Ekonom seperti Rizal Ramli dan Faisal Basri sejak awal mengingatkan bahwa proyek ini tidak memiliki basis kelayakan ekonomi yang kuat. "Itu proyek prestige, bukan kebutuhan," ujar Rizal Ramli. Sementara Faisal Basri menambahkan, "Biayanya tak akan balik modal bahkan hingga kiamat."
Kritik Internal dan Pergeseran Paradigma
Kritik internal bahkan muncul dari dalam kabinet sendiri. Ignasius Jonan, Menteri Perhubungan saat itu, memilih tidak hadir dalam acara groundbreaking kereta cepat - sebuah sikap diam yang berbicara keras tentang ketidaksetujuannya terhadap kelayakan proyek.
Kini, langkah Menteri Purbaya menolak menjadikan APBN sebagai penambal utang mencerminkan pergeseran paradigma: dari pembangunan pencitraan menuju pembangunan berkelanjutan berbasis rasionalitas fiskal.
Ancaman Debt Trap China dan Masa Depan Pembangunan
Masalah kereta cepat bukan hanya soal domestik. Skema pendanaannya membuka pintu pada apa yang disebut banyak analis sebagai jebakan utang China (China Debt Trap) - pola pembiayaan yang menjerat negara-negara berkembang lewat pinjaman besar untuk proyek infrastruktur berisiko tinggi.
Pelajaran dari proyek kereta cepat seharusnya menjadi pengingat bahwa pembangunan tidak bisa dipaksakan dengan retorika politik, dan bahwa utang bukan prestasi. Kewarasan dalam kebijakan fiskal harus didahulukan daripada kemegahan infrastruktur.
Sumber artikel asli: https://www.paradapos.com/2025/02/dari-jokowi-ke-prabowo-pelajaran-mahal.html
Artikel Terkait
Viral Jokowi Gagal Salam Khas UGM, Netizen Soroti Status Alumni: Benarkah?
Jokowi Ditolak Salam di UGM? Ini Faktanya yang Bikin Heboh!
Prabowo Sindir Konten Podcast: Pintar tapi Sebar Kebencian?
Luhut Usul Dana Rp 50 Triliun untuk INA: Siapa Sebenarnya Pemilik Indonesia Investment Authority?