Jabatan Wali Kota Prabumulih Arlan Di Ujung Tanduk Gara-gara Ulah Anaknya di Sekolah?

- Rabu, 17 September 2025 | 00:50 WIB
Jabatan Wali Kota Prabumulih Arlan Di Ujung Tanduk Gara-gara Ulah Anaknya di Sekolah?


Sebuah insiden yang tampak sepele di sebuah sekolah menengah pertama kini telah berevolusi menjadi krisis politik yang berpotensi mengancam posisi orang nomor satu di Kota Prabumulih, Sumatera Selatan (Sumsel).

Akibat ulah putranya yang diduga menjadi pemicu pencopotan seorang kepala sekolah, jabatan Wali Kota Prabumulih, H. Arlan, kini disebut-sebut berada 'di ujung tanduk'.

Meskipun terdengar hiperbola, ancaman ini bukanlah isapan jempol. Di era media sosial yang serba cepat, kemarahan publik yang terakumulasi dapat menjadi kekuatan dahsyat yang mampu "menggoyang" kursi kekuasaan sekuat apa pun.

Kasus ini meledak setelah Kepala Sekolah SMPN 1 Prabumulih, Roni Ardiansyah, dicopot secara mendadak.

Publik menduga kuat bahwa ini adalah "hukuman" karena ia berani menegur putra Wali Kota Arlan yang membawa mobil ke sekolah. Meskipun pemerintah kota membantah dan mengeluarkan berbagai dalih, publik sudah terlanjur skeptis.

Kini, kasus ini bukan lagi sekadar tentang nasib seorang kepala sekolah, melainkan tentang integritas dan citra Wali Kota H. Arlan. Berikut adalah beberapa alasan mengapa blunder ini bisa sangat berbahaya bagi karier politiknya.

1. Krisis Kepercayaan Publik yang Meluas

Ini adalah ancaman paling nyata. Publik kini melihat Arlan sebagai pemimpin yang diduga menggunakan kekuasaannya untuk melindungi kepentingan keluarga.

Dalih "rotasi biasa" hingga pengungkapan mendadak kasus "chat mesum" guru justru memperburuk keadaan, membuatnya terlihat tidak transparan dan defensif. Kepercayaan adalah modal utama seorang politisi, dan sekali ia terkikis, akan sangat sulit untuk membangunnya kembali.

2. Sorotan dari Otoritas yang Lebih Tinggi

Kasus yang sudah viral secara nasional ini pasti akan sampai ke telinga otoritas yang lebih tinggi, seperti Gubernur Sumatera Selatan, Kementerian Dalam Negeri, atau bahkan Kemendikbud.

Jika investigasi independen menemukan adanya penyalahgunaan wewenang, Arlan bisa mendapatkan sanksi administratif atau bahkan politik yang serius. Sebagai kepala daerah yang baru menjabat, catatan buruk di awal karier akan sangat merugikan.

3. 'Amunisi' Bagi Lawan Politik

Di dunia politik, blunder adalah "amunisi" bagi lawan. Kasus ini akan menjadi senjata yang sangat efektif bagi lawan-lawan politik Arlan di masa depan.

Setiap kali ia berbicara tentang penegakan aturan atau reformasi birokrasi, publik dan lawan politiknya akan selalu teringat pada insiden ini. Citranya sebagai pemimpin yang bersih dan adil kini telah tercoreng.

Jika Arlan berniat untuk kembali maju dalam kontestasi politik berikutnya, kasus ini akan menjadi "dosa asal" yang akan terus diungkit. Para pemilih akan mengingatnya sebagai pemimpin yang terseret dalam kasus arogansi kekuasaan yang melibatkan putranya.

Pada akhirnya, "ulah anak di sekolah" ini telah menjadi ujian kepemimpinan yang sesungguhnya bagi Wali Kota H. Arlan.

Bagaimana ia menavigasi krisis ini, apakah dengan terus membantah atau mengambil langkah ksatria untuk memulihkan kepercayaan publik akan sangat menentukan nasib dan warisan karier politiknya di masa depan.

Sumber: suara
Foto: Wali kota Arlan/Net

Komentar