PARADAPOS.COM - Pakar forensik digital, Rismon Sianipar, kembali menyoroti inkonsistensi pernyataan Presiden ke-7 RI, Jokowi, terkait sosok dosen yang disebutnya sebagai pembimbing semasa kuliah di Fakultas Kehutanan UGM.
Rismon mempertanyakan klaim terbaru Jokowi yang menyebut Ir. Kasmudjo sebagai dosen pembimbing akademik (DPA), bukan dosen pembimbing skripsi seperti yang sempat diklaim sebelumnya.
“Ini dia Kasmujo, dosen pembimbing skripsi Jokowi yang katanya galak,” ujar Rismon di X @SianiparRismon (15/5/2025).
Kata Rismon, perubahan pengakuan dari dosen pembimbing skripsi menjadi dosen pembimbing akademik justru memunculkan pertanyaan baru mengenai kejujuran Jokowi dalam membicarakan masa lalunya.
“Kok sekarang Jokowi mengakuinya sebagai dosen pembimbing akademik?” cetusnya.
Lebih lanjut, Rismon menegaskan pentingnya kejujuran dari seorang tokoh publik, terlebih dari seorang mantan presiden yang menjadi panutan.
"Stop bohong walau sekali saja, apa gak bisa Jokowi?” tandasnya.
Sebelumnya, Pengamat IT Universitas Gadjah Mada (UGM), Josua M. Sinambela, menanggapi perdebatan soal peran Ir. Kasmudjo dalam masa perkuliahan mantan Presiden Jokowi di Fakultas Kehutanan.
Ia menyebut bahwa penyebutan Kasmudjo sebagai pembimbing oleh Jokowi merupakan hal yang wajar dan sah, meskipun bukan sebagai pembimbing skripsi resmi.
"Pak Kasmudjo sudah menyebutkan bahwa beliau adalah Dosen Pembimbing Akademik (DPA), itu dosen yang ditunjuk sebagai wali kelas, yang membimbing banyak mahasiswa," ujar Josua, Rabu (14/5/2025).
Dikatakan Josua, peran DPA sangat strategis karena mereka mendampingi mahasiswa sejak awal perkuliahan hingga lulus.
Terlebih, kata dia, Jokowi dan Kasmudjo diketahui sama-sama fokus pada bidang teknologi kayu, yang menjadi dasar kedekatan akademik mereka.
Artikel Terkait
Gibran Dinilai Kian Melempem: Tinjauan Kinerja Setahun Prabowo dari Pengamat Sospol
APBD Jabar Rugi! Purbaya Sentil KDM Soal Bunga Giro Rendah, BPK Bisa Turun Tangan
Aqua Terancam Gugatan Hukum Atas Dugaan Penipuan terhadap Konsumen
Prabowo Satukan Indonesia: Mengakhiri Era Cebong dan Kampret