Jokowi Sebaiknya Minta Maaf Kepada Rakyat, Walau Diberi Keringanan di Pengadilan

- Minggu, 22 Juni 2025 | 05:40 WIB
Jokowi Sebaiknya Minta Maaf Kepada Rakyat, Walau Diberi Keringanan di Pengadilan


'Jokowi Sebaiknya Minta Maaf Kepada Rakyat, Walau Diberi Keringanan di Pengadilan'


Oleh: Ir S Indro Tjahyono

Eksponen Gerakan Mahasiswa 77/78 dan Jaringan Aktifis Lintas Angkatan (JALA)


Isu mengenai ijazah palsu mantan presiden RI Joko Widodo (Jokowi) semakin hari semakin viral di media sosial (medsos). 


Sebagian masyarakat menganggap penting untuk dipermasalahkan, namun sebagian menganggap remeh karena tidak mungkin seorang presiden berijazah palsu.


Rekayasa Dokumen Akademik


Padahal kalau kita cermati isu ijazah palsu di medsos fakta-fakta yang muncul mendukung opini bahwa ijazah Jokowi memang palsu. 


Hal ini didasarkan pada analisa forensik yang dilakukan para ahli mulai dari lembar ijazah mulai  penomoran, tipe huruf, foto yang dicropping, dan foto yang dipasang diragukan sebagai foto Jokowi.


Lebih daripada itu, juga dipermasalahkan tentang skripsi yang dibuat Jokowi sebagai syarat kelulusan S1 di Universitas Gajah Mada (UGM). 


Skripsi yang ditunjukkan oleh pejabat UGM juga telah dianalisa karena mengandung banyak kejanggalan, karena disebut sebagai tesis (untuk S2) bukan skripsi, tidak tercantum nama pembimbing, dibuat baru pada tahun 2018, serta menggunakan tipe huruf yang belum ada pada tahun 1985 sebagai tahun kelulusan Jokowi.


Jokowi diduga juga menggunakan foto orang lain untuk berbagai dokumen penting, bukan hanya pada ijazah tetapi juga pada akta nikahnya. 


Selain itu ia juga selalu mengklaim foto Harry Mulyono (mahasiswa Fakultas Kehutanan UGM) sebagai foto dirinya, walau anatomi wajahnya jauh berbeda.


Kasmudjo Dikorbankan


Jokowi juga mengaku-aku ikut dalam kelompok pencinta alam “Silva Gama” milik mahasiswa Fakultas Kehutanan UGM. 


Padahal kalau dikonfrontir antara berbagai cerita Jokowi tentang oraganisasi  pencinta alam tersebut dengan jejak digital kegiatan yang dilakukan telah dilakukan oleh “Silva Gama” tidak sesuai samasekali.


Yang paling fatal adalah pengakuan Jokowi yang mengatakan bahwa dosen pembimbing skripsinya bernama Kasmudjo yang katanya galak. 


Namun pada tanggal 15 Mei 2025, Kasmudjo mengaku bahwa ia bukan dosen pembimbingskripsi Jokowi dan pada tahun-tahun tersebut ia baru menjadi asisten dosen.


Beberapa fakta lain juga diungkapkan tentang sekolah menengah atas (SMA) Jokowi yang tidak jelas. 


Karena yang tercantum pada ijazah adalah SMA 6 , namun ternyata pada waktu itu SMA tersebut belum berdiri. Apalagi dalam berbagai dokumen yang ia miliki, nama orang tuanya berbeda-beda.


Masuk dalam Ranah Hukum


Saat ini kasus ijazah palsu Jokowi sudah masuk ranah hukum, karena baik para pengkritik maupun sang pemilik ijazah melaporkan ke pihak kepolisian. Bahkan pengadilan terkait ijazah palsu sebenarnya sudah berlangsung sejak beberapa tahun lalu, yang isunya malah digeser kepada soal pencemaran baik, tetapi bukan meneliti dan mempermasalahkan keaslian atau kepalsuan ijazah tersebut.


Persoalan utamanya sebenarnya adalah karena Jokowi tidak pernah mau memperlihatkan ijazahnya kepada masyarakat sebagai seorang pejabat publik yang wajib menjunjung tinggi prinsip transparansi atau keterbukaan informasi.


Oleh karena itu Kepala Badan Riset dan Inovasi (BRIN) Megawati pada acara peluncuran buku Pengantar Pemahaman Konsepsi Dasar Sekitar Hak atas Kekayaan intelektual (HAKI) tanggal 16 Mei 2025 mengatakan: “Jika ijazahnya benar, tunjukkan saja ke publik agar tidak menimbulkan polemik yang berkepanjangan”


Para Pemalsu Dokumen Tingkat Dunia


Sebenarnya Jokowi tidak perlu berkecil hati jika telah memalsukan dokumen resmi kenegaraan. Apapun dalihnya ,pemalsuan dokumen seperti ini juga dilakukan oleh beberapa pemimpin dunia, antara lain:


Presiden Nigeria ,Bola Tinubu


Pada tahun 2023, Bola Tinubu dituduh oleh calon presiden Atiku Abubakar dari pihak oposisi telah memalsukan ijazah dari Universitas Chicago. Ketika diminta klarifikasi ,universitas tersebut tidak dapat mengkonfirmasi keaslian ijazah yang diberikan Tinubu ke Komisi Pemilihan Umum (KPU) Nigeria. Tinubu membantah klaim Abubakar dan kasus ini masih dalam proses di Mahkamah Agung (MA) Nigeria.


Mantan Menteri Dalam Negeri Iran, Ali Kordan


Pada tahun 2008, Ali Kordan menyatakan telah memperoleh gelar doktor kehormatan dari Universitas Oxford. Namun universitas tersebut membantah klaim tersebut dan menyatakan Oxford tidak memiliki catatan tentang pemberian gelar tersebut. Kordan mengaku telah tertipu oleh seseorang yang mengaku perwakilan universitas tersebut. Ia kemudian mengundurkan diri dari jabatannya.


Mantan Menteri Agama Pakistan, Aamir Liaquat Hussain


Aamir Liaquat Hussain terlibat dalam berbagai skandal gelar palsu. Ia mengklaim memiliki gelar BA dalam Studi Islam dari Trinity College and University yang ternyata merupakan lembaga abal-abal. Selain itu ia juga mengklaim memiliki gelar MBBS dari Liquat Medical College, namun klaimnya ternyata tidak terbukti. Pada tahun 2015, ia mengaku telah mendapat gelar doktor dari Ashwood University yang juga merupakan lembaga palsu.


Mantan Presiden Hungaria, Pal Schmitt


Pal Schmitt pada tahun 2012 mengundurkan diri setelah terungkap bahwa disertasi doktoralnya merupakan hasil plagiarisme. Universitas Semmelweis membatalkan gelar doktor yang diberikan kepadanya dan Schmitt mengambalikan gelar tersebut pada tahun 2013. Kasus ini mirip dengan kasus Bahlil Lahadalia Menteri ESDM yang gelarnya dicabut oleh Universitas Indonesia.


Presiden Turki, Recep Tayyip Erdogan


Erdogan selama masa kampanye tahun 2014 telaah dituduh tidak memiliki gelar universitas sebagai persayaratan konstitusional untuk calon presiden Turki. Namun ia kemudian membantah dan buru-buru menunjukkan ijazah dari Universitas Marmara. Meskipun demikian samai sekarang beberapa pihak masih meragukan keabsahan ijazah tersebut.


Perlunya Pertanggungjawaban Hukum


Hal ini berbeda sekali dengan kasus ijazah palsu yang dituduhkan kepada Jokowi yang sampai sekarang tidak meyanggah dengan menunjukkan ijazah aslinya. Bahkan malah  mengkondisikan bahwa ijazah yang dimiliki “asli” dengan menekan para pejabat di UGM untuk mendukung klaim tentang “keaslian” ijazahnya.


Pemalsuan dokumen oleh pemimpin dunia tersebut adalah pelanggaran serius yang dapat merusak kepercayaan publik dan integritas sistem hukum. Karena itu dapat dimengerti mengapa beberapa tokoh masyarakat  seperti  Bambang Tri, Eggy Sudjana, Roy Suryo, Rizal Fadillah, Roy Suryo, Rismon Sianipar, dan Tifauzia Tyassuma bertekad dan maju terus dalam membongkar skandal ijazah palsu Jokowi.


Dalam kontek Indonesia , tindakan pemalsuan dokumen diatur dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHAP) , khususnya pasal 263 dan pasal 264 yang mengancam pelaku dengan pidana penjara hingga 8 tahun tergantung pada jenis dokumen yang dipalsukan dan dampak yang ditimbulkan. Pemalsuan dokumen adalah tindak pidana yang memerlukan pertanggungjawaban hukum terutama jika dilakukan oleh pejabat publik yang memiliki kewajiban untuk menjaga integritas dan kepercayaan masyarakat.


Proses hukum bertujuan untuk memastikan keadilan dan mencegah terulangnya pelanggaran serupa. Pemimpin dunia yang terbukti melakukan pemalsuan dokumen sebaiknya diproses secara hukum sesuai denganketentuan peraturan perundangan yang berlaku.


Menghukum Tokoh Dunia Pemalsu Ijazah


Orang-orang besar yang selama ini diadili karena melakukan pemalsuan ijazah atau dokumen akademik, rupanya cukup banyak. Dugaan bahwa Jokowi melakukan pemalsuan ijazah pun harus dibawa ke meja hijau seperti mereka, antara lain:


Ketua DPR Nigeria, Salisu Buhari


Pada tahun 1999, Salisu Buhari mengundurkan diri dari jabatannya sebagai Ketua DPR Nigeria setelah terungkap  ia memalsukan ijazah dari Universitas Toronto. Ia dijatuhi hukuman penjara 2 (dua) tahun atau membayar denda. Presiden Olusegun Obasanjo kemudian memberikan pengampunan kepadanya.


Menteri Dalam Negeri Iran, Ali Kordan


Pada tahun 2008 Menteri Dalam Negeri Iran dipecat setelah mengaku bahwa gelar kehormatannya dari Universitas Oxford adalah palsu. Meskipun mengakui kesalahannya  dan meminta maaf, ia tetap dipecat dari jabatannya.


Anggota Parlemen Israel (Knesset), Yair Peretz


Yair Peretz , mantan anggota Knesset dari Partai Shas pada tahun 2006 dihukum karena memperoleh gelar sarjana psikologi dari Universitas Bar-Illan secara curang. Setelah divonis karena kesalahannya itu, ia mengundurkan diri dari Knesset.


Menteri Kehakiman Korea Selatan, Cho Kuk


Cho Kuk , mantan Menteri Kehakiman Korea Selatan dijatuhi hukuman dua tahun penjara pada tahun 2023 karena memalsukan ijazah anak-anaknya agar bisa masuk sekolah bergengsi. Ia juga terbukti menyalahgunakan wewenang sebagai penasehat senior Presiden Moon Jae-in.


Menteri Infrastruktur dan Pekerjaan Umum Tonga, Etuate Lavulavu


Etuate Lavulavu telah dipecat pada tahun 2016 setelah diketahui bahwa gelar PhD yang didapat dari Universitas Edenvale ternyata perguruan tinggi palsu. Ia sebelumnya juga tercatat pernah terlibat dalam urusan imigrasi ilegal di Utah, Amerika Serikat.


Kordinator Menteri Gilgit Baltistan Pakistan, Khalid Khursheed


Pada tahun 2023 ia telah diberhentikan setelah pengadilan memvonis bahwa gelar hukumnya dari Universitas London adalah palsu. Pengadilan memutuskan hal itu setelah gelar tersebut tidak terverifikasi oleh universitas tersebut dan dinyatakan palsu oleh Komisi Pendidikan Tinggi Pakistan.


Menteri Hukum India, Jitender Singh Tomar


Pada tahun 2015 , Jitender ditangkap dan kemudian mengundurkan diri setelah dituduh memalsukan gelar sarjana hukum dari satu universitas di Bihar India. Pihak Universitas membantah klaimnya dan ia menghadapi dakwaan penipuan dan pemalsuan dari pengadilan.


Perdana Menteri Moldova, Chiril Gaburici


Pada tahun 2015 , Chiril Gaburici mengundurkan diri sebagai Perdana Menteri setelah dituduh memalsukan ijazah SMAnya untuk masuk Perguruan Tinggi. Meskipun ia telah mengundurkan diri, kasus ini menyisakan kontroversi besar di Moldova.


Bahkan Presiden Amerika Serikat Donald Trump adalah presiden Amerika pertama yang pada Mei 2024 dijatuhi hukuman karena terlibat tindak pidana. Ia divonis  bersalah karena telah melakukan pemalsuan 34 dokumen bisnis terkait pembayaran uang tutup mulut kepada Stormy Daniels sebelum Pemilu tahun 2016. Meskipun tidak dijatuhi hukuman penjara, Trump tetap memiliki catatan kriminal pada arsip negara yang akan mempengaruhi hak-haknya sebagai warganegara.


Sudah Banyak Pemalsu Ijazah yang Diadili


Pemalsuan ijazah atau tanda tamat belajar cukup banyak di Indonesia. Artinya Peradilan Indonesia sudah memiliki pengalaman banyak dalam menangani kasus demikian. Pemalsuan ijazah di Indonesia dapat dijerat degan berbagai pasal, antara lain Pasal 264 KUHAP tentang pemalsuan surat, Pasal 55 KUHAP tentang turut serta melakukan kejahatan, dan Pasal 94 UU Nomor 24 Tahun 2013 tentang administrasi kependudukan terkait manipulasi data dan dokumen elektronik.


Pemalsuan ijazah untuk pencalonan Kepala Desa antara lain dilakukan tahun 2025 oleh Sri Wahyuni (Kepala Desa Amin Jaya, Kalimantan Tengah) serta tahun 2020  oleh Sunyamin (Kepala Desa Utama Karya Riau). Beberapa Anggota DPRD juga terlibat pemalsuan ijazah, antara lain LA anggota DPRD Kendari, Hadirat Manao anggota DPRD Nias Selatan, Amiruddin Mami anggota DPRD Takalar, Lalu Nursai anggota DPRD Lombok Tengah, JD anggota DPRD Mamasa,Abdul Kadir anggota DPRD, Supriyati anggota DPRD Lampung Selatan, dan LN anggota DPRD Lombok Tengah.


Dari berbagai kasus pemalsuan dokumen dan pemalsuan ijazah tersebut  terbukti bahwa jajaran penegak hukum Indonesia (polisi, jaksa, dan hakim) telah memiliki pengalaman atau jurisprudensi yang mumpuni terkait ijazah palsu. Oleh karena itu jajaran penegak hukum harus cepat tanggap jika mendapat laporan adanya kasus pemalsuan ijazah.


Bola Liar Dugaan Pemalsuan Ijazah


Dugaan adanya pemalsuan ijazah yang dilakukan Jokowi harusnya tidak dibiarkan menjadi bola liar oleh lembaga eksekutif (pemerintah), lembaga legislatif (partai politik dan DPR RI), serta lembaga yudikatif (polisi, kejaksaan, kehakiman , dan MK). Selama ini lembaga-lembaga tersebut berdiam diri.


Namun celakanya terjadi kesalahan fatal ketika ada pihak yang mengadukan perkara ijazah palsu ,pengadilan bukan mempersoalkan materi pokok perkara yakni ijazah namun pengadu justru diadili dan dipenjara karena telah melakukan pencemaran nama baik (Bambang Tri dan Gus Nur). Jokowi sebagai pihak terlapor pun tidak hadir dan tidak menunujukkan ijazah aslinya.


Bola liar itu kini justru menyasar Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka yang diduga tidak menyelesaikan studinya di SMA dan klaim sekolah setingkat S1 di luar negerinya terindikasi palsu. Beberapa tokoh dunia telah dihukum karena telah melakukan klaim atas kelulusannya dari suatu universitas ,namun pihak universitas tidak menemukan data valid atas klaim tersebut.


Mengadili seorang presiden yang diduga telah melakukan pemalsuan ijazah bukan hal yang istimewa, semua warganegara berkedudukan sama di hadapan hukum. Jokowi bisa diadili dan dihukum jika dugaan pemalsuan ijazahnya memang terbukti.


Minta Maaf Walau Sudah Diadili


Jokowi tidak perlu takut menjalani proses pengadilan. Jika ia memang bersalah ,hakim berdasar Pasal 197 ayat (1) huruf f KUHAP wajib menyebutkan faktor-faktor yang memberatkan dan meringankan sebelum menjatuhkan putusan. Jokowi bisa mendapat keringanan hukuman jika memang tidak pidana dilakukan tanpa adanya niat jahat atau dengan itikad baik dan jika tindak pidana tersebut dilakukan oleh seseorang yang sebelumnya belum pernah dihukum.


Di samping secara hukum, secara sosial Jokowi harus minta maaf kepada rakyat yang menderita sebagai akibat sikapnya yang tidak terbuka dan transparan dalam persoalan ijazah. Beberapa tokoh dunia yang kesatria yang telah mengakui kekhilafannya dan kemudian minta maaf kepada publik.


Mereka yang telah minta maaf antara lain Presiden Rusia Vladimir Putin, karena menuduh  surat khabar Suddeutsche Zeitung adalah milik bank investasi AS Goldman Sachs; Presiden Meksiko Enrique Pena Nieto, karena satu perusahaan kontraktor besar telah membangunkan rumah mewah senilai jutaan dolar untuk keluarganya; Presiden Nigeria Muhammadu Buhari, karena secara tidak langsung memalsukan tanda tangan untuk menarik dana 6,2 juta dolar dari Bank Sentral Nigeria; dan Presiden Sierra Leone Julius Maada Blo, karena Komisi Anti Korupsi mempublikasi foto-foto guru yang terlibat kecurangan dalam ujian yang diselenggarakan negara.

Komentar