebut memposting foto Andi Pramaria yang berpose bersama Jokowi.
"Munculnya Andi Pramaria ini akan membuat semakin gaduh kasus ijazah Jokowi. Pengakuan dan kesaksian Andi menjadi tak berarti. Apalagi mengingat masa lalu Andi yang bermasalah dengan hukum," tulis akun tersebut, dikutip Selasa (20/5/2025).
"Andi Pramaria (dalam beberapa pemberitaan kasus korupsi sering disingkat AP) adalah mantan Kadis Kehutanan NTB yang pernah ditetapkan sebagai tersangka oleh Kejari Lombok Timur. Namun kemudian kasus AP di-SP3 alias dihentikan. Penghentian ini yang kemudian diprotes oleh MAKI. Dan kasus itu pun tak berlanjut," sambung akun pak.dengk3k.
Melansir kantor berita nasional ANTARA, pada Januari 2019 lalu, LSM Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) mencurigai penghentian penyidikan perkara pendudukan lahan Hutan Sekaroh, Lombok Timur, Nusa Tenggara Barat, dengan tersangka korporasi asing bidang budi daya mutiara PT Autore Pearl Culture (APC) oleh Kejaksaan Negeri Lombok Timur.
"Patut dicurigai dan dipertanyakan adanya SP3 itu, kan udah ada tersangkanya. Kok bisa dihentikan perkaranya," kata Koordinator LSM MAKI, Boyamin Saiman, dikutip dari Antara.
Karena itu, dia mendesak agar Jaksa Agung Muda Pengawasan (JAM Was) harus turun tangan melakukan penyelidikan internal atas kasus tersebut.
Ia meminta Kejaksaan Agung untuk tidak segan-segan menjatuhkan sanksi terhadap jaksa yang melakukan pelanggaran.
"Jika terbukti bersalah dalam penanganan perkara itu," ucapnya.
Kasus ini terbongkar pada 2017, berdasarkan hasil pengembangan penerbitan 32 sertifikat hak milik (SHM) di dalam kawasan hutan lindung Sekaroh oleh Kejaksaan Negeri Lombok Timur.
Pada awalnya kejaksaan menemukan keberadaan bangunan milik perusahaan asing itu dari hasil pemetaan kawasan hutan lindung yang memiliki nomor register tanah kehutanan (RTK-15).
Dari penelusuran diketahui bahwa bangunan yang ada di dalam kawasan RTK-15 dibuat oleh pihak perusahaan sebagai sarana penunjang usaha budi daya mutiara yang berada di pesisir pantai.
Bangunan berupa pos pengamanan, gudang penyimpanan dan tempat tinggal karyawan itu telah berdiri di dalam kawasan RTK-15 sejak 2005.
Namun dari hasil penyidikannya ditemukan adanya dugaan pelanggaran pidana korupsi terkait perizinan.
Berdasarkan hasil penyidikannya, PT APC kemudian ditetapkan sebagai tersangka korporasi dengan sangkaan pidana Pasal 2 dan atau Pasal 3/Pasal 5/Pasal 13/Pasal 15 dan atau Pasal 20 UU Nomor 20/2001 tentang Perubahan Atas UU RI Nomor 31/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Terkait dengan penetapannya, PT APC pernah mengajukan praperadilan, namun Pengadilan Negeri Selong menolak materinya dan meminta Kejari Lombok Timur untuk kembali melanjutkan penanganan perkaranya.
Seiring dengan penanganannya, muncul tersangka tambahan yakni seorang aparatur negeri sipil (ASN) pemerintahan yang diketahui masih duduk di kursi jabatan Pemerintah Provinsi NTB. Pejabat tersebut berinisial AP, mantan Kepala Dinas Kehutanan NTB.
Peran dan keterlibatannya terendus oleh tim penyidik kejaksaan ketika AP masih menduduki jabatan Kepala Bidang Planologi Dinas Kehutanan NTB, di tahun 2005, bertepatan dengan adanya sarana penunjang PT APC di dalam kawasan RTK-15.
Indikasinya, pejabat AP berperan dalam memuluskan niat perusahaan asing tersebut membuka usaha di dalam kawasan Hutan Sekaroh tanpa harus mengantongi surat izin.
Dalam perannya, AP diduga menerima imbalan dari PT APC yang nilainya mencapai Rp110 juta.
Karena itu dalam berkasnya, AP dijerat dengan sangkaan Pasal 2 dan atau Pasal 3 UU RI No. 20/2001 tentang Perubahan atas UU RI No. 31/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Kejaksaan Negeri Lombok Timur, Nusa Tenggara Barat, menyatakan tidak ditemukan potensi kerugian negara dalam kasus dugaan pidana korupsi korporasi PT Autore Pearl Culture (APC) yang mendirikan bangunan usaha tanpa izin pemerintah di dalam kawasan Hutan Lindung Sekaroh.
"Awalnya bangunan APC di dalam kawasan itu, saya kira ada kerugian negaranya, tapi ternyata tidak. Jadi tidak ada unsur melawan hukumnya, tidak ditemukan kerugian negara," kata Kepala Kejari Lombok Timur Tri Cahyo Hananto.
Sumber: Fajar
Artikel Terkait
Gus Muwafiq Semprot Penggugat Ijazah Jokowi: Kenapa Kalian Baru Ribut Pas Sudah Tidak Berkuasa? Bikin Gaduh Aja Kerjaannya!
Kesaksian PDIP Penting Ungkap Kasus Ijazah Jokowi
Jawab 22 Pertanyaan dalam Satu Jam, Buni Yani: Pemeriksaan Jokowi di Bareskrim Susah Diterima Akal Sehat
TNI AL Gagalkan Penyelundupan Narkoba Seberat 2 Ton, Nilainya Capai Rp 7,5 Triliun