Selain itu, penggunaan media berkampanye di tempat umum juga menambah sampah-sampah yang nantinya bertumpuk di TPA (Tempat Pembuangan Akhir). Bahan dasar yang digunakan untuk membuat alat peraga tersebut juga tidak mudah terurai, sehingga menyebabkan kerusakan lingkungan yang semakin parah dikemudian hari.
Selain alat peraga yang serampangan dan merusak lingkungan, beberapa calon yang maju pada pesta pemilu menggunkan foto dirinya untuk berkampanye, terkesan norak dan berlebihan. Hal ini juga dikategorikan sebagai sampah visual karena sangat mengganggu pandangan orang lain, karena penyebaran alat peraga tersebut dipasang di tempat-tempat publik.
Kemudian, apa solusi terbaik untuk mengatasi hal tersebut? Tentunya mengurangi penggunaan baliho, poster, sticker dan sejenisnya yang dijadikan sebagai alat peraga sosialisasi dan kampanye harus digalakkan.
Baca Juga: 5 Fakta Menarik Kapal Pinisi jadi Google Doodle
Hal ini bertujuan agar ruang-ruang publik lebih tertata rapih dan tidak semraut. Di era digital saat ini, penggunaan sosial media sebagai media sosialisasi dan berkampanye oleh tokoh-tokoh politik, justru lebih bagus dan efisien ketimbang menggunakan media-media konvensional.
Sosial media seperti Instagram, YouTube, Twitter (X), TikTok, dan Facebook harus dijadikan media berkampanye, oleh tokoh politik dan partai politik pengusungnya.
Artikel asli: nongkrong.co
Artikel Terkait
OTT KPK Terhadap Oknum Jaksa: On The Track dan Bebas Nuansa Politis, Ini Kata Pakar
Gerindra Bongkar Motif Dino Patti Djalal Kritik Menlu Sugiono: Keluh Kesah Pribadi, Bukan Kritik Diplomasi
Survei Kepuasan Publik: MBG Jadi Wajah & Capaian Terbaik Pemerintahan Prabowo
Dominasi Dasco di DPR RI: Analisis Jaringan Kabinda, Adidas, dan Dampaknya bagi Demokrasi