Kasih Yang Tak Putus: Persaudaraan Prabowo-Mega, Pengucilan Jokowi, dan Cermin Strategi Indonesia

- Minggu, 08 Juni 2025 | 14:05 WIB
Kasih Yang Tak Putus: Persaudaraan Prabowo-Mega, Pengucilan Jokowi, dan Cermin Strategi Indonesia

Lalu keluar sebuah nama: Joko Widodo.


Prabowo tidak mengenal Jokowi. Tapi ia percaya pada intuisi Megawati—seorang ibu yang saat itu sudah menaruh dukungan pada Fauzi Bowo dan menerima dana politik dalam jumlah besar. 


Prabowo tidak marah. Ia tidak menuding atau menuntut. Ia berstrategi. Ia menebus komitmen Mega. Demi bangsa. Demi masa depan Jakarta. Demi ideologi.


Jokowi naik. Ahok ikut. Tanpa pertemuan ini, sejarah Jakarta dan Indonesia tidak akan seperti sekarang.


Ironisnya, setelah naik ke atas panggung kekuasaan, Jokowi menjauh dari keduanya. 


Dari Mega. Dari Prabowo. Dari orang-orang yang memberinya pijakan pertama. Yang membentuknya tanpa klaim.


Hari ini, PDIP tidak lagi bersama Jokowi. Banyak yang mengira Mega dan Prabowo bersatu untuk menjatuhkan Jokowi. Tapi itu narasi keliru.


Mega bukan musuh Jokowi. Ia hanya menepi. Dan Prabowo tidak mengkhianati siapa-siapa. Ia hanya kembali ke pondasi sejatinya.


Keduanya, Mega dan Prabowo, adalah dua jiwa yang dipertemukan bukan karena pragmatisme, tapi karena luka sejarah yang sama. 


Karena kasih yang tidak putus, bahkan ketika jalan mereka berbelok. Persaudaraan ini tidak butuh kamera. Tidak butuh panggung. Ia hidup dalam hati dan strategi.


Bagi saya pribadi, kisah ini adalah anugerah Tuhan untuk republik ini. Di tengah politik yang penuh kepalsuan, pencitraan, dan manipulasi, masih ada kasih yang murni. 


Kasih yang tidak mencari pamrih. Seperti Prabowo yang pernah berkata kepada saya di tengah kejatuhannya: “Saya belum selesai berjuang.”


Kini, perjuangan itu nyata. Prabowo berdiri sebagai Presiden. Megawati mendampingi, mungkin tak di belakang podium, tapi di dalam strategi. Ia tetap kakak. Prabowo tetap adik. Dan kasih di antara mereka tetap utuh.


Kasih yang membentuk sejarah Indonesia—tanpa kita sadari.


Penutup: Sebuah Cermin


Hubungan Prabowo dan Megawati adalah cermin strategi Indonesia. Cermin yang memperlihatkan bahwa di balik layar politik, ada kekuatan yang lebih halus dan lebih tajam dari kalkulasi elektabilitas: kasih dan ideologi. 


Hubungan ini telah menyingkirkan siapa pun yang hanya mementingkan kekuasaan tanpa akar. Termasuk Jokowi.


Bukan karena Jokowi dibenci. Tapi karena dia lupa siapa yang pernah membangunnya dari bawah.


Dan sejarah, sebagaimana selalu, akan kembali pada mereka yang rela menderita demi rakyat. Seperti Bung Karno. Seperti Prabowo. Dan seperti Megawati.


Indonesia hari ini, diberkati karena kasih itu belum padam. Karena darah ideologi masih mengalir. Karena luka masa lalu telah disublimasi menjadi strategi masa depan.


Dan sejarah, sekali lagi, sedang ditulis dari hati. ***

Halaman:

Komentar